Minggu, 19 Februari 2012

Memelihara Lidah dan Adab Berbicara

Dari Maimun bin Mihran diriwayatkan bahwa ia berkata: “ada seorang lelaki yang datang menemui Salman (Al-Farisi), lalu berkata kepadanya: “Berikan aku nasihat.” Beliau berkata: “Jangan banyak bicara.” Lelaki itu berkata: “Orang yang hidup di tengah manusia, mana bisa tidak berbicara?” Beliau menanggapi: “Kalaupun Anda hendak berbicara, berbicaralah yang benar, atau diam.” Lelaki itu berkata lagi: “Tolong tambahkan yang lain.” Beliau berkata: “Jangan suka marah.” Lelaki itu berkomentar: “Terkadang terjadi pada diriku, apa yang aku tidak bisa menahan diri.” Beliau berkata menanggapi: “Kalau begitu, bila engkau marah, jaga lidah dan tanganmu.” “Tambahkan lagi.’ Lelaki itu meminta. Beliau berkata: “Jangan campuri urusan orang lain. ” Lelaki itu menjawab: “Orang yang hidup bersama orang banyak, tidak mungkin tidak mencampuri urusan orang lain. “Beliau berkata: “Kalau engkau harus mencampuri urusan orang lain, katakan perkataan yang benar, dan tunaikanlah amanah kepada yang berhak. (Shifatush Shafwah I:549)
Dari Mu’adz bin Said diriwayatkan bahwa ia berkata: “kami pernah bersama Atha’ bin Rabbah. Tiba-tiba seorang lelaki berbicara dan pembicaraannya dipotong oleh temannya. Maka Atha berkata: “Subhanallah, akhlak macam apa ini?” Sesungguhnya aku dengar orang lain berbicara, sedangkan aku lebih mengerti daripada dirinya, tetapi aku seolah-olah menunjukkan bahwa aku belum mengerti apa yang disampaikannya. (Shifatush Shafwah II:214)
Dari Utsman bin Al-Aswad diriwayatkan bahwa ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Atha’: “Ada seorang lelaki yang lewat di hadapan sekelompok orang, tiba-tiba ada di antara mereka yang mengejeknya (dan dia tidak mendengarnya), apakah sebaiknya ia diberitahu?” Beliau menjawab: “Tidak. Karena orang-orang yang duduk di satu majelis, harus mampu menjaga amanah.” (Shifatush Shafwah II:214)
Dari khalaf bin Tamim diriwayatkan bahwa ia berkata: “Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari Al-Auza’i, bahwa ia berkata: “Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat kepada kami yang hanya dihafal isinya oleh aku dan Makhul. Yakni sebagai berikut: “Amma Ba’du: Sesungguhnya orang yang banyak mengingat-ingat kematian, ia akan senang dengan bagian di dunia yang sedikit; orang yang menganggap bicaranya itu termasuk amal perbuatannya, ia akan sedikit berbicara, kecuali dalam hal yang membawa manfaat buat dirinya. Wassalam (Siyaru A’laamin Nubalaa’)
Sumber : Aina Nahnu Min Akhlaaqis Salaf, Abdul Azis bin Nashir Al-Jalil Baha’uddien ‘Aqiel, Edisi  Indonesia “Panduan Akhlak Salaf” alih bahasa : Abu Umar Basyir Al-Medani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar