Senin, 14 Juli 2014

Muhammad Nashiruddin Al-Albani



Lahir 1914
Shkoder (Askhodera), Albania
Meninggal 1999
Yordania
Era Era modern
Tradisi Ahlussunnah (Sunni) / Salafiyah (Pengikut Salaf)
Minat utama Pemurnian syariat Islam sesuai ajaran Muhammad
Muhammad Nashiruddin al-Albani (Arab: محمد ناصر الدين الألباني) (lahir di Shkoder, Albania1914 / 1333 H – meninggal di Yordania; 1 Oktober 1999 / 21 Jumadil Akhir 1420 H; umur 84–85 tahun) adalah seorang ulama Hadits terkemuka dari era kontemporer (abad ke-20) yang sangat berpengaruh, dikenal di kalangan kaum Muslimin dengan nama Syaikh al-Albani atau Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, sebutan al-Albani ini merujuk kepada daerah asalnya yaitu Albania. Lahir pada tahun 1914 di Askhodera, Albania. Syaikh al-Albani adalah seorang ulama besar Sunni dan asli berdarah Balkan, Eropa. Menelurkan banyak karya monumental di bidang hadits dan fiqh (fikih) serta banyak dijadikan rujukan oleh ulama-ulama Islam di masa sekarang. Pernah menjadi dosen selama tiga tahun di Universitas Islam Madinah dan kemudian dilanjutkan dengan menjabat sebagai dewan tinggi Universitas Islam Madinah. Meraih penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab Saudi, yaitu piagam internasional King Faisal pada tahun 1999 atas karya-karya ilmiahnya. Meninggal pada tahun 1999 di Yordania.[1][2][3][4]

Pertumbuhan

Nama lengkapnya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin bin Nuh an-Najati al-Albani, nama kunyahnya adalah Abu Abdurrahman (anak pertamanya bernama Abdurrahman) dan akrab di telinga umat Islam dengan nama Syaikh al-Albani, sedangkan al-Albani sendiri adalah penyandaran terhadap negara asalnya yaitu Albania. Syaikh al-Albani dilahirkan pada tahun 1914 di Kota Askhodera (Shkoder), sebuah distrik pemerintahan di Albania. Perlu diketahui bahwa Albania pada masa itu masih termasuk negara yang menerapkan undang-undang Islam, sebagaimana halnya ketika daerah itu masih menjadi bagian dari kekuasaan Kesultanan Ottoman, meskipun kemudian merdeka setelah Kesultanan Ottoman mengalami masa kemundurannya. Ayahnya adalah seorang ulama di sana, yaitu al-Hajj Nuh an-Najati (Haji Nuh, nama lengkapnya: Nuh bin Adam an-Najati al-Albani). Haji Nuh adalah salah satu pemuka Mazhab Hanafi di Albania dan begitu ahli di bidang ilmu syar'i yang didalaminya di Istanbul, Ibukota Kesultanan Ottoman.
Saat ideologi komunis menguasai daerah Balkan, hingga salah seorang pemimpinnya yaitu Ahmet Zog (Zog dari Albania) naik takhta, terjadilah suatu peristiwa yang kelak akan mengebiri Albania dari identitas negara Islamnya, yaitu pensekuleran undang-undang oleh Ahmet Zog. Pola politik ala Stalin mulai diterapkan di Albania, banyak terjadi perombakan undang-undang secara menyeluruh, bahkan lafadz Azan yang sangat sakral bagi umat Islam pun dipaksa untuk diucapkan dalam bahasa Albania. Maka semenjak itu menjadi maraklah gelombang pengungsian orang-orang yang masih dengan teguh mengadopsi nilai-nilai keislamannya, salah satu dari orang-orang itu adalah keluarga Haji Nuh yang memutuskan untuk migrasi ke Damaskus, ibu kota Syiria yang ketika itu masih menjadi bagian dari wilayah Syam, saat itu Syaikh al-Albani baru berusia 9 tahun.[5]
Syaikh al-Albani tumbuh besar dan memulai lembaran-lembaran hidupnya di kota ini, latar belakangnya adalah berasal dari keluarga yang miskin, meskipun begitu pendidikan agama tetap menjadi acuan utama dalam kehidupan keluarganya. Oleh ayahnya, al-Albani kecil dimasukkan ke sebuah sekolah setingkat SD (sekolah dasar), yaitu al-Is'af al-Khairiyah al-Ibtidaiyah di Damaskus, lalu ayahnya memindahkannya ke sekolah lain. Di sekolah keduanya inilah ia selesaikan pendidikan dasar formalnya. Ayahnya tak memasukkan dirinya ke sekolah tingkat lanjutan, karena Haji Nuh memandang bahwa sekolah akademik dengan kurikulum formal ternyata tidak memberikan manfaat yang besar selain sekadar mengajari seorang anak belajar membaca, menulis, dan pendidikan wawasan serta akhlak yang sangat rendah mutunya. Namun bukan ternyata tak sampai di sini saja, demi program pendidikan yang lebih kuat dan terarah, ayahnya pun membuatkan kurikulum untuknya yang lebih fokus. Melalui kurikulum tersebut, Syaikh al-Albani mulai belajar al-Qur'an dan tajwidnya, ilmu sharaf, dan fiqih melalui mazhab Hanafi, karena ayahnya adalah ulama mazhab tersebut. Selain belajar melalui ayahnya, tak luput pula Syaikh al-Albani belajar dari ulama-ulama di daerahnya. Syaikh al-Albani pun mulai mempelajari buku Maraaqi al-falaah, beberapa buku Hadits, dan ilmu balaghah dari gurunya, Syaikh Sa'id al-Burhaani. Selain itu, ada beberapa cabang ilmu yang lain yang dipelajarinya dari Imam Abdul Fattah, Syaikh Taufiq al-Barzah, dan lain-lain.
Membaca adalah hobi yang digandrunginya sejak kecil, waktu-waktu luang tak akan berlalu begitu saja melainkan akan dimanfaatkan untuk membaca. Proses belajar terus dijalaninya seiring dengan usianya yang semakin dewasa, ayahnya pun juga membekalinya keahlian dalam hal pekerjaan untuk menjadi modal mencari nafkahnya kelak, yaitu keahlian sebagai tukang kayu dan tukang reparasi jam. Tukang kayu adalah profesi awalnya, kemudian ia mengalihkan kesibukannya sebagai tukang reparasi jam, yang mana Syaikh al-Albani sangat mahir dalam bidang ini sebagaimana ayahnya. Karena keahlian reparasi jamnya sangat terkenal, hingga julukan as-Sa'ti (tukang reparasi jam) pun tersemat kepadanya saat itu.

Menuju Ilmu Hadits

Pada umur 20-an tahun, pandangan Syaikh al-Albani muda tertuju kepada Majalah al-Manar terbitan Muhammad Rasyid Ridha di salah satu toko yang dilaluinya. Dilihatnya majalah itu, kemudian dibukanya lembar demi lembar hingga terhentilah perhatiannya pada sebuah makalah studi kritik hadits terhadap Ihya' Ulumuddin (karangan al-Ghozali) dan hadits-hadits yang ada di dalamnya. "Pertama kali aku dapati kritik begitu ilmiah semacam ini", ungkap Syaikh al-Albani ketika mengisahkan awal mula terjunnya ke dunia hadits secara mendalam. Rasa penasaran membuatnya ingin merujuk secara langsung ke kitab yang dijadikan referensi makalah itu, yaitu kitab al-Mughni 'an Hamlil Asfar, karya al-Hafizh al-Iraqi. Namun, kondisi ekonomi tak mendukungnya untuk membeli kitab tersebut. Maka, menyewa kitab pun menjadi jalan alternatifnya. Kitab yang terbit dalam 3 jilid itu pun disewa kemudian disalin dengan pena tangannya sendiri, dari awal hingga akhir. Itulah aktivitas pertamanya dalam ilmu hadits, sebuah salinan kitab hadits. Selama proses menyalin itu, tentunya menjadikan Syaikh al-Albani secara tak langsung telah membaca dan menelaah kitabnya secara mendalam, yang mana dari hal ini menjadikan perbendaharaan wawasan yang ada pada Syaikh al-Albani pun bertambah, dan ilmu hadits menjadi daya tarik baginya.
Ilmu hadits begitu luar biasa memikat Syaikh al-Albani, sehingga menjadi pudarlah ideologi mazhab Hanafi yang ditanamkan ayahnya kepadanya, dan semenjak saat itu Syaikh al-Albani bukan lagi menjadi seorang yang mengacu pada mazhab tertentu (bukan lagi menjadi seorang yang fanatik terhadap mazhab tertentu), melainkan setiap hukum agama yang datang dari pendapat tertentu pasti akan ditimbangnya dahulu dengan dasar dan kaidah yang murni serta kuat yang berasal dari sunah Nabi Muhammad/hadits. Kesibukan barunya pada hadits ini mendapat kritikan keras dari ayahnya, bahwasanya "ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit", demikian ungkap ayahnya ketika mengomentari Syaikh al-Albani. Semakin terpikatnya Syaikh al-Albani terhadap hadits Nabi, itulah kata yang tepat baginya. Bahkan hingga toko reparasi jamnya pun memiliki dua fungsi, sebagai tempat mencari nafkah dan tempat belajar, dikarenakan bagian belakang toko itu sudah diubahnya sedemikian rupa menjadi perpustakaan pribadi. Bahkan waktunya mencari nafkah pun tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan waktunya untuk belajar, yang pada saat-saat tertentu hingga (total) 18 jam dalam sehari untuk belajar, di luar waktu-waktu salat dan aktivitas lainnya.[6]
Syaikh al-Albani pun secara rutin mengunjungi perpustakaan azh-Zhahiriyyah di Damaskus untuk membaca buku-buku yang tak biasanya didapatinya di toko buku. Dan perpustakaan pun menjadi laboratorium umum baginya, waktu 6-8 jam bisa habis di perpustakaan itu, hanya keluar di waktu-waktu salat, bahkan untuk makan pun sudah disiapkannya dari rumah berupa makanan-makanan ringan untuk dinikmatinya selama di perpustakaan. Selain itu, Syaikh al-Albani juga menjalin persahabatan dengan pemilik-pemilik toko buku (karena saking seringnya Syaikh al-Albani mengunjungi toko bukunya untuk membaca-baca), hal ini memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang diinginkannya karena keterbatasan hartanya untuk membelinya, dan di saat ada orang yang hendak membeli buku yang dipinjamnya, maka buku tersebut dikembalikan. Bertahun-tahun masa-masa ini dilaluinya bersama sepeda sederhana yang biasa digunakannya untuk keperluan bepergian.
Syaikh al-Albani sering mengambil sobekan kertas dari jalan, biasanya berupa kartu undangan pernikahan yang dibuang, yang kemudian akan digunakannya sebagai alat mencatat, hal ini adalah bentuk penghematannya karena keterbatasan Syaikh al-Albani dalam harta. Seringkali pula dibelinya potongan-potongan kertas dari tempat pembuangan, yang mana dengan cara ini Syaikh al-Albani bisa membeli kertas dengan harga murah dan dalam jumlah yang cukup banyak, kemudian dibawanya ke rumah dan kertas-kertas itu kemudian dipilahnya yang masih bisa digunakan untuk kemudian dipakainya sebagai alat mencatat.
Suatu hari di perpustakaan azh-Zhahirriyyah, selembar kertas hilang dari manuskrip yang digunakan Syaikh al-Albani untuk belajar. Kejadian ini menjadikannya mencurahkan seluruh perhatian untuk membuat katalog dari seluruh manuskrip hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan. Dan karena sebab ini, Syaikh al-Albani pun mendapatkan banyak sekali ilmu dari ribuan manuskrip hadits yang disalinnya. Kehebatannya ini dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh Dr. Muhammad Mustafa A'dhami pada pendahuluan "Studi Literatur Hadits Awal", di mana Dr. Muhammad Mustafa A'dhami mengatakan: "Saya mengucapkan terima kasih kepada Syaikh Nashiruddin al-Albani, yang telah menempatkan keluasan ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya", hal ini dikarenakan Dr. Muhammad Mustafa A'dhami memanfaatkan perpustakaan itu untuk penyelesaian doktoralnya, dan ternyata apa yang didapatkannya dari manuskrip-manuskrip hasil kerja keras Syaikh al-Albani dulunya menghasilkan kekaguman dari para pembimbingnya.
Tak cukup dengan belajar sendiri, Syaikh al-Albani pun sering ikut serta dalam seminar-seminar ulama besar semacam Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar yang sangat ahli dalam bidang hadits dan sanad. Didatanginya pula majelis-majelis ilmu Syaikh Bahjat al-Baitar dan Syaikh al-Albani pun banyak mengambil manfaat darinya, dari majelis serta diskusi-diskusi ini mulai tampaklah kejeniusan Syaikh al-Albani dalam sains hadits. Suatu ketika ada seorang ahli hadits, al-musnid (ahli sanad), sekaligus sejarawan dari Kota Halab (Aleppo) tertarik kepadanya, beliau adalah Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh yang kagum terhadap kecerdasan Syaikh al-Albani. Syaikh at-Tabbakh berupaya menguji hafalan serta pengetahuan Syaikh al-Albani terhadap ilmu mustholah hadits, dan hasilnya pun sangat memuaskan. Maka turunlah sebuah pengakuan dari Syaikh at-Tabbakh, yaitu al-Anwar al-Jaliyyah fi Mukhtashar al-Atsbat al-Hanbaliyyah, sebuah ijazah sekaligus sanad yang bersambung hingga Imam Ahmad bin Hanbal (yang melalui jalur Syaikh at-Tabbakh). Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang Imam ahli hadits di antara Imam yang empat (Hanafi, Malik, Syafi'i, dan Ahmad), Imam Ahmad adalah murid Imam Syafi'i (dalam hal fiqh) sekaligus guru Imam Syafi'i (dalam hal ilmu hadits), dan Imam Ahmad juga merupakan guru yang paling berpengaruh bagi Imam Bukhari (sang bapak muhadits).
