Sabtu, 26 September 2015

Usaha Warkop

Sukses dari warung kopi

Tips Bisnis

3 Comments

  Dilihat sebanyak : 28,128 Kali

sukses dari warung kopi

Sukses dari warung kopi – Seperti yangsudah pernah saya singgung mengenai bukausaha warung kopi pada kesempatan kali ini saya akan bercerita sedikit mengenai ceritasukses dari warung kopi. Berangkat darikebosanannya sebagai seorang karyawansebuah bank selama 4 tahun, membuat Bapak Winarno ( 28 tahun), keluar dari pekerjaaannya dan banting setir dengan membuka warungkopi di kota Blora.

Usaha pertamanya yang dirintisnya ternyata membuahkan hasil yang lumayan besar ketimbang gaji pegawai. dan hingga kini, iamembuka warung kopi sejenis di daerah Bojonegoro. Dari kedua warung kopinya dapat dibilang berhasil, hal ini didorong karena mayoritas masyarakat blora, Bojonegoro dan sekitarnya adalah para pecinta kopi. Ketika dipantau ke kedua warung-warung kopi miliknya tak pernah sepi pembeli, mulai dari kalangan pekerja, anak sekolahan, tukang becak, pegawai kantoran mereka tumplek blek di warung lesehan yang sederhana miliknya.

Lantas apa kunci kesuksesan pengusaha yangmasih tergolong muda ini ? Ulet, sabar, supel dan tentunya dibarengi doa kepada Tuhan sang maha pencipta. “Kalau kita berdoa dan dikabulkan maka semuanya akan membawakesuksesan pada diri kita sendiri,” tutur bapak Winarno. Kini Bapak Winarno menjadi juragan warung kopi dan penghasilannya Rp 4 juta perhari dari kedua warung kopi yang dimilikinya.

Adapun kunci sukses dari warung kopi ini terletak pada pemilihan lokasi yang tepat, tempat yang nyaman, dan juga harga yang relatif terjangkau. Untuk bahan dari kopi miliknya, Bapak Winarno memilih memproduksi sendiri bubuk kopinya, memilih biji kopi yangg berkualitas baik mengsangrai dengan bahan bakar kayu jati adalah salah satu cara khasyang dilakukan agar mendapatkan aroma kopi yang pas dan memiliki rasa yang nikmat. Setelah proses sangrai kopi digiling kemudian di saring sampai bubuk paling halus yang dihasilkan. Baka Winarno selalu mengutamakan kualitas kopinya agar kenikmatan secangkir kopi dapat dinikmati banyak orang dan menjadikan pelanggan loyal dan selalu kembali ke warung kopi miliknya.

Bagi anda yang sempat singgah ke daerah Blora atau Bojonegoro mampir saja ke sekitaran selatan alun-alun kota Blora atau daerah Klotok-Bojonegoro. Disana anda dapatmenikmati secangkir kopi nikmat yang dapatanda peroleh dengan harga yang murah.

Demikian sekilas mengenai cerita sukses dari warung kopi, semoga dapat memberikaninspirasi bagi anda yang ingin membuka suatuusaha. perlu diingat sebuah usaha tidak selalu membutuhkan modal yang besar untuk meraihkesuksesan. Salam buka-usaha.

buka-usaha.com

Incoming search terms:

usaha warung kopiusaha warung kopi sederhanaBISNIS WARKOPusaha warkopbisnis warung kopiusaha kedai kopi sederhanawarung kopi sederhanamodal usaha warkopbuka warung kopiusaha warung kopi yang sukses

Minggu, 09 Agustus 2015

Kumpulan Kata-Kata Bijak dari Soekarno

Sosok Soekarno yang merupakan presiden pertama Indonesia ini dikenal sebagai sosok yang tegas melawan pihak asing yang berani melecehkan Indonesia. Beliau adalah orang yang sangat berjasa atas kemerdekaan Indonesia. Keberanian dan ketegasan beliau begitu dikagumi oleh banyak kalangan pemimpin dunia, termasuk Presiden AS John F. Kennedy. Untuk itu, saya mengutip beberapakata-kata bijak dari Soekarno yang mungkin bisa memotivasi anda. Berikut adalahkumpulan kata-kata bijak dari Soekarno.

Tuhan tidak mengubah nasib suatu bangsa jika bangsa itu tidak mau mengubahnya.
- Soekarno

Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian.
- Soekarno

Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita.
- Soekarno

Apa yang sudah disepakati secara politik, jangan pernah diperdebatkan secara estetis.
- Soekarno

Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya dia dengan kemajuan selangkah pun.
- Soekarno

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.
- Soekarno

Barang siapa menginginkan mutiara, maka dia harus terjun ke lautan yang dalam.
- Soekarno

Orang tidak bisa mengabdi pada Tuhan jika dia tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.
- Soekarno

Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kugucangkan dunia.
- Soekarno

Pilihlah pemimpin yang dibenci dan ditakuti oleh asing, niscaya dia akan lebih mementingkan kepentingan rakyat daripada asing. Jangan pilih pemimpin yang disukai asing.
- Soekarno

Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang.
- Soekarno

Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu akan lebih sulit, karena melawan bangsamu sendiri.
- Soekarno

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
- Soekarno

Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel.
- Soekarno

Aku lebih suka lukisan samudra yang gelombangnya memukul dan menggebu-gebu daripada lukisan sawah yang adem ayem tentram.
- Soekarno

Belajar tanpa berpikir itu sia-sia. Berpikir tanpa belajar itu sangat berbahaya.
- Soekarno

Kamis, 23 Juli 2015

Sujud Sahwi

Sujud Sahwi Sebelum ataukah Sesudah Salam?

Shidiq Hasan Khon rahimahullah berkata, “Hadits-hadits tegas yang menjelaskan mengenai sujud sahwi kadang menyebutkan bahwa sujud sahwi terletak sebelum salam dan kadang pula sesudah salam. Hal ini menunjukkan bahwa boleh melakukan sujud sahwi sebelum ataukah sesudah salam. Akan tetapi lebih bagus jika sujud sahwi ini mengikuti cara yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Jika ada dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sebelum salam, maka hendaklah dilakukan sebelum salam. Begitu pula jika ada dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sesudah salam, maka hendaklah dilakukan sesudah salam. Selain hal ini, maka di situ ada pilihan. Akan tetapi, memilih sujud sahwi sebelum atau sesudah salam itu hanya sunnah (tidak sampai wajib, pen).”[1]

Intinya, jika shalatnya perlu ditambalkarena ada kekurangan, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Sedangkan jika shalatnya sudah pas atau berlebih, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah salam dengan tujuan untuk menghinakan setan.

Adapun penjelasan mengenai letak sujud sahwi  sebelum ataukah sesudah salam dapat dilihat pada rincian berikut.

Jika terdapat kekurangan pada shalat –seperti kekurangan tasyahud awwal-, ini berarti kekurangan tadi butuh ditambal, maka menutupinya tentu saja dengan sujud sahwi sebelum salam untuk menyempurnakan shalat. Karena jika seseorang sudah mengucapkan salam, berarti ia sudah selesai dari shalat.Jika terdapat kelebihan dalam shalat –seperti terdapat penambahan satu raka’aat-, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah salam. Karena sujud sahwi ketika itu untuk menghinakan setan.Jika seseorang terlanjur salam, namun ternyata masih memiliki kekurangan raka’at, maka hendaklah ia menyempurnakan kekurangan raka’at tadi. Pada saat ini, sujud sahwinya adalah sesudah salamdengan tujuan untuk menghinakan setan.Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu ia mengingatnya dan bisa memilih yang yakin, maka hendaklah ia sujud sahwi sesudah salam untuk menghinakan setan.Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu tidak nampak baginya keadaan yang yakin. Semisal ia ragu apakah shalatnya empat atau lima raka’at. Jika ternyata shalatnya benar lima raka’at, maka tambahan sujud tadi untuk menggenapkan shalatnya tersebut. Jadi seakan-akan ia shalat enam raka’at, bukan lima raka’at. Pada saat ini sujud sahwinya adalah sebelum salam karena shalatnya ketika itu seakan-akan perlu ditambal disebabkan masih ada yang kurang yaitu yang belum ia yakini.

Tata Cara Sujud Sahwi

Sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa hadits bahwa sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud di akhir shalat –sebelum atau sesudah salam-. Ketika ingin sujud disyariatkan untuk mengucapkan takbir “Allahu akbar”, begitu pula ketika ingin bangkit dari sujud disyariatkan untuk bertakbir.

Contoh cara melakukan sujud sahwi sebelum salam dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Buhainah,

فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ

Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)

Contoh cara melakukan sujud sahwi sesudah salam dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah,

فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ وَرَفَعَ

Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudia beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573)

Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imron bin Hushain,

فَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ.

Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim no. 574)

Apakah ada takbiratul ihrom sebelum sujud sahwi?

Sujud sahwi sesudah salam tidak perlu diawali dengan takbiratul ihrom, cukup dengan takbir untuk sujud saja. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Landasan mengenai hal ini adalah hadits-hadits mengenai sujud sahwi yang telah lewat.

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullahberkata, “Para ulama berselisih pendapat mengenai sujud sahwi sesudah salam apakah disyaratkan takbiratul ihram ataukah cukup dengan takbir untuk sujud? Mayoritas ulama mengatakan cukup dengan takbir untuk sujud. Inilah pendapat yang nampak kuat dari berbagai dalil.”[2]

Apakah perlu tasyahud setelah sujud kedua dari sujud sahwi?

Pendapat yang terkuat di antara pendapat ulama yang ada, tidak perlu untuk tasyahud lagi setelah sujud kedua dari sujud sahwi karena tidak ada dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan hal ini. Adapun dalil yang biasa jadi pegangan bagi yang berpendapat adanya, dalilnya adalah dalil-dalil yang lemah.

Jadi cukup ketika melakukan sujud sahwi, bertakbir untuk sujud pertama, lalu sujud. Kemudian bertakbir lagi untuk bangkit dari sujud pertama dan duduk sebagaimana duduk antara dua sujud (duduk iftirosy). Setelah itu bertakbir dan sujud kembali. Lalu bertakbir kembali, kemudian duduk tawaruk. Setelah itu salam, tanpa tasyahud lagi sebelumnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahmengatakan, “Tidak ada dalil sama sekali yang mendukung pendapat ulama yang memerintahkan untuk tasyahud setelah sujud kedua dari sujud sahwi. Tidak ada satu pun hadits shahih yang membicarakan hal ini. Jika memang hal ini disyariatkan, maka tentu saja hal ini akan dihafal dan dikuasai oleh para sahabat yang membicarakan tentang sujud sahwi. Karena kadar lamanya tasyahud itu hampir sama lamanya dua sujud bahkan bisa lebih. Jika memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammelakukan tasyahud ketika itu, maka tentu para sahabat akan lebih mengetahuinya daripada mengetahui perkara salam, takbir ketika akan sujud dan ketika akan bangkit dalam sujud sahwi. Semua-semua ini perkara ringan dibanding tasyahud.”[3]

Do’a Ketika Sujud Sahwi

Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud sahwi,

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو

Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw” (Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa).[4]

Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama dantanpa didukung oleh dalil. Ibnu Hajarrahimahullah mengatakan,

قَوْلُهُ : سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا : سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو – أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ – قُلْت : لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا .

Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.[5]

Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti bacaan sujud biasa ketika shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى

Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi][6]

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku][7]

Dalam Mughnil Muhtaj –salah satu kitab fiqih Syafi’iyah- disebutkan, “Tata cara sujud sahwi sama seperti sujud ketika shalat dalam perbuatann wajib dan sunnahnya, seperti meletakkan dahi, thuma’ninah (bersikap tenang), menahan sujud, menundukkan kepala, melakukan duduk iftirosy[8] ketika duduk antara dua sujud sahwi, duduk tawarruk[9] ketika selesai dari melakukan sujud sahwi, dan dzikir yang dibaca pada kedua sujud tersebut adalah seperti dzikir sujud dalam shalat.”

Sebagaimana pula diterangkan dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) ketika ditanya, “Bagaimanakah kami melakukan sujud sahwi?

Para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud setelah tasyahud akhir sebelum salam, dilakukan sebagaimana sujud dalam shalat. Dzikir dan do’a yang dibaca ketika itu adalah seperti ketika dalam shalat. Kecuali jika sujud sahwinya terdapat kekurangan satu raka’at atau lebih, maka ketika itu, sujud sahwinya sesudah salam. Demikian pula jika orang yang shalat memilih keraguan yang ia yakin lebih kuat,maka yang afdhol baginya adalah sujud sahwi sesudah salam. Hal ini berlandaskan berbagai hadits shahih yang membicarakan sujud sahwi. Wabillahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.[10]

Jumat, 16 Januari 2015

Wirid -Wirid Al-Ma'tsurot


AL-MA’TSUROT HASAN AL-BANA

Oleh
Ustadz Abu Ahmad


Kitab Al-Ma'tsurot oleh Hasan Al-Banna adalah kitab yang sangat populer di kalangan kaum muslimin di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Bahkan wirid-wirid yang terkandung di dalamnya dijadikan sebagai amalan harian wajib bagi para pengikut kelompok Ikhwanul Muslimin dan kebanyakan para aktivis pergerakan Islam di Indonesia.

Beberapa bulan yang lalu telah masuk kepada kami pertanyaan dari sebagian pembaca tentang kitab Al-Ma'tsurot ini, apakah kitab ini layak untuk diamalkan kandungannya, karena banyak dari kaum muslimin di daerahnya yang mengamalkan wirid-wirid dalam kitab ini.

Maka dengan memohon pertolongan kepada Alloh dalam pembahasan kali ini akan kami paparkan studi kelayakan kitab Al-Ma'tsurot ini untuk dipakai dan diamalkan kandungannya.

PENULIS KITAB “AL-MA’TSUROT”
Penulisnya adalah Syaikh Hasan bin Ahmad bin Abdurrohman Al-Banna, pendiri jama'ah Ikhwanul Muslimin. Ia dilahirkan pada tahun 1906 M di Mahmudiyyah Buhairah Mesir, dan meninggal di Kairo Mesir tanggal12 Februari 1949 M.

Hasan Al-Banna adalah pengikut tarikat shufiyyah Hashshofiyyah sejak usia muda. Dia mengenal tarikat Hashshofiyyah semenjak duduk di Madrasah Mu'allimin UIa di Damanhur. Dia kemudian berbai'at di hadapan Mursyid Tarikat Hashshofiyyah, Syaikh Abdul Wahhab Al-Hashshofi, dan kemudian aktif dalam kepengurusan Jam'iyyah Hashshofiyyah Al-Khoiriyyah.

Semasa hidupnya, Hasan Al-Banna selalu mengamalkan ritual-ritual tarikat Hashshofiyyah tersebut seperti Wadhifah (wirid) Rozuqiyyah tiap pagi dan petang. Nampaknya Wadhifah Rozuqiyyah ini adalah asal dari Wadhifah Kubro (nama lain dari Al-Ma'tsurot sebagaimana tertera dalam judul cetakannya).

Hasan Al-Banna tidak hanya mengamalkan Wadhifah Rozuqiyyah saja, bahkan dia juga mengikuti ritual Hashshofiyyah di kuburan-kuburan dengan cara menghadap kepada sebuah kuburan yang terbuka dengan tujuan untuk mengingat kematian, kemudian ritual Hadhroh setelah sholat Jum'at, dan ritual Maulid Nabi.

Abul Hasan An-Nadwi berkata: "Hasan Al-Banna selalu mengamalkan wirid-wirid dan ritual-ritual ini hingga akhir hayatnya." [Tafsir Siyasi lil Islam hal. 83].

Adapun dalam segi aqidahnya, Hasan Al-Banna adalah Asy'ari Mufawwidhoh sebagaimana nampak dalam kitabnya, Aqo'id. [Lihat Mudzakkirot Da'wah wa Da'iyyah, Nazhorot fi Manhaj Ikhwanul Muslimin dan Thoriqoh Hasan Al-Hanna wa Ashumul Waritsin]

WIRID-WIRID ‘AL-MA’TSUROT” YANG LEMAH ATAU TIDAK ADA ASALNYA
Tidak diragukan lagi bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara ibadah-ibadah yang paling utama. Sedangkan ibadah wajib dilandaskan atas dalil yang tsabit (kuat) dan tidak boleh menetapkan suatu ibadah tanpa dalil atau dengan dalil yang dho'if (lemah). Maka tidak boleh seorang muslim mengamalkan suatu dzikir tertentu kecuali setelah meyakini bahwa dzikir tersebut dinukil dengan dalil yang tsabit dari Al-Qur'an dan as-Sunnah (Lihat bahasan Hadits Dho'if Dalam Fadho'il A'mal dalam Majalah Al-Furqon Edisi Spesial Ramadhan-Syawwal Tahun 6).

Setelah kami meneliti do'a-do'a dan dzikir-dzikir dalam kitab Al-Ma'tsurot ini ternyata ada beberapa dzikir yang lemah dalilnya atau bahkan tidak ada asalnya sama sekali, di antara do'a-doa dan dzikir-dzikir tersebut ialah:

1. Wirid Pertama.

أَصْبَحْنَا وَأَصْبحَ الْمُلْكُ لِلَّه لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَالْحَمْدُ كُلُّهُ لِلَّهِ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لاَ إِلاَّ اللَّهُ وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ

"Sesungguhnya kami terjaga di pagi hari dengan (kesadaran bahwa) / kerajaan (bumi dan segala isinya) ini seluruhnya adalah milik Alloh. Dan segala puji bagi Alloh, tiada sekutu bagi-Nya, tiada Robb selain Dia dan kepada-Nya kami akan dibangkitkan."

Wirid ini datang dalam hadits Abu Huroiroh Radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan oleh Bukhori dalam Adabul Mufrod 1/211 no. 604 dan, Ibnu Sunni dalam Amal Yaum wa Lailah hal. 74 dari jalan Abu Awanah dari Umar bin Abi Salamah dari bapaknya dari Abu Huroiroh Radhiyallahu'anhu.

Riwayat ini dikatakan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullahu : "Dho'if dengan lafazh ini, di dalam sanadnya terdapat Umar bin Abi Salamah Az-Zuhri Al-Qodhi, fihi dho'fun (padanya terdapat kelemahan)," ( Dho'if Adabul Mutrod hal. 60)

2. Wirid Kedua

اللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِيْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ

" Ya Alloh nikmat apapun yang kuperoleh dan diperoleh seseorang di antara makhluk-Mu adalah dari-Mu, yang Esa dan tak bersekutu, maka bagi-Mu segala puji dan syukur."

Wirid ini terdapat dalam hadits Abdulloh bin Ghonam Al-Bayadhi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya 4/318, Ibnu Hibban dalam Shohih-nya 3/143, Nasa'i dalam Sunan Kubro 6/5, Abu Bakar Asy-Syaibani dalam Ahad wal Matsani 4/183, dan Baihaqi dalam Syu'abul Iman 4/89 dari jalan Rabi'ah bin Abi Abdirrohman dari Abdulloh bin Anbasah dari Abdulloh bin Ghonam Al-Bayadhi.

Abdulloh bin Anbasah dikatakan oleh Adz-Dzahabi rahimahullahu : hampir-hampir tidak dikenal)."

Riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Takhrij Kalimu Thoyyib hal. 73 dan Dho'if Jami' Shoghir: 5730.

3. Wirid Ketiga.

يَا رَيِّيْ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ

Wirid ini terdapat dalam hadits Abdulloh bin Umar Radhiyallahu'anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya 2/1249, Thobroni dalam Mu'jam Ausath 9/101 dan Mu'jam Kabir 12/343, dan Baihaqi dalam Syu'abul Iman 4/94 dari jalan Shodaqoh bin Basyir dari Qudamah bin Ibrohim Al-Jumahi dari Abdulloh bin Umar Radhiyallahu'anhu.

AI-Bushiri rahimahullahu berkata: "Sanad ini, terdapat kritikan padanya." [Mishbahu Zujajah 4/130]

Shodaqoh bin Basyir dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Taqrib: "Maqbul [yaitu diterima haditsnya jika ada penguatnya, kalau tidak ada penguatnya maka haditsnya lemah]"

Qudamah bin Ibrohim dikatakan oleh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Taqrib: "Maqbul."

Riwayat ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dho'if Sunan Ibnu Majah hal. 308 dan Dho'if Jami' Shoghir: 1877.

4. Wirid Keempat

اللَّهُمَ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ ؤَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلأُمِّيْ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ تَسْلِيْمًا عَدَدَ مَا أَحَاطَ بِهِ عِلْمُكَ وَخَطَّ بِهِ قَلَمُكَ وَأَحْصَاهُ كتَابُكَ

" Ya Alloh limpahkanlah sholawat atas junjungan kami Muhammad hamba-Mu, nabi-Mu, dan rosul-Mu, nabi yang ummi, dan atas keluarganya; dan limpahkanlah salam sebanyak yang diliput oleh ilmu-Mu dan dituliskan oleh pena-Mu, dan dirangkum oleh kitab-Mu "

Sholawat ini adalah sholawat yang bid'ah yang tidak ada asalnya, tidak ada di dalam kitab-kitab hadits yang mu'tabar sepanjang penelitian kami.

Wirid-wirid di atas (1 s/d 4) adalah yang lemah atau tidak ada asalnya. Di samping itu, di dalam kitab Al-Ma'tsurot ini banyak wirid-wirid lain yang shohih lafazhnya tetapi bid'ah dari segi kaifiyyat (tatacara)nya karena memberikan bilangan bacaan-bacaannya yang tidak pernah ada tuntunannya dari Rosululloh Shollallahu 'alaihi wa sallam .

DO’A ROBITHOH” YANG BID’AH
Pada akhir kitab Al-Ma'tsurot ini tercantum Do'a Robithoh yang berbunyi:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعلَمُ أَنَّ هَذِهِ الْقُلُوْ بَ قَدِاجْتَمَعَتْ عَلَى مَحَبَّتِكَ وَالْتَقَتْ عَلَى طَا عَتِكَ وَتَوَ حَّدَتْ عَلَى دَعْوَتِكَ وَتَعَاهَدَتْ عَلَى نُصْرَةِ شَرِيْعَتِكَ فَوَثِّقْ اللَّهُمَّ رَابِطَتَهَا وَأَدِمْ وُدَّهَا

"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah (kecintaan) hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru di (jalan)-Mu, dan berjanji selia untuk membela syari'at-Mu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya Ya Alloh, abadikan kasih sayangnya…"

Syaikh Ihsan bin Ayisy Al-Utaibi rahimahullahu berkata: "Di akhir Al-Ma'tsurot terdapat wirid robithoh, ini adalah bid'ah shufiyyah yang diambil oleh Hasan Al-Banna dari tarikatnya, Hashshofiyyah." . [Kitab TarbiyatuI Aulad fil Islam Ii Abdulloh Ulwan fi Mizani Naqd Ilmi hal. 126]

HUKUM WIRID-WIRID BID’AH
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: "Tidak diragukan lagi bahwa dzikir dan do'a termasuk di antara ibadah-ibadah yang paling afdhol (utama), dan ibadah dilandaskan alas tauqif dan ittiba', bukan atas hawa nafsu dan ibtida ', Maka do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam adalah yang paling utarna untuk diamalkan oleh seorang yang hendak berdzikir dan berdo'a. Orang yang mengamalkan do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang berada di jalan yang aman dan selamat. Faedah dari hasil yang didapatkan dari mengamalkan do'a-do'a dan dzikir-dzikir Nabi Shollallahu 'Alaihi wa sallam begitu banyak sehingga tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, Adapun dzikir-dzikir dari selain Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam , kadang-kadang diharomkan, kadang-kadang makruh, dan kadang-kadang di dalamnya terdapat kesyirikan yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Tidak diperkenankan bagi seorang pun membuat bagi manusia dzikir-dzikir dan do'a-do'a yang tidak disunnahkan, serta menjadikan dzikir-dzikir tersebut sebagi ibadah rutin seperti sholat lima waktu, bahkan ini termasuk agama bid'ah yang tidak diizinkan oleh Allah. Adapun menjadikan wirid yang tidak syar'I maka ini adalah hal yang terlarang, bersamaan dengan ini dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang syar'I sudah memenuhi puncak dan akhir dari tujuan yang mulia, tidak ada seorang pun yang berpaling dari dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang syar'i menuju kepada dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang bid'ah melainkan (dialah) seorang yang jahil atau sembrono atau melampaui batas." [Majmu' Fatawa 22/510-511].

Beliau juga berkata: "Seseorang yang berpaling dari do'a yang syar'i kepada yang lainnya -walaupun itu adalah hizb-hizb- (wirid-wirid) sebagian masyayikh (para syaikh)- maka yang paling bagus baginya adalah hendaknya tidak meluputkan bagi dirinya do'a yang lebih afdhol dan yang lebih sempurna, yaitu do'a-do'a Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam, karena dia yang lebih afdhol dan lebih sempurna dari do'a-do'a yang lainnya dengan kesepakatan kaum muslimin, meskipun do'a-do'a yang lain tersebut diucapkan oleh sebagian masyayikh, apalagi jika do'a-do'a tersebut di dalamnya terdapat kesalahan atau dosa atau yang lainnya?

Di antara orang-orang yang paling tercela adalah orang yang menjadikan hizb (wirid) yang tidak ma'tsur (dinukil) dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam -walaupun itu adalah hizb-hizb sebagian masyayikh dan meninggalkan hizb-hizb Nabawiyyah yang diucapkan oleh Penghulu Bani Adam, Imam para makhluk, dan hujjah Alloh atas para hamba-Nya," [Majmu'Fatawa 22/525]

BADAL (PENGGANTI) KITAB INI
Setelah melihat banyaknya hal-hal yang bid'ah dalam kitab Al-Ma'tsurot ini, kami memandang bahwa kitab ini tidak layak dijadikan pegangan di dalam wirid-wirid keseharian seorang muslim. Kami menganjurkan agar saudara-saudaraku kaum muslimin memilih kitab-kitab dzikir lainnya yang mengacu kepada do'a dan dzikir yang shohih dari Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam, di antara kitab-kitab yang kami anjurkan untuk dipakai adalah:

1. Al-Adzkar oleh AI-Imam, An-Nawawi bersama penjelasan derajat haditsnya dalam kitab Shohih wa Dho'if AI-Adzkar oleh Syaikh Salim bin Id Al-Hilali.
2. Al-Kalimu Thoyyib oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan takhrij Syaikh Al-Albani.
3. Tuhfatul Akhyar oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
4. Shohih Kalimu Thoyyib oleh Syaikh Al-Albani.
5. Hishnul Muslim oleh Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qohthoni, telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 06 Tahun VI/Robi’ul Awwal 1428H [Februari 2007], Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153]