Jumat, 17 Juni 2016

NABI & RASUL

Pengertian dan Perbedaan Antara Nabi dan Rasul Allah SWT.

Sebagai umat yang beragama, kita wajib menyakini adanya nabi dan rasul meskipun belum pernah sama sekali bertemu dengan beliau-beliau tersebut. Nabi dan rasul adalah suri tauladan yang sangat baik dan sangat perlu untuk dicontoh dalam kehidupan sehari-hari.

Mengetahui adanya perbedaan antara nabi dan rasul juga perlu untuk dipelajari agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika belajar tentang nabi dan rasul.

Ada yang berpendapat bahwa nabi dan rasul yaitu jumlahnya adalah 25. Akan tetapi, seperti yang hadits yang diriwayatkan oleh turmudzi tentang jumlah nabi yaitu ada 124.000 dan jumlah rasul yaitu 313. Setelah saya bertanya kepada orang-orang yang lebih pintar agama islam dari saya bahwa ternyata benar akan adanya jumlah nabi yaitu 124.000 dan rasul jumlahnya 313. Akan tetapi, yang wajib untuk dipelajari adalah hanya 25 nabi dan rasul saja.

25 nabi dan rasul tersebut adalah :

Nabi Adam a.s.Nabi Idris a.s.Nabi Nuh a.s.Nabi Hud a.s.Nabi Saleh a.s.Nabi Ibrahim a.s.Nabi Luth a.s.Nabi Ismail a.s.Nabi Ishaq a.s.Nabi Ya’qub a.s.Nabi Yusuf a.s.Nabi Ayub a.s.Nabi Syu’aib a.s.Nabi Musa a.s.Nabi Harun a.s.Nabi Zulkifli a.s.Nabi Daud a.s.Nabi Sulaiman a.s.Nabi Ilyas a.s.Nabi Ilyasa a.s.Nabi Yunus a.s.Nabi Zakaria a.s.Nabi Yahya a.s.Nabi Isa a.s.Nabi Muhammad SAW.

Nabi dan Rasul memiliki 4 sifat, yaitu :

- Siddiq (benar) artinya semua ucapan dan tindakan nabi dan rasul itu benar.

- Amanah (dapat dipercaya) artinya nabi dan rasul adalah seorang laki-laki yang dapat dipercaya untuk mengemban suatu perintah.

- Fathanah (cerdas) artinya nabi dan rasul adalah seorang yang pintar, cerdas, serta pandai dalam segala hal.

- Tabligh (menyampaikan wahyu kepada umatnya) artinya nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya.

Perbedaan Nabi Dan Rasul.

Nabi adalah seorang laki-laki yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT untuk dirinya sendiri dan tidak wajib untuk disebarkan kepada umatnya.Rasul adalah seorang laki-laki yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT untuk dirinya sendiri yang wajib untuk disebarkan kepada umatnya.Nabi diperbolehkan oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya tapi tidak diwajibkan untuk menyampaikan. Sedangkan rasul harus dan diwajibkan untuk menyampaikan wahyu kepada umat manusia.Nabi adalah orang yang dipilih untuk mengamalkan syariat yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan rasul adalah nabi yang membawa syariat baru.Rasul diutus kepada kaum yang belum beriman (kafir). Sedangkan nabi diutus kepada kaum yang sudah beriman.Tidak seperti rasul, nabi tidak mendapatkan kitab suci seperti apa yang didapatkan oleh rasul.Semua rasul diselamatkan oleh Allah SWT dari percobaan pembunuhan. Sedangkan nabi ada yang berhasil dibunuh .

MALAIKAT

Menurut bahasa, Malaikat berasal dari kata ''malak'' yg berarti kekuatan dan kata “al-alukah” yang berarti risalah atau misi. Allah swt menciptakan malaikat dari cahaya (nur), seperti di jelaskan salah satu hadist Muhammad saw, “Malaikat telah diciptakan dari cahaya.”

Malaikat merupakan makhluk gaib yg selalu taat beribadah dan patuh akan perintah-perintah Rabb-nya, Allah swt. Malaikat tidak pernah melalaikan perintah tuhannya.

Berbeda dengan manusia yg kadang lalai dan bahkan meninggalkan kewajibannya, namun Allah swt sangatlah menyukai ibadahnya seorang manusia ketimbang malaikat. Kenapa ? Karena Allah swt menciptakan malaikat hanyalah untuk beribadah kepada-Nya, sedangkan manusia di ciptakan bebas memilih jalannya sendiri.

Allah swt menciptakan malaikat dengan jumlah yg tidak di ketahui siapa pun, hanya Allah swt sendiri lah yg mengetahuinya. Namun bagi umat Islam cukup lah mengetahui 10 malaikat saja. 10 malaikat itu memiliki kekuatan dan misi atau tugasnya masing-masing.

•Jibril bertugas menyampaikan wahyu
•Izrail bertugas mencabut nyawa seluruh makhluk hidup
•Israfil bertugas meniup sangsangkala di hari akhir
•Mikail bertugas memberi rizki
•Munkar bertugas bertanya dan menyiksa di alam kubur
•Nakir bertugas bertanya dan menyiksa di alam kubur
•Ra'kib bertugas mencatat amal baik manusia
•A'tib bertugas mencatat amal buruk manusia
•Malik bertugas menjaga neraka
•Ridwan bertugas menjaga surga

Lalu bagaimanakah wujud malaikat-malaikat Allah itu ?

Wujud Malaikat

Malaikat adalah makhluk gaib yg tidak mungkin bisa di lihat, di dengar ataupun di rasakan kehadirannya oleh manusia, terkecuali para nabi dan rasul yg di kehendaki Allah swt. Namun, Allah swt menjelaskan wujud malaikat-Nya melalui Al-Qur'an. Seperti yg terkandung di dalam surah Faathir ayat 1 yg berbunyi:

“ Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan- Nya apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S.Faathir 35:1)

Surat itu menggambarkan bahwa para malaikat memiliki sayap masing-masing (ada yg) 2, 3, ataupun 4 sayap. Sedangkan dalam beberapa hadist mengatakan bahwa Jibril memiliki 600 sayap, Israfil memiliki 1200 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 600 sayap Jibril dan yang terakhir dikatakan bahwa Hamalat al-'Arsy memiliki 2400 sayap dimana satu sayapnya menyamai 1200 sayap Israfil.

Hamalat al-'Asyi adalah Empat malaikat pembawa 'Arsy Allah, yg pada hari kiamat jumlahnya akan ditambah menjadi delapan malaikat. 'Arsy merupakan makhluk yg amat besar berbentuk singgasana seperti kubah yg memiliki tiang-tiang yang dipikul oleh para Malaikat Hamalat al-'Asyi.

Berdasarkan hadits diriwayatkan oleh Abu Dawud dari seorang sahabat Jabir bin Abdillah, wujud para malaikat Hamalat al-'Asyi sangatlah besar dan jarak antara pundak malaikat tersebut dengan telinganya sejauh perjalanan burung terbang selama 700 tahun. Selain memiliki tubuh yg sangat besar, Hamalat al-'Asyi juga memiliki kekuatan yg setara 7.000 malaikat.

•Malaikat Jibril

Malaikat Jibril merupakan pimpinan para malaikat dan merupakan 4 malaikat utama Allah swt. Di gambarkan bahwa Jibril memiliki 600 sayap yg panjangnya masyrik dan maghrib, (barat-timur) dan busana kebesarannya putih laksana mutiara yang larut,

Dengan wajah yang begitu elok dan rupawan hingga tidak ada makhluk yg mampu menandingi rupanya, serta memiliki kekuatan yang dahsyat penuh mukzijat.

•Malaikat Izrail dan Mikail

Di jelaskan pula wujud malaikat Izrail. Malaikat Izrail diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan yang serupa dengan malaikat Mikail baik wajahnya, ukurannya, kekuatannya, lisannya dan sayapnya. Dikatakan dia berwajah empat, satu wajah di muka, satu wajah di kepala, satu dipunggung dan satu lagi di telapak kakinya.

Kedua malaikat itu sangatlah besar. Sebagai gambaran, jika seluruh air di lautan dan sungai di dunia disiramkan di atas kepalanya, tidak akan ada setetes air pun yg jatuh ke bawah.

Dari kepala hingga kedua telapak kakinya di tumbuhi bulu Za'faran. Setiap bulu memiliki satu juta muka, setiap satu juta muka memiliki satu juta mata dan satu juta mulut dan tangan. Setiap mulut ada satu juta lidah, setiap lidah mampu mengucapkan satu juta bahasa.

Selain itu, Ia memiliki 4.000 sayap dan 70.000 kaki, salah satu kakinya di langit ketujuh dan satu lagi di jembatan yang memisahkan Surga dan Neraka.

AQIDAH (definisi)

Definisi Aqidah

oleh: Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari 

Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :

Kata "‘Aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraamal-ihkam(pengesahan), (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).

"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).

Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.

Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)

Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang  menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

 
Aqidah Islamiyyah:

Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam.

 
Aqidah Islamiyyah:

Jika disebutkan secara mutlak, maka yang dimaksud adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, karena itulah pemahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah sebagai agama bagi hamba-Nya. Aqidah Islamiyyh adalah aqidah tiga generasi pertama yang dimuliakan yaitu generasi sahabat, Tabi'in dan orang yang mengikuti mereka dengan baik.

 
Nama lain Aqidah Islamiyyah:

Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, sinonimnya aqidah Islamiyyah mempunyai nama lain, di antaranya, at-Tauhid, as-Sunnah, Ushuluddiin, al-Fiqbul Akbar, Asy-Syari'iah dan al-Iman.

Nama-nama itulah yang terkenal menurut Ahli Sunnah dalam ilmu ‘aqidah.

Sumber:

Diadaptasi dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari, Al-Wajiiz fii Aqiidatis Salafis Shaalih (Ahlis Sunnah wal Jama'ah), atau Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah), terj. Farid bin Muhammad Bathathy(Pustaka Imam Syafi'i, cet.I), hlm. 33-35.

Buku Intisari Aqidah Ahlus Sunah wal Jama'ah

Rabu, 15 Juni 2016

MAKNA DAN FAEDAH TAUHID

Makna dan Faedah Tauhid

Diposting oleh Uwaiz Al Baihaqi pada 15:10, 07-Mei-15

Di: Tauhid dan Aqidah

Apa itu Tauhid?

Tinjauan secara makna bahasa: menyatukan, menyendirikan, mengesakan.

Tinjauan secara syariat: mengkhususkan Allah –سبحانه و تعالى-, pada hal-hal yang merupakan kekhususan Allah, baik dalam Rububiyah-Nya, Uluhiyah-Nya, maupun nama dan sifat-Nya.

Macam-macam Tauhid

1. Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah adalah berkeyakinan bahwa Allah berkuasa di seluruh alam.

"Segala puji bagi Allah, tuhan seluruh alam." [Qs. Al Fatihah(1) : 2]

2. Tauhid uluhiyah
Berkeyakinan bahwa Allah saja yang berhak di sembah.

"Dan Tuhan mamu adalah tuhan yang maha esa, tidak ada tuhan selain Dia(yang berhak disembah). Yang pengasih, yang penyayang." [Qs. AL Baqarah(2):163]

Baik tauhid uluhiyah maupun rububiyah keduanya bertujuan supaya manusia mengetahui keagungan Nya dan Dia yang berhak disembah dan ditaati. Sehingga iman jadi kuat dan berorientasi pada kehidupan di dunia.

3. Tauhid Asma dan Sifat

Menetapkan sifat dan nama Allah seperti apa yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul Nya tanpa Ta'wil (menafsirkan), Tamtsil (menyamakan), Ta'thil (Meniadakan), dan Takyif (Bagaimana). Seperti : Istiwa, tangan dan sebagainya.

" .....Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia yang maha mendengar, maha melihat." [Qs. Asy-Syura(42) : 11]

Faedah Tauhid

1. Bebas dari siksa neraka

"Hak seorang hamba atas Allah adalah tidak menyiksa dia apabila tak menyetukan dengan sesuatu" [HR. Bukhari-Muslim)

2. Bisa menghapus dosa

Dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata, "Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang meninggal sedangkan dia menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka dia akan masuk kedalam neraka. Dan siapa saja yang meninggal sedang dia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka ia akan masuk surga." (HR. Muslim dan Ahmad).

"Allah tidak akan mengampuni dosa syirik(mempersekutukan Allah dengan sesuatu) dan dia menghendaki dosa selain itu bagia siapa yang Dia kehendaki......." [Qs. An Nisa (4) : 116]

3. Mendapat hidayah di dunia

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan iman dengan syirik, mereka itulah yang mendapat rasa aman dan mereka itulah yang mendapat petunjuk." [Qs. Al-An'am(6) : 82]

Bakar bin Sawad ra menjelaskan, bahwa ada seorang lelaki musyrik yang suatu saat telah membunuh dua orang muslim. Lantas, ia menemui Rasulullah saw, menjelaskan perbuatannya dan bertanya, "Apakah islam akan bermanfaat bagiku setelah kulakukan semua ini?" Rasul saw menjawab, "Ya, bermanfaat dan taubatmu dapat diterima." Ia pun bergabung dalam pasukan Islam. Tak lama, ia berhasil membunuh tiga sahabatnya yang masih kafir dan ia mati syahid." (HR. Ibnu Abu Hatim. Lihat Ad-Durul Mantsur : 3/30)

Ikhtiar itu dengan berusaha dan berdo'a pada Allah bukan dengan bertanya pada hal yang menyekutukan(Dukun). Fenomena semacam itu kerap terjadi bahkan di lingkungan yang masih memegang prinsip adat kebudayaan. Semoga kita dijauhkan dari ke syirikan dan diampuni segala dosa nya.... Aamiin, Aamiin yaa robal alamin,,

AQIDAH1

Akidah Islam

Akidah (Bahasa Arab: اَلْعَقِيْدَةُ; transliterasi: al-'Aqīdah) dalam istilahIslam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah. Pondasi akidah Islam didasarkan pada hadits Jibril, yang memuat definisi Islam, rukun Islamrukun Imanihsan dan peristiwa hari akhir.

EtimologiSunting

Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kataal-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.[1]

Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid[2] dan taat kepadaNya, beriman kepada para malaikatNyarasul-rasulNya,kitab-kitabNyahari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma'(konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf as-shalih.[3]

Pembagian akidah tauhidSunting

Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:

Tauhid Al-Uluhiyyah, (al-Fatihah ayat 4 dan an-Nas ayat 3)
mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.Tauhid Ar-Rububiyyah, (al-Fatihah ayat 2, dan an-Nas ayat 1)
mengesakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.Tauhid Al-Asma' was-Sifat,
mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.

Iman kepada qadar adalah termasuk tauhidar-rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmadberkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis padaLauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.[4]

Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.[5]

Selasa, 14 Juni 2016

TAUHID1

Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.

Pembagian Tauhid

Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was Shifat.

Yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam kejadian-kejadian yang hanya bisa dilakukan oleh Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk, dan Allahlah yang mengatur dan mengubah keadaan mereka. (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Meyakini rububiyah yaitu meyakini kekuasaan Allah dalam mencipta dan mengatur alam semesta, misalnya meyakini bumi dan langit serta isinya diciptakan oleh Allah, Allahlah yang memberikan rizqi, Allah yang mendatangkan badai dan hujan, Allah menggerakan bintang-bintang, dll. Di nyatakan dalam Al Qur’an:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang” (QS. Al An’am: 1)

Dan perhatikanlah baik-baik, tauhid rububiyyah ini diyakini semua orang baik mukmin, maupun kafir, sejak dahulu hingga sekarang. Bahkan mereka menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini dikhabarkan dalam Al Qur’an:

 

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan mereka?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Az Zukhruf: 87)

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka (orang-orang kafir jahiliyah), ’Siapa yang telah menciptakan langit dan bumi serta menjalankan matahari juga bulan?’, niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’ ”. (QS. Al Ankabut 61)

Oleh karena itu kita dapati ayahanda dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bernama Abdullah, yang artinya hamba Allah. Padahal ketika Abdullah diberi nama demikian, Rasulullahshallallahu’alaihi wasallam tentunya belum lahir.

Adapun yang tidak mengimani rububiyah Allah adalah kaum komunis atheis. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu berkata: “Orang-orang komunis tidak mengakui adanya Tuhan. Dengan keyakinan mereka yang demikian, berarti mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah” (Lihat Minhaj Firqotin Najiyyah)

Pertanyaan, jika orang kafir jahiliyyah sudah menyembah dan beribadah kepada Allah sejak dahulu, lalu apa yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat? Mengapa mereka berlelah-lelah penuh penderitaan dan mendapat banyak perlawanan dari kaum kafirin? Jawabannya, meski orang kafir jahilyyah beribadah kepada Allah mereka tidak bertauhid uluhiyyah kepada Allah, dan inilah yang diperjuangkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Tauhid Uluhiyyah adalah mentauhidkan Allah dalam segala bentuk peribadahan baik yang zhahir maupun batin (Al Jadid Syarh Kitab Tauhid, 17). Dalilnya:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan” (Al Fatihah: 5)

Sedangkan makna ibadah adalah semua hal yang dicintai oleh Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Apa maksud ‘yang dicintai Allah’? Yaitu segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, segala sesuatu yang dijanjikan balasan kebaikan bila melakukannya. Seperti shalat, puasa, bershodaqoh, menyembelih. Termasuk ibadah juga berdoa, cinta, bertawakkal, istighotsah dan isti’anah. Maka seorang yang bertauhid uluhiyah hanya meyerahkan semua ibadah ini kepada Allah semata, dan tidak kepada yang lain. Sedangkan orang kafir jahiliyyah selain beribadah kepada Allah mereka juga memohon, berdoa, beristighotsah kepada selain Allah. Dan inilah yang diperangi Rasulullah, ini juga inti dari ajaran para Nabi dan Rasul seluruhnya, mendakwahkan tauhid uluhiyyah. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Sungguh telah kami utus Rasul untuk setiap uumat dengan tujuan untuk mengatakan: ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thagut‘” (QS. An Nahl: 36)

Syaikh DR. Shalih Al Fauzan berkata: “Dari tiga bagian tauhid ini yang paling ditekankan adalah tauhid uluhiyah. Karena ini adalah misi dakwah para rasul, dan alasan diturunkannya kitab-kitab suci, dan alasan ditegakkannya jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar hanya Allah saja yang disembah, dan agar penghambaan kepada selainNya ditinggalkan” (Lihat Syarh Aqidah Ath Thahawiyah).

Perhatikanlah, sungguh aneh jika ada sekelompok ummat Islam yang sangat bersemangat menegakkan syariat, berjihad dan memerangi orang kafir, namun mereka tidak memiliki perhatian serius terhadap tauhid uluhiyyah. Padahal tujuan ditegakkan syariat, jihad adalah untuk ditegakkan tauhid uluhiyyah. Mereka memerangi orang kafir karena orang kafir tersebut tidak bertauhid uluhiyyah, sedangkan mereka sendiri tidak perhatian terhadap tauhid uluhiyyah??

Sedangkan Tauhid Al Asma’ was Sifat adalah mentauhidkan Allah Ta’ala dalam penetapan nama dan sifat Allah, yaitu sesuai dengan yang Ia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Cara bertauhid asma wa sifat Allah ialah dengan menetapkan nama dan sifat Allah sesuai yang Allah tetapkan bagi diriNya dan menafikan nama dan sifat yang Allah nafikan dari diriNya, dengan tanpa tahrif, tanpa ta’thil dan tanpa takyif (Lihat Syarh Tsalatsatil Ushul). Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

Hanya milik Allah nama-nama yang husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya” (QS. Al A’raf: 180)

Tahrif adalah memalingkan makna ayat atau hadits tentang nama atau sifat Allah dari makna zhahir-nya menjadi makna lain yang batil. Sebagai misalnya kata ‘istiwa’ yang artinya ‘bersemayam’ dipalingkan menjadi ‘menguasai’.

Ta’thil adalah mengingkari dan menolak sebagian sifat-sifat Allah. Sebagaimana sebagian orang yang menolak bahwa Allah berada di atas langit dan mereka berkata Allah berada di mana-mana.

Takyif adalah menggambarkan hakikat wujud Allah. Padahal Allah sama sekali tidak serupa dengan makhluknya, sehingga tidak ada makhluk yang mampu menggambarkan hakikat wujudnya. Misalnya sebagian orang berusaha menggambarkan bentuk tangan Allah,bentuk wajah Allah, dan lain-lain.

Adapun penyimpangan lain dalam tauhid asma wa sifat Allah adalah tasybih dan tafwidh.

Tasybih adalah menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Padahal Allah berfirman yang artinya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat” (QS. Asy Syura: 11)

Kemudian tafwidh, yaitu tidak menolak nama atau sifat Allah namun enggan menetapkan maknanya. Misalnya sebagian orang yang berkata ‘Allah Ta’ala memang ber-istiwa di atas ‘Arsy namun kita tidak tahu maknanya. Makna istiwa kita serahkan kepada Allah’. Pemahaman ini tidak benar karena Allah Ta’ala telah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Qur’an dan Sunnah agar hamba-hambaNya mengetahui. Dan Allah telah mengabarkannya dengan bahasa Arab yang jelas dipahami. Maka jika kita berpemahaman tafwidh maka sama dengan menganggap perbuatan Allah mengabarkan sifat-sifatNya dalam Al Qur’an adalah sia-sia karena tidak dapat dipahami oleh hamba-Nya.

Pentingnya mempelajari tauhid

Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal’iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya. Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya” (Syarh Ushulil Iman, 4).

Penulis: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html