Syaikh al-Albani mulai melebarkan hubungannya dengan ulama-ulama hadits di luar negeri, senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, ada di antaranya yang berasal dari India, Pakistan, dan negara-negara lain. Mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan Syaikh Muhammad Zamzami dari Maroko, Syaikh 'Ubaidullah Rahman (pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih), dan juga Syaikh Ahmad Syakir dari Mesir, bahkan mereka berdua (Syaikh al-Albani dan Syaikh Ahmad Syakir) terlibat dalam sebuah diskusi dan penelitian mengenai hadits. Syaikh al-Albani juga bertemu dengan ulama hadits terkemuka asal India, yaitu Syaikh Abdus Shomad Syarafuddin yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan al-Kubra karya Imam an-Nasai, kemudian juga karya Imam al-Mizzi yang monumental yaitu Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan pengakuan atas keyakinan beliau bahwa Syaikh al-Albani adalah ulama hadits terhebat pada masa itu.
Pada tahun 1962, Syaikh al-Albani mendapatkan panggilan dari Universitas Islam Madinah yang ketika itu dipimpin oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, rektor Universitas tersebut yang sekaligus menjabat sebagai mufti (penasihat) Kerajaan Arab Saudi, dan Syaikh al-Albani direncanakan akan diangkat menjadi dosen di sana. Di sana Syaikh al-Albani mengajar ilmu Hadits dan fiqh Hadits di fakultas pascasarjana, bahkan menjadi Guru Besar ilmu Hadits. Kemudian pada tahun 1975, Syaikh al-Albani diangkat menjadi dewan tinggi Universitas Islam Madinah selama tiga tahun hingga kemudian memutuskan kembali pulang ke negaranya. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz memberikan komentar atas Syaikh al-Albani, "Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang sangat alim (berilmu) dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani", demikian ungkap beliau.
Ketika percobaan pendudukan Israel atas Palestina di Yerusalem (saat itu Yerusalem belum diduduki Israel), Syaikh al-Albani mendapatkan paspor (izin) untuk pergi ke Yerusalem di Palestina, di sana Syaikh al-Albani menjadi mentor para pejuang Al-Quds yang tergabung di dalam brigade Izzuddin al-Qossam dan mengajari mereka sunah-sunah Nabi dalam berjihad serta syariat berjihad, di sana disempatkannya pula untuk salat di Masjidil Aqsa bersama para pemuda yang berjuang di Yerusalem tersebut. Ketika Syaikh al-Albani hendak bergabung dalam barisan pejuang pembebasan Al-Quds, hal ini pun segera diketahui oleh pemerintah negerinya dan serta merta mencabut izin ke luar negeri milik Syaikh al-Albani dan dengan segera memulangkannya. Sedangkan di lain sisi, pemerintah Syam seakan menggantikan posisi Syaikh al-Albani dengan bergabungnya tentara Syam ke dalam koalisi Arab untuk melawan Israel dan Amerika, dan dari hal ini menjadikan sebagian wilayah Syam pun meluas karena resmi terlepas dari pendudukan Israel yang sebelumnya telah melakukan pemekaran wilayah ke daerah selatan dan sempat menguasai sebagian wilayah Syam.
Semakin mendalam mempelajari ilmu hadits, semakin ahli pula dalam bidang hadits, hingga ribuan hadits dipelajari Syaikh al-Albani dengan studi ilmiah yang sangat luar biasa kejelian serta ketelitiannya. Karya-karyanya mencapai lebih dari 200 buah buku, yang kecil maupun yang besar (tebal), bahkan ada yang berjilid-jilid, yang lengkap maupun yang belum, yang sudah dicetak maupun yang masih berbentuk manuskrip. Selama hidupnya, Syaikh Albani menghafal al-Qur'an dan ratusan ribu hadits beserta sanad sekaligus matan dan rijalnya, beliau juga telah banyak meneliti dan men-ta'liq puluhan ribu silsilah perawi hadits (sanad) pada hadits-hadits yang sudah tak terhitung jumlahnya secara pasti, dan menghabiskan waktu enam puluh tahun untuk belajar buku-buku hadits, sehingga seakan-akan buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus jalan Syaikh al-Albani untuk berhubungan dengan ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab tersebut).[7]

Beberapa Tugas Ilmiah dan Dakwah yang Pernah Diemban

  • Setelah menganalisis hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama hadits asal India, yaitu Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami (kepala Ilmu Hadits di Mekkah), memilih Syaikh al-Albani untuk memeriksa dan mengoreksi kembali analisis yang dilakukan Syaikh Muhammad Musthofa A'dhami, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid lengkap dengan ta'liq (catatan) dari keduanya, yaitu Syaikh A'dhami maupun Syaikh al-Albani. Ini merupakan bentuk penghormatan dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh al-Albani.
  • Universitas Damaskus Fakultas Syari'ah memilih Syaikh al-Albani untuk melakukan studi hadits dalam bab fiqh jual-beli dalam Mausu'ah (ensiklopedi) Fiqh Islam.
  • Terpilih sebagai dewan tinggi "Dewan Hadits" yang dibentuk oleh pemerintah Mesir-Syiria (di masa persatuan) untuk mengawasi penyebaran buku-buku hadits dan tahqiqnya.
  • Sebagai salah satu bentuk pengakuan ulama Arab terhadap keilmuannya, pihak Universitas Islam Madinah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Syaikh al-Albani bertugas selama 3 tahun, kemudian diangkat sebagai anggota majelis al-A'la (dewan tinggi) Universitas Islam Madinah. Saat berada di sana Syaikh al-Albani menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba di mana dosen-dosen lain menikmati hidangan teh dan kurma, Syaikh al-Albani lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan. Hubungannya dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan semata hubungan guru dan murid saja. Syaikh al-Albani juga pernah diminta oleh Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits pada pendidikan pascasarjana di Universitas Makkah al-Mukarramah, namun karena beberapa hal maka keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya yang besar terhadap ilmu agama, Syaikh al-Albani pun mendapatkan sebuah penghargaan tertinggi dari kerajaan Arab Saudi yaitu piagam internasional King Faisal pada tahun 1999.
  • Pada edisi dari himpunan hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit Maktabah Islamy meminta Syaikh al-Albani untuk memeriksa pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan di Misykah al-Mashabih: "Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada tempat-tempat yang diperlukan, serta membetulkan kesalahan-kesalahan..."
  • Perhatian Syaikh al-Albani terhadap kasus Palestina sangatlah besar. Syaikh al-Albani pernah secara langsung turun ke Yerusalem dan menjadi mentor untuk mengajari ilmu syar'i bagi Brigade Izzuddin al-Qossam, bahkan hampir juga Syaikh al-Albani berjuang di sana sebelum pemerintah di negerinya mengetahui hal ini dan serta merta memulangkan Syaikh al-Albani. Syaikh al-Albani senantiasa mengikuti perkembangan Palestina, hingga pernah difatwakan juga olehnya dan fatwa ini ditujukan kepada warga Gaza pada khususnya, agar sebaiknya hijrah ke luar dari wilayah Gaza dan masuk ke negeri muslim terdekat untuk menegakkan ibadah serta mengumpulkan kekuatan, sebagaimana hijrahnya para Sahabat Nabi ke Etiopia atau hijrahnya Nabi serta sebagian Sahabat yang lainnya ke Kota Madinah ketika di Kota Mekkah kaum muslimin mendapat tekanan yang keras dan larangan beribadah oleh para penyembah berhala, dan kemudian kembali lagi ke Mekkah pada peristiwa Fathu Makkah (Pembukaan/Penaklukan kota Mekkah). Hal ini dikarenakan pada waktu itu pemerintah militer Israel melarang adanya kegiatan azan dan salat bagi kaum muslimin secara terang-terangan ketika mereka menduduki Jalur Gaza, dan di sisi lain warga Gaza pun dalam keadaan lemah serta belum mampu berbuat apa-apa. Meskipun begitu, banyak kalangan yang mengkritisi keluarnya fatwa ini dan menuduh Syaikh al-Albani dengan berbagai macam tuduhan yang buruk.
  • Dan masih sangat banyak lagi yang lainnya...

Karya-karya

Tercatat kurang lebih 200 karya mulai dari ukuran satu jilid kecil, besar, hingga yang berjilid-jilid, baik yang berbentuk karya tulis pena, takhrij (koreksi hadits) pada karya orang lain, buku khusus takhrij hadits, maupun tahqiq (penelitian atas kitab tertentu dari segala macam sisinya), lalu dituangkan dalam catatan kaki dalam kitab tersebut. Sebagiannya telah lengkap, sebagiannya lagi belum sempurna (karena wafat), dan sebagiannya lagi sudah sempurna namun masih dalam bentuk manuskrip (belum dicetak dan diterbitkan). Beberapa di antaranya yang paling populer serta monumental adalah:
  1. Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah wa Syai'un min Fiqiha wa Fawaaidiha (9 jilid), karya ini berisikan studi ilmiah terhadap hadits-hadits Nabi untuk dinyatakan shahih sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah disepakati ulama ahli hadits sepanjang zaman. Berdasarkan penomoran terakhir dari kitab itu, jumlah hadits yang tertera adalah 4.035 buah.
  2. Silsilah al-Ahaadits adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi' fil Ummah (14 jilid), karya ini berisikan studi ilmiah atas hadits-hadits untuk dinyatakan lemah atau palsu sesuai dengan kaidah musthalah hadits yang telah disepakati ulama ahli hadits sepanjang zaman. Rata-rata setiap jilidnya berisikan 500 buah hadits.
  3. Irwa'ul Ghalil (8 jilid), kitab ini berisikan takhrij (studi ilmiah) atas hadits-hadits dalam kitab Manarus Sabil. Berdasarkan penomoran hadits di jilid terakhir, jumlah haditsnya sebanyak 2.707 buah.
  4. Shahih & Dha'if Jami' ash-Shaghir wa Ziyadat ihi, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan as-Suyuthi lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif. Tercatat, yang shahih berjumlah 8.202 hadits dan yang tidak shahih berjumlah 6.452 hadits.
  5. Shahih Sunan Abu Dawud dan Dhaif Sunan Abu Dawud, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Abu Dawud lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 5.274 buah.
  6. Shahih Sunan at-Tirmidzi dan Dhaif Sunan at-Tirmidzi, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Tirmidzi lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 3.956 buah.
  7. Shahih Sunan an-Nasa'i dan Dhaif Sunan an-Nasa'i, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Nasai lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 5.774 buah.
  8. Shahih Sunan Ibnu Majah dan Dhaif Sunan Ibnu Majah, kedua kitab ini berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Ibnu Majah lalu Syaikh al-Albani memberikan keterangan hukum pada setiap hadits dengan hukum yang sesuai, apakah shahih ataukah dhoif atau yang lainnya, dengan total jumlah hadits sebanyak 4.341 buah.
Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti misalnya (yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia):
  1. Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah,
  2. Ahkaamul Janaaiz,
  3. Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil,
  4. Tamaamul Minnah fi Ta’liq 'Alaa Fiqh Sunnah,
  5. Shifat Shalat Nabi shallahu'alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha (berisi tuntunan-tuntunan dalam melaksanakan salat sebagaimana yang tertera dalam hadits Nabi),
  6. Shahih At-Targhib wat Tarhiib,
  7. Dha’if At-Targhib wat Tarhiib,
  8. Fitnatut Takfiir (kitab ini memuat hadits-hadits dan penjelasan ulama besar masa lampau tentang bahaya dari mudah/gegabah dalam mengkafirkan seseorang),
  9. Jilbaab Al-Mar’atul Muslimah,
  10. Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa 'alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman (kitab ini memuat hadits yang berbentuk riwayat-riwayat kabar tentang kedatangan Dajjal dan turunnya Nabi Isa di akhir zaman),
  11. Dan lain-lain.
Semua ini adalah sebuah realisasi proyek besar Syaikh al-Albani yang disebutnya dengan "Taqribus Sunnah Baina Yadayil Ummah" (Mendekatkan Sunnah Kehadapan Ummat), tujuannya adalah memudahkan ummat secara umum untuk mengambil hadits Nabi yang shahih secara instan tanpa harus kepayahan untuk mempelajarinya terlebih dahulu. Agar ummat lebih akrab dengan hadits Nabi yang shahih dan lebih mudah untuk mendapatkannya, namun di sisi lain Syaikh al-Albani pun juga menuliskan kitab yang berisikan kaidah-kaidah ilmu hadits yang sudah disepakati oleh para ulama ahlul hadits sepanjang zaman, tentunya ini adalah bagi mereka yang tertarik juga untuk mempelajari ilmu hadits.[8]

Cara Pandang

Syaikh al-Albani sangat aktif di medan dakwah dan sangat memerangi metode taklid, taklid yaitu menerima apa pun yang dikatakan seseorang (biasanya ulama atau ahli ilmu) tanpa mempertanyakan keabsahan dasar penyandaran hukumnya. Ayahnya cenderung senantiasa mengarahkannya kepada mazhab Hanafi untuk kemudian menjadi ulama mazhab Hanafi mengikuti jejak ayahnya, namun ternyata yang terjadi adalah lain dari apa yang diharapkan oleh ayahnya. Ketekunan terhadap ilmu hadits menyebabkan Syaikh al-Albani tidak mau terikat dengan mazhab tertentu. Bahkan secara prinsip, Syaikh al-Albani terikat dengan 4 mazhab sekaligus, yaitu dalam hal penyandaran hukum, yaitu menyandarkan semua syariat kepada al-Qur'an dan as-Sunnah (hadits) dengan dibimbing pemahaman para Salafusshalih (para Sahabat Nabi).
Sebagaimana Islam yang satu di atas pemahaman yang satu dan murni sebagaimana Islam di masa Nabi dan para Sahabatnya, maka metode memurnikan ajaran Islam dengan cara kembali pada pemahaman para Sahabat Nabi dalam menerapkan syariat Islam dan memahami al-Qur'an serta as-Sunnah adalah satu-satunya cara untuk mempersatukan umat yang saat ini terpecah-pecah akibat dari adanya hizbi (partai atau kelompok), sekte, maupun aliran yang bermacam-macam. Dan bahkan dengan adanya perbedaan mazhab Imam pun bisa memecah belah kesatuan umat. Akibat dari perpecahan ini adalah menjadi lemahlah kekuatan ukhuwah ummat dan sangat mudah diprovokasi oleh orang-orang yang memusuhi Islam.
  • Sebagaimana perkataan Imam Malik:
"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah maka ambillah, dan bila tidak sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, maka tinggalkanlah..." (Muqaddimah al-Muwaththo', karya Imam Malik).
  • Atau perkataan Imam Syafi'i:
"Apabila telah shahih suatu hadits, maka itulah mazhabku" (Hilyatul Aulia I/475 - Abu Nu'aim, dishahihkan oleh Imam an-Nawawi (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam al-Majmu I/63, dibawakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam Tawali Ta'sis hal. 109, dan ditakhrij secara khusus oleh al-Imam as-Subki (ulama besar Mazhab Syafi'i) dalam kitab Ma'na Qaulil Imam al-Muthallibi Idza Shahhal Haditsu Fahuwa Mazhabi).
  • Dan juga perkataan yang lain dari Imam Syafi'i:
"Setiap apa yang aku katakan lalu ada hadits shahih dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang menyelisihi ucapanku, maka hadits lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taklid kepadaku" (Hilyatul Aulia' IX/106-107 - Abu Nu'aim) Yang dari perkataan-perkataan di atas cukup menggambarkan bahwasanya Imam Mazhab pun sebenarnya tak ingin diambil ilmunya secara membabi buta tanpa menelitinya terlebih dahulu apakah sesuai dengan kaidah Nabi (hadits/as-Sunnah) ataukah tidak.
Syaikh al-Albani sangat getol menyerukan manhaj (metode beragama) para Salaf (para pendahulu/generasi pertama umat Islam/para Sahabat Nabi). Syaikh al-Albani mengadopsi metode yang murni, yaitu memahami syariat pada hakikat asalnya, sebagaimana yang dilakukan Nabi dan para Sahabat, tanpa penafsiran-penafsiran yang tak diperlukan dan bahkan menyeleweng dari hakikat asalnya. Meskipun begitu, tetap hal semurni ini tak menghindarkannya dari hujatan, Syaikh al-Albani pun kemudian banyak dimusuhi oleh ulama-ulama yang fanatik terhadap mazhab tertentu, yang mana masing-masing dari mereka merasa dirugikan.[9]

Cobaan Dipenjara

Dalam dakwahnya, tak jarang Syaikh al-Albani mengalami tentangan-tentangan yang keras dari orang-orang yang memusuhinya. Dan sebagai buahnya, Syaikh al-Albani pun pernah merasakan dinginnya lantai penjara dikarenakan fitnah yang menerpanya, pertama pada tahun 1967 Syaikh al-Albani mendekam selama 2 bulan di penjara, dan yang kedua selama 6 bulan. Syaikh al-Albani dilepaskan dari penjara dan tuntutan yang mengarah kepadanya dicabut, kesemuanya adalah dikarenakan tuduhan yang disematkan kepadanya tidak pernah terbukti.

Wafatnya

Di akhir-akhir masa usianya, Syaikh al-Albani melemah hingga mengalami sakit dan sempat beberapa kali masuk rumah sakit. Sesekali Syaikh al-Albani keluar rumah sakit dalam kondisi yang tampak sehat. Pada akhir sakitnya, Syaikh al-Albani dibawa ke rumah sakit di Yordania untuk menjalani perawatan yang intensif. Pada hari sabtu tanggal 2 Oktober 1999, beberapa saat sebelum magrib, Syaikh al-Albani pun mengembuskan nafas terakhirnya. Jenazahnya diurus dengan sangat cepat, meskipun berita wafatnya Syaikh al-Albani telah ditekan dari penyebarannya, namun ternyata di luar dugaan, lebih dari 5.000 orang datang kemudian menyalati dan mengiringi penguburan jenazah Syaikh al-Albani.[10]

Perkataan Para Ulama Tentangnya

  • Syaikh Muhammad bin Ibrahim alu-Syaikh berkata: "Ia adalah ulama ahli sunnah yang senantiasa membela al-Haq dan menyerang ahli kebatilan."
  • Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi (penulis kitab tafsir Adhwa'ul Bayan). Diriwayatkan dari Abdul Aziz al-Haddah (murid Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi) berkata: "Sesungguhnya al-'Allamah (yang sangat berimu) Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi sangat menghormati Syaikh al-Albani dengan penghormatan yang luar biasa. Sampai-sampai apabila beliau melihat Syaikh al-Albani lewat ketika beliau sedang mengajar di Masjid Nabawi, beliau pun memutus sebentar pelajarannya lalu berdiri dan memberikan salam kepada Syaikh Albani dalam rangka menghormatinya."
  • Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz berkata: "Aku belum pernah melihat di kolong langit pada saat ini orang yang alim dalam ilmu hadits seperti al-'Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani.” Saat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya tentang hadits Rasulullah shallahu’alaihi wasallam: "Sesungguhnya Allah akan membangkitkan dari umat ini setiap awal seratus tahun seorang mujaddid yang akan mengembalikan kemurnian agama ini", beliau (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz) pun ditanya siapakah mujaddid abad ini. Beliau menjawab: "Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, beliaulah mujaddid abad ini dalam pandanganku (menurutku), dan Allah lebih mengetahui (tentang hal ini)."
  • Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: "Beliau adalah alim (orang berilmu) yang memilki ilmu yang sangat luas dalam bidang hadits baik dari sisi riwayat maupun dirayat, seorang ulama yang memilki penelitian yang dalam dan hujjah yang kuat."
  • Syaikh Muqbil bin Hadi al-wadi'i berkata: "yang saya yakini bahwa Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, semoga Allah menjaganya, tergolong pembaharu (pemurni), yang tepat baginya sabda Rasul (yang artinya): Sesungguhnya Allah akan membangkitkan pada penghujung tiap seratus tahun seseorang yang akan memurnikan untuk umat ini agamanya."

Guru-gurunya

  • Al-Hajj Nuh bin Adam al-Albani (ayahnya, seorang ulama Albania),
  • Syaikh Sa'id al-Burhaani,
  • Imam Abdul Fattah,
  • Syaikh Taufiq al-Barzah,
  • Syaikh Muhammad Bahjat al-Baitar,
  • Syaikh Muhammad Raghib at-Tabbakh,
  • Dan lain-lain.

Murid-muridnya

  • Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu Nasr,
  • Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly,
  • Syaikh Ali bin Hassan al-Halabi,
  • Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini
  • Syaikh Muqbil bin Hadi al-wadi'i,
  • Syaikh 'Ashim bin Abdillah Alu Ma'mar al-Qoryuthi,
  • Syaikh Dr. Amin al-Mishri,
  • Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali,
  • Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Salman,
  • Syaikh Abu Ahmad Muhammad Nashir at-Turmaniniy,
  • Dan lain-lain.

Pranala luar

Situs-situs berikut menyediakan unduhan kitab-kitab karya Syaikh al-Albani:

Referensi

  1. ^ "Biografi Syaikh Albani, Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini", Mubarak B. Mahfudh Bamualim
  2. ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011, Qomar Suaidi, Lc
  3. ^ Hayah al-Albani, Syaikh Muhammad asy-Syaibani
  4. ^ Al-Imam al-Mujaddid al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani, oleh Umar Abu Bakar
  5. ^ Hayah al-Albani, Syaikh Muhammad asy-Syaibani
  6. ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal. 12, Qomar Suaidi, Lc
  7. ^ Safahaat baydhaa min hayaat Shaykhinaa al-Albaanee – Page 40, Shaykh 'Ashees
  8. ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal. 16, Qomar Suaidi, Lc
  9. ^ Syaikh Albani dan Manhaj Salaf, oleh Umar Abdul Mun'im Salim
  10. ^ AsySyariah Vol. VII/No. 77/1432/2011 hal 19, Qomar Suaidi, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar