Selasa, 23 September 2014

SHOLAT DALAM BUDAYA SIRI’ NA PACCE

Sholat adalah tiang agama, jika sholat seseorang baik, maka bisa dianggap sifat orang itu akan baik, dan bila sholat orang itu buruk maka bisa di bilang orang itu buruk, demikian juga dengan amalan, amalan yang pertama kali dihisab atau dihitung oleh Allah adalah sholat, jika sholatnya baik maka baiklah seluruh amalannya jika buruk maka buruk lah seluruh amalannya.
Budaya adalah sesuatu yang tercipta dari proses interaksi orang dalam suatu masyarakat yang dijaga dan dilestarikan. Dalam masyakarat Bugis makassar, budaya Siri na Pacce adalah nilai budaya yang paling tinggi karna menyangkut harga diri manusia. Bahkan orang bugis makassar sejak dari lahir sampai ke liang lahat terus menjunjug tinggi yang namanya siri na pacce. Hal ini bisa disandingkan dengan kata sholat sebagai pilar utama bagi umat islam.
Jika ditinjau dari segi kata, Siri’ dalam bahasa makassar atau bugis, bermakna malu, dan Pacce (Bugis:Pesse) dapat berarti tidak tega atau kasihan atau iba. Malu disini bukan berati malu dalam berbuat baik, misalkan membantu orang lain, melakukan perintah agama, dan menaati aturan. Siri’ justru memberikan makna kebalikan dari segala tindakan buruk. Kita akan malu jika kita tidak melakukan kebaikan, kita malu melakukan tindakan dosa dan kita justru malu melakukan korupsi yang notabenenya melanggar hukum dan merampas hak orang lain. Sedangkan Pacce’ (Pesse) yang berarti Tidak Tega atau iba, bermakna tidak tega melihat orang lain menderita, tidak tega mengambil hak orang lain, dan merasa iba menumpuk kekayaan dari harta hasil korupsi.
Sama halnya dengan sholat, kita mengenal ada sholat dari tingkatan sunnah kurang penting, sunah sangat penting, dan wajib. Dalam struktur kata siri dalam bahasa makassar atau bugis terbagi dalam empat kategori, yaitu Siri Ripakasiri, Siri Mappakasiri-siri’, Siri Tappela Siri (Teddeng Siri), dan Siri mate siri’.
Siri’ Ripakasiri’ adalah rasa malu yang ada hubungannya dengan harga diri, harkat dan martabat keluarga. Sebagai contoh penganiaayaan, Silariang, dan pembunuhan. Jika Siri Ripakasiri’ telah hilang dalam diri seseorang maka orang itu akan melakukan tindakan pengrusakan seperti membusur, pergaulan bebas, dan tawuran. Dalam falsafah bugis makassar, hal yang melanggar ini tidak bisa dilakukan karena nyawa adalah taruhannya. Dalam keyakinan orang Bugis/Makassar bahwa orang yang mati terbunuh karena menegakkan Siri’, matinya adalah mati syahid, atau yang mereka sebut sebagai Mate Risantangi atau Mate Rigollai, yang artinya bahwa kematiannya adalah ibarat kematian yang terbalut santan atau gula. itulah kesatria sejati.
Jadi sebagai Manusia bugis makassar, kita perlu meneggakkan yang namanya siri’, karena sejalan dengan sabda nabi Muhammad SAW “Minna Suderoka, Mimma Inna.., artinya Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu., punna tena kimmalaki siri’, sambarang mho panggaukang.
Dalam kaitannya dengan sholat, terdapat dalam Surah Al-‘Ankabuut ayat 45. Innash Sholaata Tanhaa Anil Fahsyaa’I Wal Mungkar.., artinya Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
Siri’ Mappakasiri’siri’ adalah Siri’ jenis yang berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga siri’mu, inrengko siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka pinjamlah (kepada orang yang masih memiliki rasa malu (Siri’). Begitu pula sebaliknya, “Narekko engka siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri.” Artinya, kalau Anda punya malu maka jangan ki membuat malu atau …malu-maluin.
Hal yang terkait dengan etos kerja yang tinggi adalah cerita-cerita tentang keberhasilan orang-orang Bugis dan Makassar di perantauan. Dengan dimotori dan dimotivasi oleh semangat siri’ sebagaimana ungkapan orang Makassar, “Takunjunga bangun turu’ naku gunciri’ gulingku kualleangngangi tallanga na towaliya.” Artinya, begitu mata terbuka (bangun di pagi hari), arahkan kemudi, tetapkan tujuan ke mana kaki akan melangkah, pasang tekad “Lebih baik tenggelam daripada balik haluan (pulang ke rumah) sebelum tercapai cita-cita.” Atau, sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai, sebelum tercapai pulau harapan. Inilah juga yang menjadi Falsafah atau lambang kota Makassar.
Dalam hubungannya dengan sholat terdapat dalam surah Al- Jumu’ah ayat 10 yang artinya Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Siri’ Tappela’ Siri’ (Makassar) atau Siri’ Teddeng Siri’ (Bugis) Artinya Rasa malu telah hilang dalam diri seseorang dengan sebab seperti berbohong, tidak tepat janji, dan tidak amanah. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk membayarnya maka si pihak yang berutang berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah ditentukan (disepakati). Ketika sampai waktu yang telah ditentukan, jika si berutang ternyata tidak menepati janjinya, itu artinya dia telah mempermalukan dirinya sendiri.
Hubungannya dengan sholat, terdapat dalam surah Al- Baqaroh ayat 83 yang artinya ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Jangan menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak mu, kaum kerabat mu, anak-anak yatim, dan orang miskin. serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada sesama manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (yang selalu berpaling ini , adalah orang yang hilang rasa malunya).
Siri’ Mate Siri’ adalah Siri’ yang satu berhubungan dengan kepercayaan kepada Allah Ta’ Ala. Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yang mate siri’-nya adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai yang hidup.
Pacce (Bugis: Pesse)
Pacce atau Pesse adalah suatu tata nilai yang lahir dan dianut oleh masyarakat Bugis/Makassar. Pacce lahir dan dimotivasi oleh nilai budaya Siri’ (malu). Contoh, apabila seorang anak durhaka kepada orangtuanya (membuat malu keluarga) maka si anak yang telah membuat malu (siri’) tersebut dibuang dan dicoret dalam daftar keluarga. Namun, jika suatu saat, manakala orangtuanya mendengar, apalagi melihat anaknya menderita dan hidup terlunta-lunta, si anak pun diambilnya kembali. Malu dan tidak tega melihat anaknya menderita.
Punna tena siri’nu pa’niaki paccenu. Artinya meski anda marah karena si anak telah membuat malu keluarga, lebih malulah jika melihat anakmu menderita. Jika Anda tidak malu, bangkitkan rasa iba di hatimu (Paccenu). Anak adalah amanah Allah, jangan engkau sia-siakan.
Terima kasih.