Selasa, 21 Februari 2012

BAHAGIA DENGAN HUSNUL KHATIMAH, SENGSARA DENGAN SU’UL KHATIMAH


Oleh:
Khalid bin 'Abdurrahman asy Syayi'
http://www.almanhaj.or.id/content/2701/slash/0

Keadaan seseorang saat tutup usia memiliki nilai tersendiri, karena
balasan baik dan buruk yang akan diterimanya tergantung pada kondisinya
saat tutup usia. Sebagaimana dalam hadits yang shahih :

إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَـوَاتِيْمُ  رواه البخاري وغَيْرُهُ.

"Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya". [HR Bukhari dan 
selainnya]

Oleh sebab itulah, seorang hamba Allah yang shalih sangat
merisaukannya. Mereka melakukan amal shalih tanpa putus, merendahkan
diri kepada Allah agar Allah memberikan kekuatan untuk tetap istiqamah
sampai meninggal. Mereka berusaha merealisasikan wasiat Allah Azza wa
Jalla :

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan
muslim (berserah diri)". [Ali Imran : 102]

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits dalam Shahih-nya,
dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Ash Radhiyallahu 'anhuma , dia mengatakan :

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: إِِنَّ قُلُوْبَ بَنِيْ آدَمَ كُلُّهَا
بَيْنَ أَصْبَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ
يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ، ثُمَّ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ : اللَّهُمَّ
مُصَرِّفَ القُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ. 

"Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya kalbu-kalbu keturunan Adam berada di antara dua jari dari
jari-jari Allah laksana satu hati, Allah membolak-balikannya sesuai
kehendakNya,” kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: “Ya
Allah, Dzat yang membolak-balikan hati, palingkanlah hati-hati kami
kepada ketaatanMu".

Itulah pentingnya kondisi tutup usia. Sementara itu, kondisi seseorang
pada detik-detik terakhir kehidupannya ini, tergantung amal perbuatan
pada masa lampau. Barangsiapa yang berbuat baik di saat waktu dan
usianya memungkinan, maka insya Allah akhir hidupnya baik. Dan jika
sebaliknya, maka sudah tentu kejelekan yang akan menimpanya. Allah
tidak akan pernah menzhaliminya, meskipun sedikit. 

Mengingat pentingnya masalah ini dan keharusan memperhatikannya, maka
dengan memohon kepada Allah, tulisan ini kami angkat untuk menjadi
pengingat kita semua. 

HUSNUL KHATIMAH
Husnul khatimah adalah akhirnya yang baik. Yaitu seorang hamba, sebelum
meninggal, ia diberi taufiq untuk menjauhi semua yang dapat menyebakan
kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia bertaubat dari dosa dan
maksiat, serta semangat melakukan ketaatan dan perbuatan-perbuatan
baik, hingga akhirnya ia meninggal dalam kondisi ini. 

Dalil yang menunjukan makna ini, yaitu hadits shahih dari Anas bin
Malik Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :

إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ، قاَلُوُا: كَيْفَ
يَسْتَعْمِلُهُ؟ قَالَ: يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ مَوْتِهِ.
رَواه الإمام أحمـد والترمذي وصحح الحاكم في المستدرك.

"Apabila Allah menghendaki kebaikan pada hambanya, maka Allah
memanfaatkannya”. Para sahabat bertanya,”Bagaimana Allah akan
memanfaatkannya?” Rasulullah menjawab,”Allah akan memberinya taufiq
untuk beramal shalih sebelum dia meninggal.” [HR Imam Ahmad, Tirmidzi,
dan dishahihkan al Hakim dalam Mustadrak.

Husnul khatimah memiliki beberapa tanda, di antaranya ada yang
diketahui oleh hamba yang sedang sakaratul maut, dan ada pula yang
diketahui orang lain. 

Tanda husnul khatimah, yang hanya diketahui hamba yang mengalaminya,
yaitu diterimanya kabar gembira saat sakaratul maut, berupa ridha Allah
sebagai anugerahNya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah,"
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh)
surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". [Fushilat : 30]. 

Kabar gembira ini diberikan saat sakaratul maut, dalam kubur dan ketika
dibangkitkan dari kubur. Sebagai dalilnya, yaitu sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam :

مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ لِقَائَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ
اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَائَهُ، فَقُلْتُ: يَانَبِيَ الله! أَكَرَهِيَةُ
المَوْتِ، فَكُلُّنَا: نَكْرَهُ المَوْتَ؟ فَقَالَ: لَيْسَ كَذَلِكَ،
وَلَكِنِ المُؤْمِنُ إِذَا بُشِّرَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَرِضِوَانِهِ
وَجَنَّتِهِ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ، وَإِنَّ كَافِرَ إِذَا بُشِّرَ
بِعَذَابِ اللهِ وَسُخْطِهِ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ وَكَرِهَ اللهُ
لِقَائَهُ.

"Barangsiapa yang suka bertemu Allah, maka Allahpun suka untuk bertemu
dengannya. Dan barangsiapa tidak suka bertemu Allah, maka Allah pun
benci untuk bertemu dengannya”. ‘Aisyah bertanya,”Wahai Nabi Allah!
Apakah (yang dimaksud) adalah benci kematian? Kita semua benci
kematian?” Rasulullah menjawab,”Bukan seperti itu. Akan tetapi, seorang
mukmin, apabila diberi kabar gembira tentang rahmat dan ridha Allah
serta SurgaNya, maka ia akan suka bertemu Allah. Dan sesungguhnya,
orang kafir, apabila diberi kabar tentang azab Allah dan kemurkaanNya,
maka ia akan benci untuk bertemu Allah, dan Allahpun membenci bertemu
dengannya”.

Mengenai makna hadits ini, al Imam al Khatthabi mengatakan : “Maksud
dari kecintaan hamba untuk bertemu Allah, yaitu ia lebih mengutamakan
akhirat daripada dunia. Karenanya, ia tidak senang tinggal
terus-menerus di dunia, bahkan siap meninggalkannya. Sedangkan makna
kebencian adalah sebaliknya”. 

Imam Nawawi berkata,”Secara syari’at, kecintaan dan kebencian yang
diperhitungkan adalah, saat sakaratul maut, saat taubat tidak diterima
(lagi). Ketika itu, semuanya diperlihatkan bagi yang sedang naza’
(proses pengambilan nyawa), dan akan nampak baginya tempat kembalinya.”

TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH 
Tanda-tanda husnul khatimah banyak yang telah disimpulkan oleh para
ulama dengan penelitian terhadap nash-nash yang terkait. Di sini kami
bawakan sebagian tanda-tanda tersebut, di antaranya :

1. Mengucapkan kalimat syahadat saat akan meninggal. 
Dalilnya adalah hadits riwayat al Hakim dan selainnya, bahwasannya Rasullullah 
Shallallahu 'alaihi wa sallambersabda :

مَنْ كَانَ آخِرُ  كـلاَمـِهِ : لاَ إِ لَهَ  إِ لاَ اللهُ  دَخـَلَ  
الجـَــنَّةَ.   

"Barangsiapa yang akhir ucapannya لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ  , maka ia masuk 
surga".

2. Meninggal dengan kening berkeringat. 
Berdasarkan hadits riwayat Buraidah bin al Hashib Radhiyallahu 'anhu, bahwa 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَوْتُ المُؤْمِنِ بِعِرْقِ الجَبِيْنِ. رَواه أحـمد والترمذي

"Kematian seorang mukmin dengan keringat di kening".

3. Meninggal pada malam Jum`at atau siangnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا 
وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ 

"Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum`at atau malam Jum`at,
melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur". [HR Ahmad
dan Tirmidzi]

4. Mati syahid di medan jihad di jalan Allah, atau mati saat menempuh
perjalanan untuk peperangan di jalan Allah, mati karena tertimpa sakit
tha’un (pes), atau mati karena tenggelam. Dalilnya adalah hadits
riwayat Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

مَا تَعُدُّونَ الشَّهِيدَ فِيكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ
قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ قَالَ إِنَّ شُهَدَاءَ
أُمَّتِي إِذًا لَقَلِيلٌ قَالُوا فَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَنْ
قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِي الطَّاعُونِ فَهُوَ شَهِيدٌ
وَمَنْ مَاتَ فِي الْبَطْنِ فَهُوَ شَهِيدٌ وَالْغَرِيقُ شَهِيدٌ 

“Siapakah orang yang syahid menurut kalian?” Para sahabat
menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, maka ia syahid”.
Rasulullah bersabda,”Kalau begitu, orang yang mati syahid dari umatku
sedikit,” mereka bertanya,”Kalau begitu, siapa wahai Rasulullah?”
Beliau n menjawab,”Orang yang terbunuh di jalan Allah, ia syahid. Orang
yang mati di jalan Allah, maka ia syahid. Orang yang mati karena sakit
tha’un, maka ia syahid. Barangsiapa yang mati karena sakit perut, maka
ia syahid. Dan orang yang (mati) tenggelam adalah syahid”.

5. Mati karena tertimpa reruntuhan.
Berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa 
sallam, beliau bersabda:

الشُّـهَدَاءُ خَمْسَةٌ: المَـطْعُوْنُ، المَـبْطُوْنُ، والغَـرْقُ وَصَاحِبُ 
الهَـدْمِ والشَّهِـيْدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ.

"Orang yang mati syahid ada lima, (yaitu) : orang yang (mati) terkena
penyakit tha’un, sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang terkena
reruntuhan dan orang yang syahid di jalan Allah".

6. Tanda husnul khatimah, yang khusus bagi wanita, ialah meninggal saat nifas, 
ataupun meninggal saat sedang hamil.
Dalilnya, hadits riwayat Imam Ahmad dan selainnya, dengan sanad yang
shahih dari ‘Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan beberapa syuhada’,
di antaranya : 

وَالمَـرْأَةُ يَقْتُلُهَا وَلَدُهَا جَمْعَاءُ شَهَادَةٍ، يَجُرُّهَا وَلَدُهَا 
بِسَرِرِهِ إِلَى الجَـنَّةِ.

"Dan wanita yang dibunuh anaknya (karena melahirkan) masuk golongan
syahid, dan anak itu akan menariknya dengan tali pusarnya ke Surga."

7. Meninggal karena terbakar dan radang selaput dada.
Sebagai dalilnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
menyebutkan macam-macam orang yang mati syahid, termasuk orang yang
mati terbakar. Demikian pula orang yang meninggal lantaran menderita
radang selaput dada, yaitu bengkak yang meradang, nampak pada selaput
yang ada di bagian dalam tulang-tulang rusuk.Adapun haditsnya
diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya.

8. Diantara dalil yang menjelaskan jenis kematian syahid yang lain
adalah hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan an Nasaa-i dan selain
keduanya, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قُتِلَ دُوْنَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِـيْدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ
أَهْلِِهِ فَهُوَ شَهِـيْدٌ وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ دِيْنِهِ فَهُوَ
شَهِـيْدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُوْنَ دَمِه فَهُوَ شَهِـيْدٌ.

Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka ia syahid.
Barangsiapa terbunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid.
Barangsiapa terbunuh karena membela agamanya, maka ia syahid. Dan
barangsiapa yang terbunuh karena membela darahnya, maka ia syahid.

9. Meninggal karena sedang ribath (menjaga wilayah perbatasan) di jalan Allah 
Ta`ala. 
Berdasar hadits riwayat muslim dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam 
bahwa beliau bersabda:

رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ
مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ
عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ 

"Berjaga-jaga sehari-semalam (di daerah perbatasan) lebih baik daripada
puasa beserta shalat malamnya selama satu bulan. Seandainya ia
meninggal, maka pahala amalnya yang telah ia perbuat akan terus
mengalir, dan akan diberikan rizki baginya, dan ia terjaga dari fitnah".

10. Meninggal dalam keadaan melakukan amal shalih. 
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

 مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ
خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ
وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ تَصَدَّقَ
بِصَدَقَةٍ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
رواه أحـمـد وغـيْره.

"Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah karena mencari wajah
(pahala) Allah kemudian amalnya ditutup dengannya, maka ia masuk surg.
Barangsiapa berpuasa karena mencari wajah Allah kemudian amalnya
diakhiri dengannya, maka ia masuk surga. Barangsiapa bershadaqah
kemudian itu menjadi amalan terakhirnya, maka ia masuk surga. (HR Imam
Ahmad dan selainnya)".

Demikian beberapa tanda husnul khatimah yang telah disimpulkan dari
berbagai nash. Syaikh Muhammad Nashirudin al Albani mengingatkan hal
itu di dalam kitab beliau, Ahkamul Janaiz. 

Akan tetapi, ketahuilah wahai saudara-saudaraku, bahwa terlihatnya
salah satu di antara tanda-tanda itu pada satu mayit, bukan berarti dia
pasti menjadi penduduk Surga. Namun diharapkan, itu sebagai pertanda
baik baginya. Sebagaimana jika tanda-tanda itu tidak pada satu mayit,
maka janganlah divonis bahwa seseorang ini tidak baik. Semua ini
merupakan masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah Azza wa Jalla.

PENYEBAB HUSNUL KHATIMAH 
1. Faktor terpenting, yaitu kontinyu melakukan ketaatan dan bertakwa
kepada Allah. Intinya ialah merealisasikan tauhid, menjauhi hal-hal
yang diharamkan, dan segera bertaubat dari perbuatan haram yang
melumurinya. Tindakan yang paling diharamkan adalah syirik, baik syirik
besar maupun syirik kecil. Allah k berfirman:

إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ
لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا 

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar".
[an Nisaa`: 48].

2. Hendaknya berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh agar diwafatkan dalam 
keadaan beriman dan bertakwa. 

3. Hendaknya mengerahkan segala kemampuan dalam memperbaiki diri,
secara lahir dan batinnya, niat dan maksudnya diarahkan untuk
memperbaiki diri. Ketentuan Allah di alam ini telah berlaku. Allah
memberikan taufik kepada orang yang mencari kebenaran. Allah akan
mengokohkannya di atas al haq serta menutup amalnya dengan al haq itu. 

SU`UL  KHATIMAH
Su’ul khatimah (akhir yang buruk) adalah, meninggal dalam keadaan
berpaling dari Allah Azza wa Jalla, berada di atas murkaNya serta
meninggalkan kewajiban dari Allah. 

Tidak diragukan lagi, demikian ini akhir kehidupan yang menyedihkan,
selalu dikhawatirkan oleh orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah
menjauhkan kita darinya. 

Terkadang nampak pada sebagian orang yang sedang sakaratul maut,
tanda-tanda yang mengisyaratkan su’ul khatimah, seperti : menolak
mengucapkan syahadat, justru mengucapkan kata-kata jelek dan haram,
serta menampakkan kecendrungan padanya, dan lain sebagainya. 

Kami perlu menyebutkan sebagian contoh nyata kejadian tersebut.  

Kisah yang dibawakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, al
Jawaabul Kaafi, bahwa ada seseorang saat sakaratul maut, dia
diingatkan, “Ucapkanlah : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ “ Lalu orang itu
menjawab: “Apa gunanya bagiku. Aku pun tidak pernah mengerjakan shalat
karena Allah, meskipun sekali,” akhirnya ia pun tidak mengucapkannya.

Al Hafizh Rajab rahimahullah dalam kitab Jami’ul ‘Ulum wal Hikam,
menukil dari salah satu ulama, ‘Abdul ‘Aziz bin Abu Rawwad, beliau
berkata: “Aku menyaksikan seseorang, yang ketika hendak meninggal
ditalqin (diajari) لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ . Akan tetapi, ia
mengingkarinya pada akhir ucapannya. 

Kemudian Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bertanya kepadanya tentang orang ini.
Ternyata ia seorang pecandu khamr (minuman keras). Selanjutnya Syaikh
‘Abdul ‘Aziz berkata: “Takutlah kalian terhadap perbuatan-perbuatan
dosa, karena perbuatan dosa itu yang telah menjerumuskannya”. 

Hal serupa juga diceritakan oleh al Hafizh adz Dzahabi rahimahullah,
ada seorang yang bergaul dengan pecandu khamr, maka saat ajal akan
tiba, dan ada seseorang yang datang untuk mengajarinya syahadat, ia
malah mengatakan : “Minumlah dan beri aku minum,” kemudian ia meninggal.

Al ‘Alamah Ibnul Qayyim rahimahullah bercerita mengenai seseorang yang
diketahui gemar musik dan mendendangkannya. Tatkala wafat menjemputnya,
dia diingatkan, katakanlah :لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , (tetapi) dia
justru mulai mengigau dengan lagu sampai kemudian mati tanpa
mengucapkan kalimat tauhid.

Beliau rahimahullah juga berkata: “Sebagian pedagang mengabarkan
kepadaku tentang karib-kerabatnya yang hampir meninggal, sementara
mereka di sisinya. Mereka mentalkinkan لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , namun
ia mengigau “ini murah, ini barang bagus, ini begini dan begitu,”
sampai ia meninggal dan tanpa bisa melafazhkan kalimat tauhid”.

Berikut ini, kami bawakan keterangan Ibnul Qayyim rahimahullah.
Komentar ini dibawakan setelah menyebutkan kisah-kisah di atas. Beliau
rahimahullah berkata: 

“Subhanallah, betapa banyak orang yang menyaksikan ini mendapatkan
pelajaran? Apabila seorang hamba, pada saat sadar, kuat, serta memiliki
kemampuan, dia bisa dikuasai setan, ditunggangi perbuatan maksiat yang
diinginkannya, mampu membuat hatinya lalai dari mengingat Allah Azza wa
Jalla, menahan lisannya dari dzikir, dan (begitu pula) anggota badannya
dari mentaatiNya, lalu bagaimana kiranya ketika kekuatannya melemah,
hati dan jiwanya kacau karena sakitnya naza’ (tercabutnya nyawa) yang
sedang dia alami? Sementara saat itu, setan mengerahkan seluruh
kekuatan dan konsentrasinya, dan menghimpun semua kemampuannya untuk
mencuri kesempatan. Sesungguhnya ini adalah klimaks. Saat itu, hadir
setan yang terkuat, sementara si hamba dalam kondisi paling lemah.
Siapakah yang selamat? 

Pada saat kondisi ini:
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki". [Ibrahim : 27].

Maka, orang yang dilalaikan hatinya dari mengingat Allah, (selalu)
memperturutkan nafsunya dan melampaui batas, bagaimana mungkin diberi
petunjuk agar husnul khatimah? Orang yang hatinya jauh dari Allah Azza
wa Jalla, lalai dariNya, mengagungkan nafsunya, menyerahkan kepada
syahwatnya, lisannya kering dari dzikir, serta anggota badannya
terhalang dari ketaatan dan sibuk dengan maksiat, maka mustahil diberi
petunjuk agar akhir kehidupannya baik (husnul khatimah).

SU`UL KHATIMAH MEMPUNYAI DUA TINGKATAN
1. Tingkatan terbesar dan terjelek. 
Yaitu orang yang hatinya penuh dengan keraguan dan penentangan saat
sakaratul maut, kemudian ia mati dalam keadaan seperti ini, Maka, hal
ini akan menjadi penghalang antara dia dan Allah.

2. Tingkatan yang lebih rendah. 
Yaitu orang yang hatinya cenderung kepada urusan dunia atau keinginan
syahwatnya, lalu keinginan ini tergambar di dalam hatinya saat
sakaratul maut. Biasanya, seseorang meninggal dalam kondisi yang biasa
ia lakoni pada kehidupan nyatanya. Jika jelek, maka akhirnya juga
jelek. Semoga Allah melindungi kita dari keduanya. 

SEBAB-SEBAB SU`UL KHATIMAH 
Dari uraian ini, maka nampak jelas, bahwa penyebab su’ul khatimah
adalah, lawan dari penyebab husnul khatimah yang telah disebutkan. 

Penyebab utamanya adalah kerusakan aqidah. Di antara penyebabnya juga
adalah, rakus terhadap dunia, mencarinya dengan cara-cara haram,
berpaling dari jalan kebaikan, serta terus-menerus melakukan perbuatan
maksiat. 

PENUTUP 
Semoga Allah melindungi kita dari su’ul khatimah. Seseorang yang amalan
lahirnya baik, serta batinnya juga senantiasa bersama Allah, jujur
dalam perkataan dan perbuatan, maka dia tidak akan mengalami su’ul
khatimah. Sebaliknya, su’ul khatimah akan dialami oleh orang yang
aqidahnya rusak, amalan lahirnya pun rusak, berani melakukan dosa-dosa
besar, bahkan mungkin dia malakukan itu sampai ajal menjemput tanpa
sempat bertaubat.

Karena itu, selayaknya bagi orang yang berakal agar mewaspadai
ketergantungan hatinya terhadap perbuatan-perbuatan haram, dan
mengharuskan hati, lisan serta anggota badannya untuk mengingat Allah
Azza wa Jalla dan tetap taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di
manapun berada.

Ya Allah, jadikanlah amal terbaik kami sebagai penutup amal kami.
Jadikanlah umur terbaik kami sebagai akhirnya. Dan jadikanlah hari
terbaik kami sebagai hari kami menjumpaiMu.

Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk melaksanakan berbagai kebaikan dan 
menjauhi semua kemungkaran.

Diterjemahkan dari kutaib, Husnul Khatimah wa Su-uha, al Ma’na, al
‘Alamat, al Asbab, Khalid bin ‘Abdurrahman asy Syayi’. Dar Balansiah
Cet. I Th. 1422 H/2001 M. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03//Tahun X/1427H/2006M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]                                       
  


------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar