Minggu, 06 April 2014

Apakah itu Ilmu syariat, hakikat, tarikat dan ma'rifat...?

Apakah itu Ilmu syariat, hakikat, tarikat dan ma'rifat...?Yuk menambah Ilmu agar selamat dari kesesatan...

APA ITU SYARI'AT, TAREQAT, HAKIKAT DAN MA'RIFAT?
Bismillah
Berikut ini saya nukilkan klaim mereka , kaum tasawwuf tentang apa itu istilah2 yang populer di kalangan tasawwuf/Sufi dalam rangka menuju Ma’rifatullah :
Ma’rifatullah, pada intinya adalah mengenal Allah.
Di dalam dunia tasawwuf, ada tahap-tahap yang dilalui :
- Syariat,
- Tariqat,
- Hakikat,
- Ma’rifat.
Pada puncak inilah seorang hamba mengenal pencipta-NYA. Saking mengenalnya maka seolah berpadu. Orang bilang ini, “manunggaling kawulo gusti”. Tapi hendaknya dipahami BERPADU disini tidak berarti melebur menjadi satu hingga muncul “Tuhan adalah Aku, Aku adalah Tuhan” seperti “manunggaling kawulo gusti”-nya Fir’aun beberapa abad sebelum masehi yang lalu.
Berpadu, artinya terdiri dari entitas yang berlainan yang masing-masing punya peran dan fungsi berbeda tetapi rela untuk berpadu. Dalam pada itu keduanya memberi warna dalam bingkai ma’rifatullah yang tegas, yang selama tak dilanggar batas-batasnya maka lukisan itu (hidup dan kehidupan) menjadi indah dalam bingkainya.
Sirkuit Syariat (aturan, peribadatan, praktek, amalan, dsb) –melalui Tariqat (jalan, pencarian, pencapaian, pemahaman) – untuk kemudian mencapai Hakikat (hakiki, kesejatian, absolut) – dan pada akhirnya Ma’rifat (mengenal) adalah stasiun-stasiun yang umum dilewati para sufi. Ujungnya, Allah-nya. Pangkalnya, Allah-nya juga.
Seseorang yang shalatnya benar, rukunnya benar, maka pahamnya benar, maka akan mendapatkan kesejatian yang benar, dan mengenal Allah dengan benar. Hamba yang mengenal Allah dengan benar maka shalatnya pun benar, rukunnya benar, pahamnya benar, dan kesejatian yang didapatinya pun benar.
Itulah Ma’rifatullah, dimana hamba menyadari hak dan kewajibannya kepada Allah, sebagaimana Allah telah memenuhi hak dan kewajiban-NYA kepada hamba-NYA.
Ibaratnya orang akan ke pasar nih. syariat adalah jalan kaki atau naik angkot atau apalah. tarikat adalah jalan yang kita lalui untuk menuju ke pasar tersebut. hakikat adalah dari kejauhan sudah nampak atau sudah terasa hingar bingarnya pasar. makrifat adalah kita sudah berada dalam pasar, melebur dan terlingkupi oleh pasar itu sendiri.
Komentar terhadap perkataan diatas :
Tingkatan syari'at, tarekat, hakikat dan ma'rifat, maka itu adalah istilah2 yang biasa digunakan kalangan tasawwuf atau ahli tarekat/Sufi.
Sebab kalangan ahli tasawwuf dan tarikat itu sendiri ada banyak corak ragamnya. Dari yang kotorannya sedikit hingga yang paling kotor dan rusak.
Namun tidak sedikit di antaranya yang justru sudah menginjak-injak syari'ah itu sendiri serta sulit menghindarkan diri dari khurafat, bid’ah dan fenomena syirik. Bahkan boleh dibilang sudah keluar dari syari'ah Islam yang telah ditetapkan oleh para ulama ahlus sunnah.
Sehingga istilah syari'ah, tarekah, ma'rifat dan hakikat itu hanya sekedar "lips service". Namun pada hakikatnya tidak lain merupakan sebuah pengingkaran dan pelecehan terhadap syari'ah serta merupakan penyimpangan dari manhaj salafus shalih.
Ilmu hakikat ma’rifat adalah ilmu yang mempelajari cara memfanakan diri yaitu cara-cara menyatu secara mutlak dan meniadakan bilangan dan pecahan sehingga tidak di bedakan lagi antara hamba dan Tuhan bahkan semua adalah satu yaitu Tuhan adalah hamba dan hamba adalah Tuhan, tidak dibedakan lagi antara Kholiq (Pencipta) dengan makhluk, sedangkan perintah dan larangan syar’i hanya untuk orang-orang yang masih terhijab yaitu orang yang belum mencapai hakekat kefanaan (hakekat ma’rifat).
Bagi orang hakekat ma’rifat perintah dan larangan adalah sesuatu yang tidak dibedakan sehingga bagi mereka tidak ada lagi ketaatan dan kemaksiatan karena sudah tidak ada lagi siapa yang harus taat dan siapa yang harus ditaati, bahkan seluruh isi al-Qur’an adalah kesyirikan karena masih membedakan antara perintah dan larangan, antara ketaatan dan maksiat, antara yang baik dan yang buruk.
Inilah arti tauhid dan hakekat ma’rifat menurut mereka, sehingga mereka tidak membedakan lagi antara wali Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan musuh Alloh Subhanahu wa Ta’ala , antara orang yang dicintai Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan orang yang dimurkai Alloh Subhanahu wa Ta’ala, antara ma’ruf dan munkar, antara muttaqin dan orang durhaka, antara orang yang taat dengan ahli maksiat.
Apabila seseorang memiliki keyakinan yang demikian maka terlepas Islam dari lehernya dan dia telah kafir dengan kekafiran yang nyata walaupun orangnya mengaku telah mencapai hakekat ma’rifat atau mengaku sebagai wali Alloh Subhanahu wa Ta’ala maka mereka adalah wali syetan.
Padahal sebenarnya mereka telah menyatu dengan iblis dan tentaranya, mereka telah menyatu dengan setiap kekafiran, kesyirikan dan kedurhakaan. (Madarij : I/130-134).
Dimana Dipelajari Ilmu Hakekat Ma’rifat?
Ilmu hakekat ma’rifat adanya hanya pada tasawuf dan filsafat atau ajaran kebatinan (batiniyah). Ilmu hakikat ma’rifat tidak ada pada kitab-kitab ahlussunnah wal jama’ah semacam kitab Shohih Bukhori, Shohih Muslim, Kitab Sunan at-Tirmidzi, Abu Dawud, Annasa’I, Ibnu Majah, dan seluruh ulama’ ahlussunnah wal jama’ah semacam al-Imam Abu Hanifah, al-Imam Malik bin Anas, al-Imam Asy-Syafi’I, al-Imam Auza’i, al-Imam Ahmad bin Hanbal, al-Imam an-Nawawi semuanya tidak pernah mengajarkan ilmu hakekat ma’rifat sebagai mana difahami kelompok sufi.
Ilmu hakekat ma’rifat hanya bisa didapatkan di dalam kitab-kitabnya tokoh-tokoh sufi seperti al-Futuhat al-Fushush, Tarjamul Asywaq, Unaqo’, Maghrib, Mawaqiun Nujum semuanya karya Ibnu Arobi, kitab Insanul Kamil karya al-Jaili, Taiyah karya Ibnul Faridl, kitab at-Thibaqot, al-Jawahir, al-Kibrit, al Ahmar karya Asy Sya’roni, kitab al-Ibriz karya ad Dibagh, kitab al-Jawahim dan ar-rimah karya at-Tijari, kitab Roudlotulqulum karya Hasan Ridwan.
Kalau kalian membaca kitab – kitab tasawuf tersebut kemudian membaca buku – buku karya Abu Sangkan maka akan mendapati kesamaan dan kesambungan benang merahnya.
Mengapa Hanya Pada Ajaran Sufi, Filsafat dan Batiniyah Saja Adanya Ilmu Hakekat Ma’rifat? Karena hanya kelompok sufi yang telah mengajarkan dan membagi muslimin menjadi dua golongan yaitu :
1. Ahli syari’at.
Menurut istilah kelompok sufi, kelompok batiniyah, atau kebatinan, ahli syari’at adalah penganut zhohir atau kulit, atau penganut kertas dan mereka katakan sebagai agamanya (syari’atnya) orang awam.
2. Ahli hakekat ma’rifat.
Ilmu hakekat ma’rifat menurut orang tasawuf adalah ilmu yang berasal dari perasaan, kecintaan, dan hawa nafsu tanpa harus mengikuti al-Kitab dan as-Sunnah, sedangkan ilmu hakekat menurut islam adalah ilmu yang berasal dari al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman as-Salafush shohih.
Ahli hakekat ma’rifat mengaku menganut batin, penganut daya rasa, orang khusus, karena sudah mengerti batinnya atau intinya al-Quran dan al-Hadist yang hanya diketahui orang – orang sufi saja dan tidak diketahui oleh orang syari’at.
Ibarat buah, orang syari’at adalah orang yang masih di kulit dan orang hakekat ma’rifat adalah orang yang sudah mencapai isi/inti yang sudah lepas dari kulit serta tidak butuh lagi dengan syari’at, orang – orang syari’at adalah orang – orang yang masih terikat oleh hukum – hukum syari’at, masih terikat hukum halal harom, perintah dan larangan, dan masih harus sholat, puasa, zakat, dan haji dan seterusnya.
Sedangkan ahli hakekat ma’rifat sudah bebas dari semua itu. Kemudian mereka, tokoh – tokoh sufi terdahulu membuat thoriqoh sendiri untuk mencapai hakekat ma’rifat yaitu acara riyadloh, tujuan tertinggi dari riyadloh ini sama dengan latihan sholat khusyu’ buatan Abu Sangkan yaitu menyatunya hamba dengan Alloh Subhanahu wa Ta’ala atau wihdatul wujud atau manunggaling kawulo gusti.
Setelah mereka mengadakan riyadloh, mereka berkata:
“sekarang kita tidak usah pedulikan perbuatan kita, adapun perintah dan larangan itu hanya untuk orang awam yang masih terkena beban (taklif)”. Terhadap perkataan tokoh sufi ini telah berkata Syaikhul Islam bin Taimiyah Rahimahullah :
“Tidak diragukan lagi dikalangan ahli Ilmu dan iman bahwa ucapan ini adalah puncak kekufuran, melampaui kekufuran yahudi dan nashoro mengingkari sebagian dan mengimani sebagian dan tetap menyakini bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala menetapkan perintah dan larangan bagi mereka”
Beliau juga berkata:
“Barang siapa yang berkeyakinan bisa keluar dari perintah dan larangan syari’at dan tidak berlaku padanya hukum harom maka ia adalah orang yang paling kufur di muka bumi dan tergolong jenis Fir’aun”.
Padahal pembagian ini adalah muhdats, dusta dan kebohongan merupakan kebatilan yang besar karena tidak ada dalil yang menunjukan adanya pembagian muslimin menjadi dua golongan tersebut.
Kalau syari'at diletakkan paling rendah, akan muncul kesan bahwa demi kepentingan tarekah, ma'rifat dan hakikat, syari'ah bisa dikesampingkan. Dan paham seperti ini berbahaya bahkan sesungguhnya merupakan bentuk pengingkaran terhadap agama Islam.
Jadi, jangan sampai ada anggapan bahwa bila orang sudah mencapai derajat hakikat, apalagi ma'rifat, lalu dia bebas boleh tidak shalat, tidak puasa atau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syari'at itu sendiri.
Kalau ajaran seperti itu, dimana ma'rifat dan hakikat boleh menyalahi syari'ah, maka ketahuilah, ulama2 mereka adalah ulama su' yang tidak lain adalah syetan yang datang merusak ajaran Islam.
Sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan
ma'rifat dan hakikat, beliau hanya meninggalkan Al-Quran dan Sunnah sebagai pedoman dalam menjalankan syari'ah.
Dan tidaklah seseorang bisa mencapai derajat ma'rifah dan hakikat, manakala dia meninggalkan syari'ah.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membuat garis dgn tangannya, kemudian bersabda :
"Inilah jalan Allah yg lurus", lalu beliau membuat garis2 di kanan dan kirinya kmudian bersabda,"Inilah jalan2 yg sesat, tak satupun jalan2 itu kecuali didalamnya terdapat syaitan yg menyeru kepadanya".[SHAHIH. HR. Ahmad 1/435, ad Darimi 1/72, al Hakim 2/261, al Lalika'i 1/90. Dishahihkan al Albani dlm Dzilalul Jannah (17)].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar