Belajar Matematika sangat mengasyikkan jika kita tahu cara penyelesaiannya. Persoalan matematika biasanya dikerjakan dengan cara-cara yang pasti/baku, atau dengan trik-trik yang dapat mempermudah perhitungan pada umumnya. Bila Anda ingin makin mahir dalam bidang Matematika, hendaknya sering melatih diri dengan menyelesaikan persoalan Matematika sebanyak mungkin.
Di bawah ini ada 9 (sembilan) tips dan trik penyelesaian soal Matematika dengan cepat, antara lain :
1. Pengkuadratan Angka Berakhiran Lima
langkah-langkahnya :
a) Kalikan angka sebelum angka lima dengan angka urutan selanjutnya.
b) Tuliskan angka 25 di belakang angka hasil dari a)
contoh :
i. 652 = ?
a) 6 x 7 = 42
b) hasil : 4225
ii. 1052 = ?
a) 10 x 11 = 110
b) hasil : 11025
2. Pengkuadratan Dua Angka Bilangan yang dimulai dengan Lima
langkah-langkahnya :
a) Tambahkan bilangan 25 dengan bilangan satuannya.
b) Kuadratkan bilangan satuannya.
(khusus untuk angka satuan 1, 2, dan 3, hasil kuadratnya dituliskan 01, 04, dan
09)
c) Hasil akhir adalah gabungan a) dan b)
contoh :
i. 512 = ?
a) 25 + 1 = 26
b) 12 = 01
c) hasil : 2601
ii. 592 = ?
a) 25 + 9 = 34
b) 92 = 81
c) hasil : 3481
3. Pengkuadratan Dua Angka Bilangan yang diakhiri angka Satu
langkah-langkahnya :
a) Kuadratkan angka bulatnya.
b) Jumlahkan angka tersebut dengan angka bulatnya.
c) Hasil akhirnya adalah jumlah dari a) dan b)
contoh :
i. 612 = ?
a) 602 = 3600
b) 61 + 60 = 121
c) hasil : 3600 + 121 =3721
ii. 212 = ?
a) 202 = 400
b) 21 + 20 = 41
c) hasil : 400 + 41 = 441
4. Perkalian Satu Angka dengan 11 (11; 110; 1,1 dan seterusnya
langkah-langkahnya :
a) Tuliskan angkanya.
b) Sisipkan angka dari jumlah dua angka tersebut. Hati-hati bila hasil penjumlahannya lebih dari 9, angka puluhannya dijumlahkan dengan angka pertama.
contoh :
i. 24 x 11 = ?
a) 2 ? 4
b) 2 + 4 = 6 -->> Hasilnya : 264
ii. 67 x 11 = ?
a) 6 ? 7
b) 6 + 7 = 13 -->> 6 + 1 = 7 -->> Hasilnya : 737
5. Perkalian Satu Angka atau Dua Angka dengan 99 (0,99; 9,9; 990 dst.)
langkah-langkahnya :
a) Kurangi bilangan tersebut dengan angka 1.
b) Kurangi bilangan 100 dengan bilangan tersebut.
c) Hasil akhirnya adalah gabungan dari a) dan b)
contoh :
15 x 99 = ?
a) 15 - 1 = 14
b) 100 - 15 = 85
c) hasilnya : 1485
6. Perkalian Bilangan Genap dengan 1,5; 2,5; 3,5 dst.
langkah-langkahnya :
a) Kalikan bilangan pengali dengan 2.
b) Bilangan yang dikalikan dibagi dengan angka 2.
c) Hasil akhirnya adalah perkalian a) dan b)
contoh :
16 x 4,5 = ?
a) 4,5 x 2 = 9
b) 16 : 2 = 8
c) hasilnya : 9 x 8 = 72
7. Perkalian Satu atau Dua Angka dengan 101 (1,01; 10,1 dst)
langkah-langkahnya :
a) Tuliskan angkanya dua kali.
b) Sisipkan nol atau koma.
contoh :
i. 27 x 101 = ?
a) 2727
ii. 4 x 101 = ?
a) 44
b) hasilnya : 404
8. Perkalian Dua Bilangan yang Nilainya Berselisih Dua
langkah-langkahnya :
a) Kuadratkan bilangan di antaranya.
b) Hasilnya : a) -1.
contoh :
i. 11 x 13 = ?
a) 122 = 144
b) Hasilnya : 144 - 1 = 143
9. Perkalian Dua Bilangan dengan Hubungan Khusus : Bilangan puluhannya bernilai sama dan jumlah bilangan satuannya adalah 10
langkah-langkahnya :
a) Kalikan bilangan puluhan dengan bilangan berikutnya.
b) Kalikan masing-masing bilangan satuannya.
c) Hasilnya adalah gabungan dari a) dan b).
contoh :
i. 16 x 14 = ?
a) 1 x 2 = 2
b) 6 x 4 = 24
c) Hasilnya : 224
ii. 28 x 22 = ?
a) 2 x 3 = 6
b) 8 x 2 = 16
c) Hasilnya : 616
Sabtu, 15 Oktober 2011
9 Trik Hitung Matematika
Menikmati Matematika
BAGAIMANA ANDA MEMBUAT PARA SISWA
MENIKMATI MATEMATIKA
Seringkali saya ditanya, bagaimana saya bisa membuat anak-anak atau siswa-siswa saya menikmati matematika?, mengapa para siswa tidak menikmati matematika?
Apakah jawabannya dengan main-main? Atau dengan membuat para siswa berlomba dalam permainan-permainan atau kuis-kuis?. Tentu saja saya telah melihat beberapa guru memotivasi para siswa dikelasnya dengan melibatkan mereka dalam permainan atau perlombaan. Akan tetapi, jika seorang anak tidak bisa menghitung soal-soal yang dilombakan,maka kegiatan-kegiatan ini akan membuatnya rendah diri.
Pertama-tama saya percaya kebanyakan orang yang mengatakan ‘benci matematika’ sebenarnya tidak benar-benar membenci matematika melainkan membenci kegagalan. Mereka menyamakan matematika dengan kegagalan. Olahraga apa yang menjadi favoritu?. Jawabannya pasti olahraga yang sudah kamu kuasai.
Pada umumnya orang menyamakan keahlian matematika dengan kecerdasan. Mereka berpendapat jika kita ahli dalam matematika berarti kita tidak begitu cerdas, kebanyakan siswa juga berpendapat dengan pendapat umum ini. Tak seorang pun maun terlihat bodoh di hadapan teman-teman sekelasnya.
Cara yang paling bisa membuat para siswa menikmati matematika ialah dengan membantunya menjadi sukses. Inilah yang menjadi objek dari metode-metode saya yaitu membantu para siswa yang pernah gagal menjadi sukses. Ini merupakan salah satu car au memberikan semangat siswa bahwa ”kamu bisa melakukannya”. Saya berharap juga untuk meyakininya.
Kita semua ingin menjadi sukses. Seringkali saya menanyakan kepada para siswa di sebuah kelas tentang apa yang akan kalian kerjakan dalam waktu 10 menit. Saya mengajarkan mereka cara untuk melakukannya dan mereka terkejut karena bisa melakukannya. Tiba-tiba mereka beraksi layaknya ahli matematika yang jenius. Biasanya anak-anak menjadi sangat senang dengan keahlian matematika yang sudah dikuasainya. Ketika anak-anak pulang dari sekolah. Mereka segera memberitahukan kepada orang tua dan keluarga mereka tentang apa yang bisa mereka lakukan. Mereka ingin menunjukkan keahlian terbarunya. Mereka ingin mengajari teman-temannya yang belum mengetahui metode-metode ini.
Mengurangi Resiko
Saya sering sekali mengatakan kepada sekelompok atau sekelas siswa baru bahwa sya tidak peduli dengan keahlian matematika yang mereka miliki sekarang. Dalam waktu yang singkat mereka akan menjadi ahli matematika dan saya akan mengajarkan setiap dalam angkah yang harus dipelajari.
Ketika saya memberikan soal pertama tentang cara mengalikan 7 dengan 8, saya memberitahu bahwa mereka boleh menghitung dengan jari-jari mereka jika mau. Bila perlu mereka saya perbolehkan untuk membuka sepatu dan kaos kaki mereka sehingga mereka menghitung dengan menggunakan jari-jari kaki mereka. Saya mengatakan bahwa mereka semua akan mengetahui dasar-dasar matematika dalam waktu beberapa hari dan metode menghitung dengan menggunakan jari akan mereka tinggalkan.
Saya memberikan soal-soal mudah kepada mereka, tetapi saya juga meminta mereka untuk mengerjakan soal seperti 96 dikali 97. Ketika mereka bisa melakukannya, mereka akan terkesan dengan yang telah mereka lakukan dan merasa bangga dengan diri mereka. Bahkan jia sebelumnya siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika, mereka akan memahaminya dalam beberapa hari dengan melakukan latihan metode-metode yang saya ajarkan.
Berikan Semangat kepada para Siswa
Ketika para siswa berhasil dengan usahanya, berikan pujian kepada mereka. Pastikan pujian yang Anda berikan benar-benar tulus. Tidaklah sulit untuk mencari cara-cara tulus untuk memuji siswa ketika mereka mempelajari metode-metode dalam buku.
Contoh :
1. Anak-anak di kelas yang lebih tinggi belum tentu bisa melakukan seperti yang kamu
lakukan;
2. Kamu bisa mengerjakan di luar kepala?, Luar biasa !”;
3. Tahukah kamu bahwa sebenarnya untuk bisa melakukan seperti yang kamu lakukan pagi
ini memerlukan waktu tinga minggu;
4. Apakah kamu kira bisa melakukannya 10 menit yang lalu;
Katakan kepada para siswa secara bersama atau perseorangan bahwa Anda bangga dengan mereka. Mereka telah melakukannya dengan sangat baik. Mereka merupakan salah satu kelas terbaik yang pernah Anda ajar. Akan tetapi, Anda harus berhati-hati karena lambat laun para siswa akan bosan dengan pujian Anda.
MENIKMATI MATEMATIKA
Seringkali saya ditanya, bagaimana saya bisa membuat anak-anak atau siswa-siswa saya menikmati matematika?, mengapa para siswa tidak menikmati matematika?
Apakah jawabannya dengan main-main? Atau dengan membuat para siswa berlomba dalam permainan-permainan atau kuis-kuis?. Tentu saja saya telah melihat beberapa guru memotivasi para siswa dikelasnya dengan melibatkan mereka dalam permainan atau perlombaan. Akan tetapi, jika seorang anak tidak bisa menghitung soal-soal yang dilombakan,maka kegiatan-kegiatan ini akan membuatnya rendah diri.
Pertama-tama saya percaya kebanyakan orang yang mengatakan ‘benci matematika’ sebenarnya tidak benar-benar membenci matematika melainkan membenci kegagalan. Mereka menyamakan matematika dengan kegagalan. Olahraga apa yang menjadi favoritu?. Jawabannya pasti olahraga yang sudah kamu kuasai.
Pada umumnya orang menyamakan keahlian matematika dengan kecerdasan. Mereka berpendapat jika kita ahli dalam matematika berarti kita tidak begitu cerdas, kebanyakan siswa juga berpendapat dengan pendapat umum ini. Tak seorang pun maun terlihat bodoh di hadapan teman-teman sekelasnya.
Cara yang paling bisa membuat para siswa menikmati matematika ialah dengan membantunya menjadi sukses. Inilah yang menjadi objek dari metode-metode saya yaitu membantu para siswa yang pernah gagal menjadi sukses. Ini merupakan salah satu car au memberikan semangat siswa bahwa ”kamu bisa melakukannya”. Saya berharap juga untuk meyakininya.
Kita semua ingin menjadi sukses. Seringkali saya menanyakan kepada para siswa di sebuah kelas tentang apa yang akan kalian kerjakan dalam waktu 10 menit. Saya mengajarkan mereka cara untuk melakukannya dan mereka terkejut karena bisa melakukannya. Tiba-tiba mereka beraksi layaknya ahli matematika yang jenius. Biasanya anak-anak menjadi sangat senang dengan keahlian matematika yang sudah dikuasainya. Ketika anak-anak pulang dari sekolah. Mereka segera memberitahukan kepada orang tua dan keluarga mereka tentang apa yang bisa mereka lakukan. Mereka ingin menunjukkan keahlian terbarunya. Mereka ingin mengajari teman-temannya yang belum mengetahui metode-metode ini.
Mengurangi Resiko
Saya sering sekali mengatakan kepada sekelompok atau sekelas siswa baru bahwa sya tidak peduli dengan keahlian matematika yang mereka miliki sekarang. Dalam waktu yang singkat mereka akan menjadi ahli matematika dan saya akan mengajarkan setiap dalam angkah yang harus dipelajari.
Ketika saya memberikan soal pertama tentang cara mengalikan 7 dengan 8, saya memberitahu bahwa mereka boleh menghitung dengan jari-jari mereka jika mau. Bila perlu mereka saya perbolehkan untuk membuka sepatu dan kaos kaki mereka sehingga mereka menghitung dengan menggunakan jari-jari kaki mereka. Saya mengatakan bahwa mereka semua akan mengetahui dasar-dasar matematika dalam waktu beberapa hari dan metode menghitung dengan menggunakan jari akan mereka tinggalkan.
Saya memberikan soal-soal mudah kepada mereka, tetapi saya juga meminta mereka untuk mengerjakan soal seperti 96 dikali 97. Ketika mereka bisa melakukannya, mereka akan terkesan dengan yang telah mereka lakukan dan merasa bangga dengan diri mereka. Bahkan jia sebelumnya siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika, mereka akan memahaminya dalam beberapa hari dengan melakukan latihan metode-metode yang saya ajarkan.
Berikan Semangat kepada para Siswa
Ketika para siswa berhasil dengan usahanya, berikan pujian kepada mereka. Pastikan pujian yang Anda berikan benar-benar tulus. Tidaklah sulit untuk mencari cara-cara tulus untuk memuji siswa ketika mereka mempelajari metode-metode dalam buku.
Contoh :
1. Anak-anak di kelas yang lebih tinggi belum tentu bisa melakukan seperti yang kamu
lakukan;
2. Kamu bisa mengerjakan di luar kepala?, Luar biasa !”;
3. Tahukah kamu bahwa sebenarnya untuk bisa melakukan seperti yang kamu lakukan pagi
ini memerlukan waktu tinga minggu;
4. Apakah kamu kira bisa melakukannya 10 menit yang lalu;
Katakan kepada para siswa secara bersama atau perseorangan bahwa Anda bangga dengan mereka. Mereka telah melakukannya dengan sangat baik. Mereka merupakan salah satu kelas terbaik yang pernah Anda ajar. Akan tetapi, Anda harus berhati-hati karena lambat laun para siswa akan bosan dengan pujian Anda.
PERMAINAN MATEMATIKA
YANG MENGGUNAKAN KONSEP MATHMAGIC
1.Tebak Angka Ajaib
Perintahkan semua orang di sekliling Anda untuk menyimpan salah satu angka (berapa saja) dalam pikiran mereka. Kemudian Anda berikan intruksi-instruksi berikut:
- Perintahkan mereka untuk mengalikan dengan angka 2;
- Hasilnya perintahkan mereka untuk menambahkan dengan 6;
- Hasilnya perintahkan mereka untuk membaginya dengan 2;
- Hasilnya perintahkan mereka untuk mengurangi dengan angka yang pertama kali disimpan;
- Setelah langkah tersebut Anda akan merasa terkejut semua hasilnya adalah sama yakni 3
Contoh :
Angka pilihan 5 :
5
5 x 2 = 10
10 + 6 = 16
16 : 2 = 8
8 – 5 = 3
Selamat mencoba ...!
2. Tebak Angka Ajaib 2 (antara 50 – 100)
Oke sobat ini permainan tebak angka ajaib yang kedua. Tentu sobat penasaran kan..ikuti instruksi berikut. Perintahkan beberapa orang di sekitarmu untuk menyimpan angka dalam pikiran antara 50 – 100, setelah mereka menyimpan dalam pikiran, kemudian Anda berikan instruksi berikut.
- Tambahkan angka pilihan mereka dengan 54;
- Hasil dari penjumlahan tersebut Anda jumlahkan semua digitnya;
- Hasil dari penjumlahan digit tadi Anda kurangkan ke angka pertama kali menyimpan.
- Berapapun angka yang dipilih antara 50 – 100, dengan mengikuti langkah-langkah tersebut di atas, maka hasilnya selalu 45.
- Setelah itu Anda dan orang-orang di sekitarmu akan merasa kagum dan heran kenapa konsep itu berjalan.
Contoh :
55
54 +
109
109 = 1 + 0 + 9 = 10
55
10 -
45 (hasilnya selalu 45)
Selamat bermain..!
3. Tebak Angka Pilihan
Masih siap untuk bermain sobat. Oke deh klo begitu...kali ini akan saya berikan juga permainan angka yang lebih mudah dan singkat dari sebelumnya. Oke...Perintahkan orang-orang atau kawan di sekitarmu untuk menyimpan angka berapa saja kecuali 0 dan pecahan.
- Setelah mereka menyimpan angka tersebut intruksikan mereka untuk mengalikan dengan angka 10;
- Hasilnya intruksikan untuk dikurangi dengan angka 9;
- Hasilnya Anda perhatikan, digit di belakang Anda jumlahkan dengan dua digit di depannya. Anda perhatikan berapa hasilnya tentu Anda akan terkejut yakni hasilnya akan sama dengan angka pertama yang mereka simpan.
Contoh :
15
15 X 10 = 150
150
9-
141
14 + 1 = 15 (hasilnya selalu sama dengan angka pilihan)
4. Tebak Jumlah usia dan jumlah saudara
Kesempatan ini kita akan bermain tebak usia dan jumlah saudara. Permainan ini dilakukan dengan 2 orang atau lebih. Kita coba dengan 2 orang, 1 instruktur dan 1 orang peserta. Mintalah pada peserta untuk menyimpan usianya dalam pikiran, misalkan usianya 20 tahun, berikan intruksi untuk mengalikan dengan 2, hasilnya intruksikan untuk menjumlahkan dengan 10, hasilnya intruksikan untuk dikalikan dengan 5, hasilnya intruksikan untuk menjumlahkan dengan jumlah saudaranya. Setelah intruksi-intruksi tersebut telah dilakukan mintalah berapa hasilnya. Setelah Instruktur mendapatkan hasil dari peserta tersebut, instruktur mengurangi dengan 50. setelah dikurangi maka instruktur telah mendapatkan hasilnya, yakni 203. kita berikan jawabannya yakni 2 digit pertama yakni 20 merupakan usianya dan 1 digit terakhir yaitu 3 merupakan jumlah saudaranya. Selamat mencoba ya....
Contoh :
20
X 2 40
+ 10 50
X 5 250
+ 3 253 (3 penambahan jml saudara)
- 50 (50 angka rahasia instruktur)
5. Tebak Batang Korek Api
Untuk tebakan kali ini kita akan bermain dengan bungkus korek api dengan sudah disediakan dalam bungkus korek api tersebut sejumlah 20 batang korek api, intruksikan peserta untuk mengambil beberapa batang korek api antara 1 – 10 batang, kemudian tanyakan tinggal berapa batang korek api di dalam bungkus korek api tersebut, setelah tahu jumlahkan digitnya, Anda intruksikan untuk membakar beberapa batang korek api. Kemudian kita akan bisa menebak sisa batang korek api yang ada di dalam bungkus korek api tersebut. (instruktur sebelumnya sudah tahu jumlah batang korek api sebelum meminta dibakar yakni ada 9. jumlah akhir dapat ditebak yakni 9 dikurangi dengan yang dibakar tersebut).
6. Tebak Dua Benda berbeda
Oke sobat kali ini kita kan belajar permainan tebak 2 benda yang dipilih 2 orang berbeda. Langsung aja yaaaaa...Siapkan 2 benda yang berbeda di atas meja atau tempat lain. Kita misalkan bendanya adalah penghapus dan pensil, kemudian perintahkan 2 orang untuk mengambil secara acak dengan (instruktur tidak melihat) dan sembunyikan atau tanpa sepengetahuan instruktur. Sekarang instruktur memberikan intruksi, Yang menyimpan penghapus suruh menyimpan angka 7 dalam pikirannya dan yang mengambil pensil menyimpan dalam pikirannya pula. Sekarang instruktur tunjuk orang pertama untuk mengalikan yang tadi disimpan dengan angka 2 dan orang untuk orang kedua instruksikan untuk mengalikan dengan angka 3. kemudian perintahkan hasil penghitungan orang pertama untuk menjumlahkan dengan hasil penghitungan orang kedua. Sekarang langkah terakhir Anda tanyakan hasil penjumlahan kedua orang tersebut. Kalau hasilnya dapat dibagi 3 (39) maka yang mengambil penghapus adalah orang kedua, jika hasilnya tidak dapat dibagi 3 (41) maka orang pertama yang mengambil penghapus.
7. Trik Kartu Ajaib
Kali ini kita akan bermain menggunakan kartu kembali. Oke kita mulai ya.. Anda perintahkan sebelumnya kepada orang yang Anda ajak bermain, yakni meminta untuk menghentikan pekerjaan Anda antara peletakan 1 – 9. Perintahkan untuk mengambil kartu sesuai dengan beliau menghentikan pekerjaan Anda. Kemudian perintahkan kepada semua orang di sekitar Anda atau teman-temannya, tetapi jangan sebutkan dan jangan beritahukan kepada Anda kartu tersebut. Anggap pada hitungan ke-7 Anda diminta untuk menghentikan. Setelah itu Anda letakan kembali satu persatu secara berbaris dalam kedaan tertutup di atas meja hinga kartu ke-15. sekarang perintahkan orang yang Anda ajak bermain perintahkan untuk menghitung mundur sesuai dengan penghentikan kartu pertama (yaitu sebanyak 7 hitungan / menghitung dari ujung kartu terakhir Anda meletakan). RAHASIANYA ANDA TELAH MENGETAHUI KARTU APA YANG BERADA PADA POSISI KE-16.
8. Angka Digit Rahasia
Perintahkan orang lain untuk menuliskan tiga digit angka yang berbeda, kemudian bentuk ke bilangan dua digit yang mungkin dapat dibuat dari ketiga digit angka tersebut, hitunglah jumlah semua bilangan dua digit tersebut kemudian Anda bagi dengan jumlah bilangan tiga digit bilangan semula. Jawabannya akan selalu 22.
Slamat mencoba! YANG MENGGUNAKAN KONSEP MATHMAGIC
1.Tebak Angka Ajaib
Perintahkan semua orang di sekliling Anda untuk menyimpan salah satu angka (berapa saja) dalam pikiran mereka. Kemudian Anda berikan intruksi-instruksi berikut:
- Perintahkan mereka untuk mengalikan dengan angka 2;
- Hasilnya perintahkan mereka untuk menambahkan dengan 6;
- Hasilnya perintahkan mereka untuk membaginya dengan 2;
- Hasilnya perintahkan mereka untuk mengurangi dengan angka yang pertama kali disimpan;
- Setelah langkah tersebut Anda akan merasa terkejut semua hasilnya adalah sama yakni 3
Contoh :
Angka pilihan 5 :
5
5 x 2 = 10
10 + 6 = 16
16 : 2 = 8
8 – 5 = 3
Selamat mencoba ...!
2. Tebak Angka Ajaib 2 (antara 50 – 100)
Oke sobat ini permainan tebak angka ajaib yang kedua. Tentu sobat penasaran kan..ikuti instruksi berikut. Perintahkan beberapa orang di sekitarmu untuk menyimpan angka dalam pikiran antara 50 – 100, setelah mereka menyimpan dalam pikiran, kemudian Anda berikan instruksi berikut.
- Tambahkan angka pilihan mereka dengan 54;
- Hasil dari penjumlahan tersebut Anda jumlahkan semua digitnya;
- Hasil dari penjumlahan digit tadi Anda kurangkan ke angka pertama kali menyimpan.
- Berapapun angka yang dipilih antara 50 – 100, dengan mengikuti langkah-langkah tersebut di atas, maka hasilnya selalu 45.
- Setelah itu Anda dan orang-orang di sekitarmu akan merasa kagum dan heran kenapa konsep itu berjalan.
Contoh :
55
54 +
109
109 = 1 + 0 + 9 = 10
55
10 -
45 (hasilnya selalu 45)
Selamat bermain..!
3. Tebak Angka Pilihan
Masih siap untuk bermain sobat. Oke deh klo begitu...kali ini akan saya berikan juga permainan angka yang lebih mudah dan singkat dari sebelumnya. Oke...Perintahkan orang-orang atau kawan di sekitarmu untuk menyimpan angka berapa saja kecuali 0 dan pecahan.
- Setelah mereka menyimpan angka tersebut intruksikan mereka untuk mengalikan dengan angka 10;
- Hasilnya intruksikan untuk dikurangi dengan angka 9;
- Hasilnya Anda perhatikan, digit di belakang Anda jumlahkan dengan dua digit di depannya. Anda perhatikan berapa hasilnya tentu Anda akan terkejut yakni hasilnya akan sama dengan angka pertama yang mereka simpan.
Contoh :
15
15 X 10 = 150
150
9-
141
14 + 1 = 15 (hasilnya selalu sama dengan angka pilihan)
4. Tebak Jumlah usia dan jumlah saudara
Kesempatan ini kita akan bermain tebak usia dan jumlah saudara. Permainan ini dilakukan dengan 2 orang atau lebih. Kita coba dengan 2 orang, 1 instruktur dan 1 orang peserta. Mintalah pada peserta untuk menyimpan usianya dalam pikiran, misalkan usianya 20 tahun, berikan intruksi untuk mengalikan dengan 2, hasilnya intruksikan untuk menjumlahkan dengan 10, hasilnya intruksikan untuk dikalikan dengan 5, hasilnya intruksikan untuk menjumlahkan dengan jumlah saudaranya. Setelah intruksi-intruksi tersebut telah dilakukan mintalah berapa hasilnya. Setelah Instruktur mendapatkan hasil dari peserta tersebut, instruktur mengurangi dengan 50. setelah dikurangi maka instruktur telah mendapatkan hasilnya, yakni 203. kita berikan jawabannya yakni 2 digit pertama yakni 20 merupakan usianya dan 1 digit terakhir yaitu 3 merupakan jumlah saudaranya. Selamat mencoba ya....
Contoh :
20
X 2 40
+ 10 50
X 5 250
+ 3 253 (3 penambahan jml saudara)
- 50 (50 angka rahasia instruktur)
5. Tebak Batang Korek Api
Untuk tebakan kali ini kita akan bermain dengan bungkus korek api dengan sudah disediakan dalam bungkus korek api tersebut sejumlah 20 batang korek api, intruksikan peserta untuk mengambil beberapa batang korek api antara 1 – 10 batang, kemudian tanyakan tinggal berapa batang korek api di dalam bungkus korek api tersebut, setelah tahu jumlahkan digitnya, Anda intruksikan untuk membakar beberapa batang korek api. Kemudian kita akan bisa menebak sisa batang korek api yang ada di dalam bungkus korek api tersebut. (instruktur sebelumnya sudah tahu jumlah batang korek api sebelum meminta dibakar yakni ada 9. jumlah akhir dapat ditebak yakni 9 dikurangi dengan yang dibakar tersebut).
6. Tebak Dua Benda berbeda
Oke sobat kali ini kita kan belajar permainan tebak 2 benda yang dipilih 2 orang berbeda. Langsung aja yaaaaa...Siapkan 2 benda yang berbeda di atas meja atau tempat lain. Kita misalkan bendanya adalah penghapus dan pensil, kemudian perintahkan 2 orang untuk mengambil secara acak dengan (instruktur tidak melihat) dan sembunyikan atau tanpa sepengetahuan instruktur. Sekarang instruktur memberikan intruksi, Yang menyimpan penghapus suruh menyimpan angka 7 dalam pikirannya dan yang mengambil pensil menyimpan dalam pikirannya pula. Sekarang instruktur tunjuk orang pertama untuk mengalikan yang tadi disimpan dengan angka 2 dan orang untuk orang kedua instruksikan untuk mengalikan dengan angka 3. kemudian perintahkan hasil penghitungan orang pertama untuk menjumlahkan dengan hasil penghitungan orang kedua. Sekarang langkah terakhir Anda tanyakan hasil penjumlahan kedua orang tersebut. Kalau hasilnya dapat dibagi 3 (39) maka yang mengambil penghapus adalah orang kedua, jika hasilnya tidak dapat dibagi 3 (41) maka orang pertama yang mengambil penghapus.
7. Trik Kartu Ajaib
Kali ini kita akan bermain menggunakan kartu kembali. Oke kita mulai ya.. Anda perintahkan sebelumnya kepada orang yang Anda ajak bermain, yakni meminta untuk menghentikan pekerjaan Anda antara peletakan 1 – 9. Perintahkan untuk mengambil kartu sesuai dengan beliau menghentikan pekerjaan Anda. Kemudian perintahkan kepada semua orang di sekitar Anda atau teman-temannya, tetapi jangan sebutkan dan jangan beritahukan kepada Anda kartu tersebut. Anggap pada hitungan ke-7 Anda diminta untuk menghentikan. Setelah itu Anda letakan kembali satu persatu secara berbaris dalam kedaan tertutup di atas meja hinga kartu ke-15. sekarang perintahkan orang yang Anda ajak bermain perintahkan untuk menghitung mundur sesuai dengan penghentikan kartu pertama (yaitu sebanyak 7 hitungan / menghitung dari ujung kartu terakhir Anda meletakan). RAHASIANYA ANDA TELAH MENGETAHUI KARTU APA YANG BERADA PADA POSISI KE-16.
8. Angka Digit Rahasia
Perintahkan orang lain untuk menuliskan tiga digit angka yang berbeda, kemudian bentuk ke bilangan dua digit yang mungkin dapat dibuat dari ketiga digit angka tersebut, hitunglah jumlah semua bilangan dua digit tersebut kemudian Anda bagi dengan jumlah bilangan tiga digit bilangan semula. Jawabannya akan selalu 22.
Label: SERBA SERBI
Jumat, 14 Oktober 2011
Muamalah
Bermanfaat Untuk Orang Lain
“Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat”
Kita melihat banyak sekali kelebihan dan daya yang terpendam di dalam jiwa seseorang dan kita merasakan sumber-sumber kebaikan yang tersimpan dalam diri pemiliknya. Akan tetapi hal itu tidak menular kepada orang lain, tidak memberikan manfaat dan tidak pula menyumbangkan faedah. Bagaimana gambaran yang menyakitkan ketika engkau melihat seorang faqih (ahli fikih) berteman orang jahil yang tidak mengambil faedah apapun dari fikihnya, seorang qari (ahli baca al-Qur`an) yang ditemani orang yang ummi (tidak boleh baca tulis) yang tidak berguna baginya keindahan bacaannya, dan seorang ‘abid (ahli ibadah) yang berada di samping seorang yang fasik yang tidak menular sedikitpun dari keshalehannya. Dakwah itu sendiri merupakan manfaat yang bersifat umum, maka ketika Abu Dzarr masuk Islam, pembicaraan Rasulullah SAW bersamanya adalah sabda beliau kepadanya:
فَهَلْ أَنْتَ مُبَلِّغٌ عَنِّي قَوْمَكَ, لَعَلَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَنْفَعَهُمْ بِكَ وَيُأْجُرَكَ فِيْهِمْ
“Apakah engkau bisa menyampaikan kepada kaum engkau tentang dakwahku, semoga Allah memberi manfaat kepada mereka dengan (dakwah) engkau, dan memberi pahala kepadamu pada mereka.”[1]
Tarbiyah pertama pembicaraan setelah beliau masuk Islam adalah tarbiyah berdakwah dan berusaha menyalurkan manfaatnya kepada orang lain.
Bapa saudara Jabir bin Abdullah meruqyah dari sengatan kalajengking, maka ia berkata,’Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau melarang dari ruqyah dan sesungguhnya aku meruqyah dari sengatan kalajengking.’ Seolah-olah dia minta izin dalam hal itu. Maka Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
“Barangsiapa yang boleh memberi manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya.’ [2]
Dan terkadang engkau menemukan sebagian orang yang enggan melakukan sesuatu yang tidak membahayakannya, padahal berguna bagi orang lain, karena hanya mengurus kepentingan pribadinya. Ini bukanlah sifat seorang muslim. Karena alasan itulah, Umar bin Kaththab ra mencela Muhammad bin Maslamah ra ketika ia menghalangi adh-Dhahhak ra bin Khalifah menggali saluran air yang mengalir ke tanahnya yang melalui tanah Muhammad bin Maslamah t, maka Umar berkata: ‘Kenapa engkau menghalangi sesuatu yang berguna untuk saudaramu, dan ia menjadi manfaat untukmu, engkau menyiram dengannya yang pertama dan terakhir, dan ia tidak membahayakanmu…demi Allah, ia pasti melaluinya sekalipun di atas perutmu.’[3]
Seorang muslim pada dasarnya selalu berusaha memberikan bantuan kepada yang memerlukannya, memberi nasehat kepada yang tidak mengetahuinya, memberi manfaat kepada yang berhak menerimanya berdasarkan motivasi dan keinginan dari dirinya. Rasul kita Muhammad SAW mengatakan kepada bapa saudaranya Abbas bin Abdul Muththalib, ’Wahai pakcikku, bukankah aku mencintaimu? Bukankah aku memberikan manfaat kepadamu? Bukankah aku menyambung silaturrahim kepadamu?[4] Dan di antara wasiat Rasulullah saw kepada Abu Barzah ketika ia berkata kepada beliau: Wahai Rasululah, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dengannya Allah memberi manfaat kepadaku.’ Beliau bersabda:
اُنْظُرْ ماَيُؤْذِي النَّاسَ فَاعْتَزِلْهُمْ عَنْ طَرِيْقِهِمْ
‘Lihatlah sesuatu yang menyakiti manusia, maka singkirkanlah dari jalan mereka.’[5]
Bantuan seperti ini menambah sifat tawadhu’ dan menanamkan makna-makna kebaikan di dalam jiwa seorang da’i, serta menjadikan masyarakat di sekitarnya melihat semangat bekerja padanya dalam segala hal yang memberi manfaat atau menolak bahaya dari mereka.
Dan apabila seorang mukmin mengingat nikmat Allah kepadanya dengan memberi hidayah, merasakan manisnya iman dan kenikmatan taat, maka ia tidak akan kedekut dengan kata-kata yang baik (memberi nasehat dan dakwah), untuk menyelamatkan manusia yang masih belum merasakan seperti yang telah dia rasakan dan terhijab dari apa yang telah dia kenal. Karena itulah, Nabi SAW memberi perumpamaan dengan bumi yang subur, yang menerima hujan lalu menumbuhkan tanaman, maka beliau bersabda:
وَذلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِيْنِ اللهِ عز وجل وَنَفَعَهُ اللهُ عز وجل بِمَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ وَنَفَعَ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ…
“Maka itulah perumpamaan orang paham terhadap agama Allah, dan Allah memberi manfaat kepadanya dengan ajaran yang Dia I mengutusku dengannya, mengambil manfaat dengannya, mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain)…”[6]
Seorang dai yang bersemangat adalah bumi subur yang menyerap kebaikan dan menyumbangkannya.
Dan Rasulullah tidak membiarkan kesempatan duduknya seorang anak laki-laki di belakangnya –seperti Ibnu Abbad tanpa memberikan manfaat kepadanya yang merupakan tarbiyah baginya dan mengisi waktu perjalanan, beliau bersabda kepadanya:
أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللهُ بِهِنَّ …احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ…
“Wahai anakku, aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat (pesan) yang Allah I memberi manfaat kepadamu dengannya: Jagalah Allah I niscaya Dia I menjagamu…”[7]
Para sahabat juga mengikuti akhlak yang mulia ini, Abu Hurairah berkata kepada Anas bin Hakim, ‘Wahai anak muda, mahukah engkau kuceritakan kepadamu satu hadits, semoga Allah memberi manfaat kepadamu dengannya?…sesungguhnya yang pertama-tama manusia dihisab pada hari kiamat dari amal perbuatan mereka adalah shalat…”[8]
Memberikan manfaat kepada kaum kerabat lebih wajib dan lebih banyak pahalanya. Abu Qilabah berkata: ‘Laki-laki manakah yang lebih besar pahalanya daripada seseorang yang memberi nafkah keluarganya yang kecil, membuat mereka bersikap ‘iffah atau Allah memberi manfaat kepada mereka dengannya, Allah menolong mereka dengan (perantaraan)nya dan Dia mencukupkan mereka.”[9]. Perhatian kepada kawan dan kerabat seperti ini menarik hati mereka dan menyambung tali silaturrahim, simbol keakraban, tanda cinta, bukti kasih sayang, terutama saat adanya anak-anak kecil dalam keluarga mereka, yang kehilangan perhatian, kasih sayang dan kebutuhan manusia yang terpenting.
Sesungguhnya pintu-pintu manfaat sangat banyak, Rasulullah SAW menggabungkannya dengan sabdanya:
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ
“Setiap muslim harus bersedekah…”
Dan beliau SAW membuat beberapa contoh menurut kadar kemampuan seseorang:
فَيَعْمَلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ…فَيُعِيْنُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوْفِ
‘Maka ia bekerja dengan kedua belah tangannya, memberi manfaat kepada dirinya dan bersedekah…menolong orang yang sangat memerlukan…”
dan jika seorang mukmin tidak melakukan sedikitpun dari hal itu:
فَلْيُمْسِكْ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَةٌ
‘Maka hendaklah ia menahan diri dari berbuat kejahatan, maka hal itu menjadi sedekah baginya.”[10]
Ini adalah tingkatan memberi manfaat yang terendah, yang tidak pantas bagi seorang muslim lebih rendah darinya dan tidak wajar seorang da’i berada pada tingkatan itu.
Dan jihad adalah tingkatan memberi manfaat yang tertinggi dan ‘uzlah adalah yang paling rendah: seorang arab badawi bertanya: ‘Wahai Rasulullah, manusia apakah yang terbaik? Beliau menjawab:
رَجُلٌ جَاهَدَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ وَرَجُلٌ فِى شِعْبٍ مِنَ الشِّعَابِ يَعْبُدُ رَبَّهُ وَيَدَعُ النَّاسَ مِنْ شَرِّهِ
‘Seseorang yang berjihad dengan jiwa dan hartanya dan seseorang yang tinggal di salah satu lembah, menyembah Rabb-nya, dan meninggalkan manusia dari kejahatannya.”[11]
Dan orang yang berjihad, ia memberikan manfaat kepada manusia dengan pengorbanan jiwa dan hartanya, untuk menjaga mereka dan menakuti musuh mereka. Ini adalah kebaikan terbesar, dan manusia berbeza-beza dalam kebaikan di antara kedudukan pejuang (mujahid) dan orang yang ber’uzlah, yang menahan dirinya dari berbuat jahat kepada orang lain.
Di antara gambaran amaliyah untuk menciptakan manfaat bahwa engkau tidak membiarkan tanah yang engkau miliki menganggur, tanpa diurus atau ditanam, padahal engkau mempunyai saudara yang menganggur, yang mampu mengurus tanah itu dan mengambil manfaat dengannya. Dalam hal itu, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ لَمْ يَزْرَعْهَا فَلْيُزْرِعْهَا أَخَاهُ
“Barangsiapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya. Apabila ia tidak dapat menanaminya, maka hendaklah ia meminta saudaranya untuk menanaminya.”[12]
Sangat banyak di kalangan kaum muslim yang mempunyai kemampun yang menganggur, kekayaan yang terpendam, dan energi yang terbuang percuma, dan kita tidak berfikir untuk memanfaatkannya, yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin. Apakah engkau memberikan sumbangan dengan ilmu pengetahuanmu, bersedekah dengan keringatmu, membantu dengan usahamu, agar engkau selalu termasuk dari orang yang dijadikan Allah sebagai kunci kebaikan, penutup keburukan, dan saat itulah kabar gembira untukmu adalah surga.
Dan Nabi SAW menjadikan seorang mukmin sebagai perumpamaan selalu memberi manfaat dengan pohon kurma karena selalu hijau dan boleh memberikan manfaat dengan semua yang ada padanya, beliau bersabda:
إِنِّي َلأَعْلَمُ شَجَرَةً يُنْتَفَعُ بِهَا مِثْلُ الْمُؤْمِنِ
“Sesungguhnya aku mengetahui pohon yang diambil manfaat dengannya seperti seorang mukmin.’[13]
Dan seorang mukmin berusaha memberikan manfaat untuk manusia karena Allah , mengharap ridha-Nya, dan tidak dikuasai oleh perasaan peribadi atau posisi yang berbeza. Rabb mencela Abu Bakr saat ia bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada Misthah bin Utsatsah karena ikut serta dalam peristiwa ifki (berita bohong). Maka tatkala turun firman Allah :
وَلاَيَأْتَلِ أُولُوا الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُوْلِى الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلاَتُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada.Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu ?Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. an-Nur:22)
Abu Bakar berkata: bahkan, demi Allah, sesungguhnya kami ingin agar Dia mengampuni kami. dan iapun memberikan manfaat kepada Misthah.
Apakah engkau ingin agar Allah mengampunimu, maka marilah terus menambah dalam berdakwah, memberi nasehat, faedah dan manfaat, memanfaatkan waktu dan kemampuan… maka sesungguhnya ia seperti yang disabdakan oleh Nabi SAW:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.”[14]
Kesimpulan:
1. Apabila seorang mukmin tidak memberikan manfaat, berarti kebaikannya tidak menjalar kepada orang lain.
2. Barangsiapa yang boleh memberi manfaat kepada saudaranya maka hendaklah ia melakukannya.
3. Segera memberikan manfaat sebelum diminta.
4. Memanfaatkan semua kesempatan untuk menyampaikan kebaikan (berdakwah dan menyampaikan mesej Islam).
5. Manfaat yang paling wajib adalah untuk kaum kerabat.
6. Barangsiapa yang tidak mampu memberikan manfaat, maka hendaklah ia bersungguh-sungguh untuk tidak membahayakan orang lain.
7. Manfaat yang paling tinggi adalah jihad dan yang terendah adalah ‘uzlah.
8. Perlu tingkatkan lagi usaha berdakwah, dengan menyebarkan kata-kata nasehat dan peringatan.
9. Gunakan segala kemampuan yang Allah kurniakan untuk Agama Allah dan dalam membantu perkembangan dakwah.
10. Manfaat menjadi dengan memberikan dukungan dengan harta dan kekuasaan (infaqkan untuk Islam).
11. Di antara karekteristik seorang mukmin adalah: kebaikannya saja yang selalu terus dirasakan dan banyak manfaatnya.
12. Yang bermanfaat adalah manusia yang terbaik.
Telah diedit semula dari sumber asal: Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah
Sumber Rujukan:
[1] Shahih al-Jami’, no. 176 (Hasan)
[2] Shahih Muslim, kitab fadhail, bab ke-28, no. 132/2473.
[3] Muwaththa’ Imam Malik, kitab Aqdiyah, bab ke-26, hadits ke 33.
[4] Shahih Sunan Ibnu Majah , kitab shalat, bab ke-190 no. 1138.
[5] Musnad Imam Ahmad 4/423.
[6] Shahih al-Bukhari, kitab ilmu, bab ke-20, no. 79 (Fath al-Bari 1/175).
[7] Musnad Imam Ahmad 1/307 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 7907.
[8] Musnad Imam Ahmad 2/425, dan lafazh yang marfu’ dalam shahih Sunan Abu Daud no. 770/864 (Shahih).
[9] Shahih Muslim, kitab zakat, bab ke-12, hadits 38/994 (Syarh an-Nawawi 4/85).
[10] Shahih al-Bukhari, kitab Adab, bab ke-33, no. 6022 (Fath al-Bari 10/447)
[11] Shahih al-Bukhari, kitab riqaq, bab ke-34, hadits no. 6494 (Fath al-Bari 11/330).
[12] Shahih Muslim, kitab jual beli, bab ke-17, hadits no. 88 (Syarh an-Nawawi 5/454)
[13] Musnad Ahmad 2/115, seperti dalam riwayat al-Bukhari dalam kitab ilmu, bab ke-5, no 62 (Fath 1/147)
[14] Shahih al-Jami’ no 3289 (Hasan).
MULTIPLIER EFFECT SERTIFIKASI PENDIDIK
Pelaksanaan program sertifikasi pendidik bagi sekitar 2,7 juta guru—berikut dosen kita di tanah air sampai saat ini telah memasuki tahun keempat sejak dicanangkan pada tahun 2006. menurut Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Dr. Baedhowi, sampai akhir tahun 2008 sudah ada sekitar 360.000 orang guru kita yang sudah dinyatakan lulus program sertifikasi pendidikan—baik lulus portofolio atau melewati Diklat langsung profesi guru. Pada tahun 2009 juga pemerintah merencanakan kuota 200.000 guru untuk mengikuti sertifikasi pendidikan, diperkirakan sudah ada sekitar 560.000 guru Indonesia yang sudah dan akan dinyatakan sebagai guru profesional.
Sebagaimana tema besar yang melatarbelakangi kebijakan sertifikasi pendidikan ini, bahwa program ini diharapkan bisa menjadi instrumen penting dalam upaya kita meningkatkan kualitas pendidikan nasional kita. Mak harapannya tentu ketika seorang guru telah mendapat sertifikat sebagai seorang pendidik yang menunjukkan dan menjaga sikap profesionalismenya dalam melaksanakan tugas kependidikannya. Dengan kata lain, seorang guru profesional seharusnya adalah seorang yang memiliki empat kompetensi pendidik, sebagaimana diamanahkan Undang-undang Nomor 14/2005 tentang guru dan dosen, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi profesional, kompetensi pribadi dan kompetensi sosial.
Apabila asumsi perubahan itu benar-benar terjadi maka diyakini akan terjad multiplier effect (efek berantai) yang luar biasa pada proses perbaikan dunia pendidikan. Pengaruh yang paling diharapkan adalah akan semakin efektifnya proses pembelajaran di setiap sekolah. Kita berharap setelah program sertifikasi ini akan menemukan para pendidik yang mencurahkan segala potensinya dalam melaksanakan tugas kependidikannya; para guru yang bergairah, bersemangat, memiliki etos kerja tinggi, disiplin, paham akan tugasnya dan yang paling penting adalah para guru yang mencintai profesi kependidikannya.
Diyakini suasana positif ini akan mengalir ke ruang-ruang kelas. Ketika para pendidik telah mencintai profesi kependidikannya dalam makna yang sebenarnya. Kita akan menemukan ruang-ruang kelas yang hidup karena dipimpin oleh seorang pendidik yang profesional. Seorang guru yang kaya akan berbagai ide kreatif tentang bagaimana menjadiproses pembelajaran semakin efektif dan menarik, seorang guru yang tak pernah kehabisan cara dalam membantu anak didik mereka mencapai target-target pembelajaran, seorang guru yang tidak hanya bisa berperan sebagai sumber ilmu, tapi jjuga sebagai sumber inspirasi yang tak pernah kering bagi para siswanya dalam menggapai harapan dan masa depan mereka yang lebih baik.
Efek positif berantai itu tidak hanya akan terasa di sekolah atau di ruang-ruang kelas, tetapi juga akan terasa di lingkungan luar sekolah atau di tengah masyarakat. Karena pendidik profesional juga ditandai dengan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Maka kita nanti akan menemukan banyak guru yang tidak hanya berperan sebagai sumber inspirasi badi siswanya di sekolah, tetapi bagi masyarakat di lingkungan dimana dia berada. Dia akan menjadi model yang akan ditiru masyarakatnya, dijadikan salah satu sumber referensi penting dalam bermasyarakat. Bukan tak mungkin, kita akan bertemu dengan guru yang secara aktif berperan mengarahkan perubahan (director of change) masyarakatnya menuju masa depan lebih baik.
Lebih jauh, tentu suasana seperti ini akan berakibat pada semakin kuatnya pesona dan martabat profesi guru di tengah masyarakat. Profesi guru akan kembali menempati posisi terhormat di tengah masyarakat Indonesia. Profesi ini tidak lagi dipandang ‘sebelah mata’ oleh sebagian orang. Dan kalau suasana seperti ini benar-benar tercipta, hampir bisa dipastikan bahwa profesi pendidik ini akan menjadi salah satu pilihan profesi yang sangat menarik bagi generasi muda cemerlang kita di masa depan.
Puncak dari multiplier effect yang akan kita harapkan tentu saja akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan nasional kita secara simultan dan signifikan. Secara berangsur tapi pasti, pendidikan kita akan semakin baik. Kualitas anak didik kita semakin membanggakan. Peningkatan pendidikan kita di dunia akan semakin naik. Mayoritas anak bangsa ini akan mempeproleh skill yang cukup untuk bisa survive di tengah kompetisi perdaban global yang semakin kuat. Pad saatnya nanti kita berharap bahwa kita betul-betul bisa merasakan bahwa kita berhak dan pantas duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa lain.
Betulkah Sudah Ada Perubahan?
Di balik segala harapan di atas, pertanyaan mendasar yang sekarang penting kita jawab adalah; apakah benar mereka para pendidikan yang sudah dinyatakan lulus sertifikasi itu atau bahkan sudah menikmati tunjangan profesi pendidik benar-benar telah mentranspormasi diri menjadi seorang pendidik yang profesional?, apakah mereka sudah certified itu di lapangan sudah memperlihatkan dan membuktikan berbagai kompetensi yang telah kita bahas di atas?.
Sebagai contoh dalam hal kompetensi pedagogis, sudahkah para certified educators itu menguasai dengan baik kegiatan mengajar mereka, membuat silabus, membuat rencana pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran secara kreatif dan melaksanakan penilaian sebagaimana dituntut oleh aturan perundangan yang berlaku.
Dalam hal kompetensi kepribadian, apakah mereka yang sudah menikmati tunjangan profesi pendidikan itu benar-benar telah menjadi seorang neo educator, pendidik baru dengan darah, semangat dan paradigma baru. Pendidik yang tidak hanya pintar mentransformasikan knowledge kepada peserta didiknya, tapi juga seorang yang dengan sadar dan terencana bisa mentransportasikan nilai-nilai kebaikan kepada siswanya, dengan menunjukkan sikap dan kepribadian terpuji dihadapan para siswanya. Sudahkan mereka menjadi orang pertama yang mencontohkan betapa pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan proses pembelajaran, menghargai etos kerja, disiplin, menghormati orang lain, suka menolong, gemar membaca, tidak merokok, tidak terlambat dan berbagai sikap dan kepribadian positif lainnya.
Pertanyaan seperti di atas harus terus disampaikan agar perubahan yang substansial itu benar-benar terjadi. Kita mesti khawatir kalau ternyata perubahan itu tidak pernah ada ataupun kalau ada perubahan itu lebih banyak dalam hal artificial, seperti perubahan life style (gaya hidup) sebagian guru kita yang telah dinyatakan sebagai guru profesional. Berubah dari seorang ‘Oemar Bakri’ yang sebelumnya datang ke sekolah dengan motor butut, menjadi seorang guru berdasi yang sekarang datang dengan menyetir mobil pribadi. Atau malah dari seorang yang sebelumnya telah menderita karena himpitan hutang kepada seorang yang semakin menderita karena menambah hutang baru untuk membeli aksesoris duniawi setiap bulan untuk menutupi hutang-hutang itu. Kalau ini yang terjadi, tentu sungguh sangat disayangkan.
Perlu Sistem Kontrol
Kekhawatiran akan fenonena di atas sangat beralasan, karena sampai hari ini belum ada sistem baru yang bisa mengontrol kerja para guru yang sudah disertifikasi ini. Karenanya,untuk mengantisipasi kehawatiran di atas, urgen danpenting dipikirkan oleh pemerintah sebuah sistem kontrol di setiap lembaga pendidikan untuk memastikan (baca:
melakukan assessmen) secara berkala dan terukur terhadap kinerja para guru profesional ini. Sepertinya kewajiban mengajar minimal 24 jam yang selama ni dijadikan syarat administrasi untuk mencairkan tunjangan profesi itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, sangat jauh dari cukup sebagai ‘alat bukti’ menilai kinerja seorang pendidik yang profesional. Menyerahkan sepenuhnya penilaian kepada kepala sekolah untuk mengontrol kinerja guru profesional ini juga beresiko, karena kadang kepala sekolah sendiri berada di dalam lingkungan masalah itu.
Pendapat saya, pada tahap awal, pemerintah bisa mengoptimalkan peran para pengawas sekolah di lingkungan dinas pendidikan (atau di depag) dalam menjalankan kontrol ini. Para pengawas tersebut, selain melakukan pembinaan rutin kepada para guru, semestinya juga harus menjalankan fungsi kontrolnya kepada seorang guru. Para pengawas tersebut mesti memeriksa dan memastikan bahwa para guru kita di sekolah telah benar-benar memiliki kompetensi pedagogis, misalnya dengan memeriksa kelengkapan pengajaran setiap guru, mulai dari perencanaan, sampai evaluasi. Apabila diperlukan, lembar penilaian dari pengawas bisa dijadikan sebagai tambahan persyaratan administratif untuk mencairkan tunjangan profesi pendidik itu.
Pada jangka panjang perlu dibikin sistem penilaian terhadap kinerja dan atau rekam jejak aktifitas guru-guru ini dilapangan. Pembentuka lembaga baru semisal tim auditor independen yang secara berkala bekerja menilai kinerja para guru setelah disertifikasi dengan sistem kinerja yang berbasis profesionalisme perlu dipikirkan. Tim idenependen ini nanti secara berkala melaporkan hasil ‘audit’ mereka dan sangat mungkin mereka merekomendasikan kepda pemerintah untuk memberhentikan pemberian tunjangan pendidik kepad guru tertentu yang setelah diperiksa tak layak lagi menerimanya.
Dengan adanya sistem kontrol seperti ini, pemerintah bisa memastikan bahwa tunjangan profesi pendidik ini hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak dan layak memperolehnya. Pada saat yang sama, kekhawatiran kita bahwa tidak terjadinya perubahan substansial di dunia pendidikan kita barangkali bisa diminimalisir. Kalau tidak, harapan untuk menjadikan dunia pendidikan kita lebih baik hanya akan menjadi impian kosong kita. Kalau ini yang terjadi, tentu kehancuran dana miliaran rupiah yang dianggarkan pemerintah untuk program sertifikasi pendidik ini akan menjadi sia-sia belaka. Dan kita tentu sama sekali tak ingin mimpi buruk ini terjadi. Berbagai sumber.
Pelaksanaan program sertifikasi pendidik bagi sekitar 2,7 juta guru—berikut dosen kita di tanah air sampai saat ini telah memasuki tahun keempat sejak dicanangkan pada tahun 2006. menurut Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), Dr. Baedhowi, sampai akhir tahun 2008 sudah ada sekitar 360.000 orang guru kita yang sudah dinyatakan lulus program sertifikasi pendidikan—baik lulus portofolio atau melewati Diklat langsung profesi guru. Pada tahun 2009 juga pemerintah merencanakan kuota 200.000 guru untuk mengikuti sertifikasi pendidikan, diperkirakan sudah ada sekitar 560.000 guru Indonesia yang sudah dan akan dinyatakan sebagai guru profesional.
Sebagaimana tema besar yang melatarbelakangi kebijakan sertifikasi pendidikan ini, bahwa program ini diharapkan bisa menjadi instrumen penting dalam upaya kita meningkatkan kualitas pendidikan nasional kita. Mak harapannya tentu ketika seorang guru telah mendapat sertifikat sebagai seorang pendidik yang menunjukkan dan menjaga sikap profesionalismenya dalam melaksanakan tugas kependidikannya. Dengan kata lain, seorang guru profesional seharusnya adalah seorang yang memiliki empat kompetensi pendidik, sebagaimana diamanahkan Undang-undang Nomor 14/2005 tentang guru dan dosen, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi profesional, kompetensi pribadi dan kompetensi sosial.
Apabila asumsi perubahan itu benar-benar terjadi maka diyakini akan terjad multiplier effect (efek berantai) yang luar biasa pada proses perbaikan dunia pendidikan. Pengaruh yang paling diharapkan adalah akan semakin efektifnya proses pembelajaran di setiap sekolah. Kita berharap setelah program sertifikasi ini akan menemukan para pendidik yang mencurahkan segala potensinya dalam melaksanakan tugas kependidikannya; para guru yang bergairah, bersemangat, memiliki etos kerja tinggi, disiplin, paham akan tugasnya dan yang paling penting adalah para guru yang mencintai profesi kependidikannya.
Diyakini suasana positif ini akan mengalir ke ruang-ruang kelas. Ketika para pendidik telah mencintai profesi kependidikannya dalam makna yang sebenarnya. Kita akan menemukan ruang-ruang kelas yang hidup karena dipimpin oleh seorang pendidik yang profesional. Seorang guru yang kaya akan berbagai ide kreatif tentang bagaimana menjadiproses pembelajaran semakin efektif dan menarik, seorang guru yang tak pernah kehabisan cara dalam membantu anak didik mereka mencapai target-target pembelajaran, seorang guru yang tidak hanya bisa berperan sebagai sumber ilmu, tapi jjuga sebagai sumber inspirasi yang tak pernah kering bagi para siswanya dalam menggapai harapan dan masa depan mereka yang lebih baik.
Efek positif berantai itu tidak hanya akan terasa di sekolah atau di ruang-ruang kelas, tetapi juga akan terasa di lingkungan luar sekolah atau di tengah masyarakat. Karena pendidik profesional juga ditandai dengan kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Maka kita nanti akan menemukan banyak guru yang tidak hanya berperan sebagai sumber inspirasi badi siswanya di sekolah, tetapi bagi masyarakat di lingkungan dimana dia berada. Dia akan menjadi model yang akan ditiru masyarakatnya, dijadikan salah satu sumber referensi penting dalam bermasyarakat. Bukan tak mungkin, kita akan bertemu dengan guru yang secara aktif berperan mengarahkan perubahan (director of change) masyarakatnya menuju masa depan lebih baik.
Lebih jauh, tentu suasana seperti ini akan berakibat pada semakin kuatnya pesona dan martabat profesi guru di tengah masyarakat. Profesi guru akan kembali menempati posisi terhormat di tengah masyarakat Indonesia. Profesi ini tidak lagi dipandang ‘sebelah mata’ oleh sebagian orang. Dan kalau suasana seperti ini benar-benar tercipta, hampir bisa dipastikan bahwa profesi pendidik ini akan menjadi salah satu pilihan profesi yang sangat menarik bagi generasi muda cemerlang kita di masa depan.
Puncak dari multiplier effect yang akan kita harapkan tentu saja akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan nasional kita secara simultan dan signifikan. Secara berangsur tapi pasti, pendidikan kita akan semakin baik. Kualitas anak didik kita semakin membanggakan. Peningkatan pendidikan kita di dunia akan semakin naik. Mayoritas anak bangsa ini akan mempeproleh skill yang cukup untuk bisa survive di tengah kompetisi perdaban global yang semakin kuat. Pad saatnya nanti kita berharap bahwa kita betul-betul bisa merasakan bahwa kita berhak dan pantas duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa lain.
Betulkah Sudah Ada Perubahan?
Di balik segala harapan di atas, pertanyaan mendasar yang sekarang penting kita jawab adalah; apakah benar mereka para pendidikan yang sudah dinyatakan lulus sertifikasi itu atau bahkan sudah menikmati tunjangan profesi pendidik benar-benar telah mentranspormasi diri menjadi seorang pendidik yang profesional?, apakah mereka sudah certified itu di lapangan sudah memperlihatkan dan membuktikan berbagai kompetensi yang telah kita bahas di atas?.
Sebagai contoh dalam hal kompetensi pedagogis, sudahkah para certified educators itu menguasai dengan baik kegiatan mengajar mereka, membuat silabus, membuat rencana pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran secara kreatif dan melaksanakan penilaian sebagaimana dituntut oleh aturan perundangan yang berlaku.
Dalam hal kompetensi kepribadian, apakah mereka yang sudah menikmati tunjangan profesi pendidikan itu benar-benar telah menjadi seorang neo educator, pendidik baru dengan darah, semangat dan paradigma baru. Pendidik yang tidak hanya pintar mentransformasikan knowledge kepada peserta didiknya, tapi juga seorang yang dengan sadar dan terencana bisa mentransportasikan nilai-nilai kebaikan kepada siswanya, dengan menunjukkan sikap dan kepribadian terpuji dihadapan para siswanya. Sudahkan mereka menjadi orang pertama yang mencontohkan betapa pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan proses pembelajaran, menghargai etos kerja, disiplin, menghormati orang lain, suka menolong, gemar membaca, tidak merokok, tidak terlambat dan berbagai sikap dan kepribadian positif lainnya.
Pertanyaan seperti di atas harus terus disampaikan agar perubahan yang substansial itu benar-benar terjadi. Kita mesti khawatir kalau ternyata perubahan itu tidak pernah ada ataupun kalau ada perubahan itu lebih banyak dalam hal artificial, seperti perubahan life style (gaya hidup) sebagian guru kita yang telah dinyatakan sebagai guru profesional. Berubah dari seorang ‘Oemar Bakri’ yang sebelumnya datang ke sekolah dengan motor butut, menjadi seorang guru berdasi yang sekarang datang dengan menyetir mobil pribadi. Atau malah dari seorang yang sebelumnya telah menderita karena himpitan hutang kepada seorang yang semakin menderita karena menambah hutang baru untuk membeli aksesoris duniawi setiap bulan untuk menutupi hutang-hutang itu. Kalau ini yang terjadi, tentu sungguh sangat disayangkan.
Perlu Sistem Kontrol
Kekhawatiran akan fenonena di atas sangat beralasan, karena sampai hari ini belum ada sistem baru yang bisa mengontrol kerja para guru yang sudah disertifikasi ini. Karenanya,untuk mengantisipasi kehawatiran di atas, urgen danpenting dipikirkan oleh pemerintah sebuah sistem kontrol di setiap lembaga pendidikan untuk memastikan (baca:
melakukan assessmen) secara berkala dan terukur terhadap kinerja para guru profesional ini. Sepertinya kewajiban mengajar minimal 24 jam yang selama ni dijadikan syarat administrasi untuk mencairkan tunjangan profesi itu sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, sangat jauh dari cukup sebagai ‘alat bukti’ menilai kinerja seorang pendidik yang profesional. Menyerahkan sepenuhnya penilaian kepada kepala sekolah untuk mengontrol kinerja guru profesional ini juga beresiko, karena kadang kepala sekolah sendiri berada di dalam lingkungan masalah itu.
Pendapat saya, pada tahap awal, pemerintah bisa mengoptimalkan peran para pengawas sekolah di lingkungan dinas pendidikan (atau di depag) dalam menjalankan kontrol ini. Para pengawas tersebut, selain melakukan pembinaan rutin kepada para guru, semestinya juga harus menjalankan fungsi kontrolnya kepada seorang guru. Para pengawas tersebut mesti memeriksa dan memastikan bahwa para guru kita di sekolah telah benar-benar memiliki kompetensi pedagogis, misalnya dengan memeriksa kelengkapan pengajaran setiap guru, mulai dari perencanaan, sampai evaluasi. Apabila diperlukan, lembar penilaian dari pengawas bisa dijadikan sebagai tambahan persyaratan administratif untuk mencairkan tunjangan profesi pendidik itu.
Pada jangka panjang perlu dibikin sistem penilaian terhadap kinerja dan atau rekam jejak aktifitas guru-guru ini dilapangan. Pembentuka lembaga baru semisal tim auditor independen yang secara berkala bekerja menilai kinerja para guru setelah disertifikasi dengan sistem kinerja yang berbasis profesionalisme perlu dipikirkan. Tim idenependen ini nanti secara berkala melaporkan hasil ‘audit’ mereka dan sangat mungkin mereka merekomendasikan kepda pemerintah untuk memberhentikan pemberian tunjangan pendidik kepad guru tertentu yang setelah diperiksa tak layak lagi menerimanya.
Dengan adanya sistem kontrol seperti ini, pemerintah bisa memastikan bahwa tunjangan profesi pendidik ini hanya diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak dan layak memperolehnya. Pada saat yang sama, kekhawatiran kita bahwa tidak terjadinya perubahan substansial di dunia pendidikan kita barangkali bisa diminimalisir. Kalau tidak, harapan untuk menjadikan dunia pendidikan kita lebih baik hanya akan menjadi impian kosong kita. Kalau ini yang terjadi, tentu kehancuran dana miliaran rupiah yang dianggarkan pemerintah untuk program sertifikasi pendidik ini akan menjadi sia-sia belaka. Dan kita tentu sama sekali tak ingin mimpi buruk ini terjadi. Berbagai sumber.
MENDIDIK BUKAN SEKEDAR MENTRANSFER ILMU
Ki Hajar Dewantara pernah memberikan petuah berharga bagi para pendidik negeri ini. Tiga kalimat singkat yang padat makna. Yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Ketiga kalimat itu mengandung arti bahwa pendidikan harus mampu melmberikan contoh, memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Jiwa pendidik pada diri guru, sebagaimana diariskan Ki Hajar Dewantara adalah jiwa ngemong, momong dan among yang berarti guru harus memiliki jiwa kasih sayang dan welas asih.
Namun pada prakteknya, memang sulit untuk bisa mewujudkan sebuah komunikasi yang baik antar guru dan murid. Di kelas hanya terjadi sebuah komunikasi satu arah, apa yang dikatakan guru harus ditelan mentah-mentah oleh murid-muridnya.
Padahal jika seorang guru mampu menanamkan ketauladan dalam dirinya sebagaimana tiga kalimat singkat warisan Ki Hajar Dewantara tersebut, niscaya guru akan mampu membuat murid-muridnya termotivasi, selalu bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar. Di sini memang diperlukan guru yang tidak hanya bisa mendidik, tapi juga bisa mengajar.
Mendidik memang bukan sekedar memberikan penjelasan dengan menyampaikan materi dan memberi tugas pada peserta didik. Karenanya pula, seorang pendidik punya kewajiban untuk selalu meng-up grade kemampuan dalam penguasaan pengetahuan dan metode pengajaran serta memanfaatkan sumber-sumber belajar dari luar sekolah.
Tujuannya agar pendidik tidak mengalami stagnasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan selalu dinamis mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Menurut Rektor Universitas Negara Jakarta Prof. Sutjipto saat ini 50 persen dari guru di Indonesia belum memiliki kualitas sesuai standarisasi pendidikan nasional (SPN). Apalagi jika diukur berdasarkan standarisasi internasional, sudah pasti kualitas guru kita akan semakin tertinggal.
Mengapa hal ini terjadi?. Menurut Christoper Bjor, penulis buku Indonesia Education: Teachers Schools, and Central Bureaucracy, salah satu faktornya adalah tidak adanya profesionalisme dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, sehingga proses belajar mengajar tak lebih sebagai acara ritual kurikuler yang menjemukan karena tidak adanya kreativitas dan inovasi para pendidiknya.
Baik inovasi dan kreativitas dalam metode pengajaran maupun materi ajar yang disampaikan. Akibatnya proses transfer of knowledge-nya tidak berjalan secara efektif karena peserta didik merasa tidak bergairah dan suasana kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi beku.
Padahal tugas seorang pendidik tidak terbatas pada pemenuhan otak siswa saja dengan berbagai ilmu pengetahuan. Namun seorang guru juga harus mengajarkan pendidikan mnyeluruh yang memasukan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya, seorang pendidik yang sukses harus mampu menjadikan perkataan dan tingkah laku siswanya di kelas sesuai nilai moral yang berlaku.
Mengapa Harus Mendidik
Mendiidk adalah kata imbuhan yang berkarakter dari kata “didik” dari kata itu pula terbentuk kata lain yakni pendidik dan terdidik. Kata mendidik merupakan kata kerja dari suatu perbuatan didik, yakni membuat orang jadi terdidik, mentransfer pengetahuan kepada orang lain dengan cara yang sistemik.
Jadi mendidik adalah suatu perbuatan pentransferan pengetahuan kepada seseorang dari tidak tahu menjadi tahu secara sistemik, sehingga bermanfaat dalam kehidupannya, di masa kini dan mendatang serta tidak tergantung kepada orang lain.
Hal ini berarti adanya pendidikan manusia mampu hidup mandiri, dapat membedakan antara yang baik dengan yang tidak baik dan tentunya dapat menjadik halifah di bumi.
Adapun kata pendidik lebih ditujukan kepada orang yang menerima didikan yakni guru, sedangkan terdidik adalah orang yang menerima didikan yakni murid atau siswa. Selain tiga kata tersebut di atas kita juga mengenal istilah pendidikan yang merupakan bentukan lain dari kata didik.
Jadi tugas pendidik yang paling inti adalah emmbimbing si terdidik agar bisa mengenal dirinya soal kehidupan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya. Tentunya para terdidik ini juga memiliki pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi juga keimanan dan ketakwaan.
Sehingga yang didapat dalam proses pendidikan itu tidak hanya sekedar diketahui melainkan juga diamalkan dan diyakini sendiri terutama dalam hal ilmu keagamaan.
Mendidik lebih Luas dari Mengajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengajar berarti proses memberi petunjuk yang diberikan kepada orang lain supaya diketahui (diturut). Sementara mendidik. Artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenal akhlak dan kecerdasan. Berdasarkan pengertian harfiah tersebut, dapat dikatakan bahwa “mendidik sudah pasti mengajar, tetapi mengajar belum tentu mendidik”. Sehingga pengertian medidik adalah lebih luas dibandingkan mengajar.
Perbedaan filosofis antara mendidik dan mengajar memang sering tidak disadari para guru. Seorang guru yang mengajar dengan tujuan mendidik, perlu menjadi profesinya itu sebagai sebuah seni menyebarkan akhlak positif bagi generasi muda, menjadikan tingkah lakunya agar bisa menjadi faktor penentu dalam keberhasilan proses pendidikan.
Tingkah laku pendidik akan menjadi teladan bagi anak didiknya. Tak salah dengan pepatah “guru kencing berdiri murid kencing berlari” sosok guru menjadi panutan anak didiknya dalam berprilaku. Guru menjadi pedoman ‘digugu dan ditiru’ atau didengar dan dicontoh.
Guru pun mengemban tanggung jawab semakin luas. Saat ini banyak pula guru baru sebatas menjadi ‘pengajar’ bukan ‘pendidik’. Guru mengajar hanya dengan mulut, tapi mendidik memerlukan ketetapan dan kelembutan hati.
Karena itu, perlu diperjelas bahwa tugas pokok guru adalah mengajar, sekaligus mendidik. Guru diharapkan dapat membekali anak didiknya dengan ilmu yang bermanfaat dan berakhlak mulia. Berbudi pekerti luhur. Itulah inti mendidik dengan cinta kasih.
Mendidik adalah Roh Pendidikan
Sebenarnya, pada awalnya istilah pedagogi lebih dulu dikenal dari pada istilah edukasi. Namun pada perkembangannya, ketika sekitar dekade 1960-an, di Amerika terjadi kekalutan besar. Mereka merasa tertinggal dengan bangsa lain, khususnya Uni Soviet yang baru saja meluncurkan satelitnya Sputnik.
Kegiatan peenlitian di Amerika pun lebih digiatkan, ilmu pengetahuan menjadi sorotan utama di sana. Dan untuk menjamin keunggulan ilmu pengetahuan itu, Amerika Serikat merombak pendidikannya.
Kurikulum dimodernisasi terutama dalam area ilmu pengetahuan matematika dan bahasa asing. Proyek telah dikembangkan oleh Universitas akademis, seperti Physical Science Studi Commitee Eksakta (PSSC) dan University of Illinois Committee on School Mathematics (ULCSM), hal itu dimaksudkan untuk memperbaharui dan meningkatkan mutu isinya, merangsang teknik mengajar yang diorientasikan pada penemuan (discovery oriented).
Dari sinilah kemudian mengubah segala bentuk pedagogik menjadi “education” yang dalam padanan Bahasa Indonesia dikenal dengan pendidikan. Sehingga, pandangan klasik tentang pendidikan tempo dulu yang kita kenal mulai luntur.
Arah pendidikan pun berubah dari mengajarkan tentang kebajikan, menjadi ruang untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk menguasai manusia lainnya. Para murid tidak lagi diajarkan tentang nilai-nailai kesantunan, kasih sayang dan menghormati hak sesama.
Padahal mendidi atau pedagogy sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan eksatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan perdaban.
Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengertian bahwa mendidik bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Mendidik menjadi inti dari pendidikan itu sendiri. Disinilah roh pendidikan dititupkan melalui mendidik. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi penolong bagi umat manusia. Sementara mengajar hanya pada tataran transfer of knowledge.
Gunakan Hati dan Kasih
Mengajar di sekolah memang berbeda dengan bentuk didikan orang tua terhadap anaknya. Mengajar dapat dikatakan sebagai kegiatan yang gampang-gampang susah.
Satu hal yang sangat penting, sebagai inti dalam mendidik adalah mendidik dengan cinta kasih pun tidak dapat terlepas dari proses mendidik dengan hati, penuh kasih sayang dan memberikan teladan yang baik.
Para pendidik tidak hanya mentransfer ilmu semata, unsur kasih sayang yang tidak diberikan oleh guru dalam mengajar memberikan keyakinan kepada para muridnya bahwa mereka mampu berprestasi, mereka bisa berkreasi dan mereka dapat melakukan yang terbaik.
Anak-anak diberikan suatu kebebasan berekspresi dan berkiprah dalam berbagai bidang yang mereka kuasai, sehingga mereka mampu berbuat sesuatu secara positif dan bermanfaat. Guru hendaknya tidak sebatas menjalankan peran antar guru dan anak didik. Perlakuan anak didik ibarat anak kandung sendiri. Curahan kasih sayangnya tulus, tidak berdasar batas guru dan murid.
Selain cinta kasih persoalan penting yang perlu diperhatikan dalam menjalankan proses mendidik adalah kepercayaan dan kewibawaan. Ketiga hal itu bisa saling bertautan dan saling melengkapi. Cinta melahirkan kepercayaan. Kepercayaan terhadap guru pun dapat menumbuhkan kewibawaan guru dihadapan anak didiknya.
Ki Hajar Dewantara pernah memberikan petuah berharga bagi para pendidik negeri ini. Tiga kalimat singkat yang padat makna. Yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Ketiga kalimat itu mengandung arti bahwa pendidikan harus mampu melmberikan contoh, memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Jiwa pendidik pada diri guru, sebagaimana diariskan Ki Hajar Dewantara adalah jiwa ngemong, momong dan among yang berarti guru harus memiliki jiwa kasih sayang dan welas asih.
Namun pada prakteknya, memang sulit untuk bisa mewujudkan sebuah komunikasi yang baik antar guru dan murid. Di kelas hanya terjadi sebuah komunikasi satu arah, apa yang dikatakan guru harus ditelan mentah-mentah oleh murid-muridnya.
Padahal jika seorang guru mampu menanamkan ketauladan dalam dirinya sebagaimana tiga kalimat singkat warisan Ki Hajar Dewantara tersebut, niscaya guru akan mampu membuat murid-muridnya termotivasi, selalu bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar. Di sini memang diperlukan guru yang tidak hanya bisa mendidik, tapi juga bisa mengajar.
Mendidik memang bukan sekedar memberikan penjelasan dengan menyampaikan materi dan memberi tugas pada peserta didik. Karenanya pula, seorang pendidik punya kewajiban untuk selalu meng-up grade kemampuan dalam penguasaan pengetahuan dan metode pengajaran serta memanfaatkan sumber-sumber belajar dari luar sekolah.
Tujuannya agar pendidik tidak mengalami stagnasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan selalu dinamis mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Menurut Rektor Universitas Negara Jakarta Prof. Sutjipto saat ini 50 persen dari guru di Indonesia belum memiliki kualitas sesuai standarisasi pendidikan nasional (SPN). Apalagi jika diukur berdasarkan standarisasi internasional, sudah pasti kualitas guru kita akan semakin tertinggal.
Mengapa hal ini terjadi?. Menurut Christoper Bjor, penulis buku Indonesia Education: Teachers Schools, and Central Bureaucracy, salah satu faktornya adalah tidak adanya profesionalisme dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, sehingga proses belajar mengajar tak lebih sebagai acara ritual kurikuler yang menjemukan karena tidak adanya kreativitas dan inovasi para pendidiknya.
Baik inovasi dan kreativitas dalam metode pengajaran maupun materi ajar yang disampaikan. Akibatnya proses transfer of knowledge-nya tidak berjalan secara efektif karena peserta didik merasa tidak bergairah dan suasana kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi beku.
Padahal tugas seorang pendidik tidak terbatas pada pemenuhan otak siswa saja dengan berbagai ilmu pengetahuan. Namun seorang guru juga harus mengajarkan pendidikan mnyeluruh yang memasukan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya, seorang pendidik yang sukses harus mampu menjadikan perkataan dan tingkah laku siswanya di kelas sesuai nilai moral yang berlaku.
Mengapa Harus Mendidik
Mendiidk adalah kata imbuhan yang berkarakter dari kata “didik” dari kata itu pula terbentuk kata lain yakni pendidik dan terdidik. Kata mendidik merupakan kata kerja dari suatu perbuatan didik, yakni membuat orang jadi terdidik, mentransfer pengetahuan kepada orang lain dengan cara yang sistemik.
Jadi mendidik adalah suatu perbuatan pentransferan pengetahuan kepada seseorang dari tidak tahu menjadi tahu secara sistemik, sehingga bermanfaat dalam kehidupannya, di masa kini dan mendatang serta tidak tergantung kepada orang lain.
Hal ini berarti adanya pendidikan manusia mampu hidup mandiri, dapat membedakan antara yang baik dengan yang tidak baik dan tentunya dapat menjadik halifah di bumi.
Adapun kata pendidik lebih ditujukan kepada orang yang menerima didikan yakni guru, sedangkan terdidik adalah orang yang menerima didikan yakni murid atau siswa. Selain tiga kata tersebut di atas kita juga mengenal istilah pendidikan yang merupakan bentukan lain dari kata didik.
Jadi tugas pendidik yang paling inti adalah emmbimbing si terdidik agar bisa mengenal dirinya soal kehidupan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya. Tentunya para terdidik ini juga memiliki pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi juga keimanan dan ketakwaan.
Sehingga yang didapat dalam proses pendidikan itu tidak hanya sekedar diketahui melainkan juga diamalkan dan diyakini sendiri terutama dalam hal ilmu keagamaan.
Mendidik lebih Luas dari Mengajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengajar berarti proses memberi petunjuk yang diberikan kepada orang lain supaya diketahui (diturut). Sementara mendidik. Artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenal akhlak dan kecerdasan. Berdasarkan pengertian harfiah tersebut, dapat dikatakan bahwa “mendidik sudah pasti mengajar, tetapi mengajar belum tentu mendidik”. Sehingga pengertian medidik adalah lebih luas dibandingkan mengajar.
Perbedaan filosofis antara mendidik dan mengajar memang sering tidak disadari para guru. Seorang guru yang mengajar dengan tujuan mendidik, perlu menjadi profesinya itu sebagai sebuah seni menyebarkan akhlak positif bagi generasi muda, menjadikan tingkah lakunya agar bisa menjadi faktor penentu dalam keberhasilan proses pendidikan.
Tingkah laku pendidik akan menjadi teladan bagi anak didiknya. Tak salah dengan pepatah “guru kencing berdiri murid kencing berlari” sosok guru menjadi panutan anak didiknya dalam berprilaku. Guru menjadi pedoman ‘digugu dan ditiru’ atau didengar dan dicontoh.
Guru pun mengemban tanggung jawab semakin luas. Saat ini banyak pula guru baru sebatas menjadi ‘pengajar’ bukan ‘pendidik’. Guru mengajar hanya dengan mulut, tapi mendidik memerlukan ketetapan dan kelembutan hati.
Karena itu, perlu diperjelas bahwa tugas pokok guru adalah mengajar, sekaligus mendidik. Guru diharapkan dapat membekali anak didiknya dengan ilmu yang bermanfaat dan berakhlak mulia. Berbudi pekerti luhur. Itulah inti mendidik dengan cinta kasih.
Mendidik adalah Roh Pendidikan
Sebenarnya, pada awalnya istilah pedagogi lebih dulu dikenal dari pada istilah edukasi. Namun pada perkembangannya, ketika sekitar dekade 1960-an, di Amerika terjadi kekalutan besar. Mereka merasa tertinggal dengan bangsa lain, khususnya Uni Soviet yang baru saja meluncurkan satelitnya Sputnik.
Kegiatan peenlitian di Amerika pun lebih digiatkan, ilmu pengetahuan menjadi sorotan utama di sana. Dan untuk menjamin keunggulan ilmu pengetahuan itu, Amerika Serikat merombak pendidikannya.
Kurikulum dimodernisasi terutama dalam area ilmu pengetahuan matematika dan bahasa asing. Proyek telah dikembangkan oleh Universitas akademis, seperti Physical Science Studi Commitee Eksakta (PSSC) dan University of Illinois Committee on School Mathematics (ULCSM), hal itu dimaksudkan untuk memperbaharui dan meningkatkan mutu isinya, merangsang teknik mengajar yang diorientasikan pada penemuan (discovery oriented).
Dari sinilah kemudian mengubah segala bentuk pedagogik menjadi “education” yang dalam padanan Bahasa Indonesia dikenal dengan pendidikan. Sehingga, pandangan klasik tentang pendidikan tempo dulu yang kita kenal mulai luntur.
Arah pendidikan pun berubah dari mengajarkan tentang kebajikan, menjadi ruang untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk menguasai manusia lainnya. Para murid tidak lagi diajarkan tentang nilai-nailai kesantunan, kasih sayang dan menghormati hak sesama.
Padahal mendidi atau pedagogy sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan eksatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan perdaban.
Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengertian bahwa mendidik bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Mendidik menjadi inti dari pendidikan itu sendiri. Disinilah roh pendidikan dititupkan melalui mendidik. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi penolong bagi umat manusia. Sementara mengajar hanya pada tataran transfer of knowledge.
Gunakan Hati dan Kasih
Mengajar di sekolah memang berbeda dengan bentuk didikan orang tua terhadap anaknya. Mengajar dapat dikatakan sebagai kegiatan yang gampang-gampang susah.
Satu hal yang sangat penting, sebagai inti dalam mendidik adalah mendidik dengan cinta kasih pun tidak dapat terlepas dari proses mendidik dengan hati, penuh kasih sayang dan memberikan teladan yang baik.
Para pendidik tidak hanya mentransfer ilmu semata, unsur kasih sayang yang tidak diberikan oleh guru dalam mengajar memberikan keyakinan kepada para muridnya bahwa mereka mampu berprestasi, mereka bisa berkreasi dan mereka dapat melakukan yang terbaik.
Anak-anak diberikan suatu kebebasan berekspresi dan berkiprah dalam berbagai bidang yang mereka kuasai, sehingga mereka mampu berbuat sesuatu secara positif dan bermanfaat. Guru hendaknya tidak sebatas menjalankan peran antar guru dan anak didik. Perlakuan anak didik ibarat anak kandung sendiri. Curahan kasih sayangnya tulus, tidak berdasar batas guru dan murid.
Selain cinta kasih persoalan penting yang perlu diperhatikan dalam menjalankan proses mendidik adalah kepercayaan dan kewibawaan. Ketiga hal itu bisa saling bertautan dan saling melengkapi. Cinta melahirkan kepercayaan. Kepercayaan terhadap guru pun dapat menumbuhkan kewibawaan guru dihadapan anak didiknya.
MENDIDIK BUKAN SEKEDAR MENTRANSFER ILMU
Ki Hajar Dewantara pernah memberikan petuah berharga bagi para pendidik negeri ini. Tiga kalimat singkat yang padat makna. Yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Ketiga kalimat itu mengandung arti bahwa pendidikan harus mampu melmberikan contoh, memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Jiwa pendidik pada diri guru, sebagaimana diariskan Ki Hajar Dewantara adalah jiwa ngemong, momong dan among yang berarti guru harus memiliki jiwa kasih sayang dan welas asih.
Namun pada prakteknya, memang sulit untuk bisa mewujudkan sebuah komunikasi yang baik antar guru dan murid. Di kelas hanya terjadi sebuah komunikasi satu arah, apa yang dikatakan guru harus ditelan mentah-mentah oleh murid-muridnya.
Padahal jika seorang guru mampu menanamkan ketauladan dalam dirinya sebagaimana tiga kalimat singkat warisan Ki Hajar Dewantara tersebut, niscaya guru akan mampu membuat murid-muridnya termotivasi, selalu bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar. Di sini memang diperlukan guru yang tidak hanya bisa mendidik, tapi juga bisa mengajar.
Mendidik memang bukan sekedar memberikan penjelasan dengan menyampaikan materi dan memberi tugas pada peserta didik. Karenanya pula, seorang pendidik punya kewajiban untuk selalu meng-up grade kemampuan dalam penguasaan pengetahuan dan metode pengajaran serta memanfaatkan sumber-sumber belajar dari luar sekolah.
Tujuannya agar pendidik tidak mengalami stagnasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan selalu dinamis mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Menurut Rektor Universitas Negara Jakarta Prof. Sutjipto saat ini 50 persen dari guru di Indonesia belum memiliki kualitas sesuai standarisasi pendidikan nasional (SPN). Apalagi jika diukur berdasarkan standarisasi internasional, sudah pasti kualitas guru kita akan semakin tertinggal.
Mengapa hal ini terjadi?. Menurut Christoper Bjor, penulis buku Indonesia Education: Teachers Schools, and Central Bureaucracy, salah satu faktornya adalah tidak adanya profesionalisme dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, sehingga proses belajar mengajar tak lebih sebagai acara ritual kurikuler yang menjemukan karena tidak adanya kreativitas dan inovasi para pendidiknya.
Baik inovasi dan kreativitas dalam metode pengajaran maupun materi ajar yang disampaikan. Akibatnya proses transfer of knowledge-nya tidak berjalan secara efektif karena peserta didik merasa tidak bergairah dan suasana kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi beku.
Padahal tugas seorang pendidik tidak terbatas pada pemenuhan otak siswa saja dengan berbagai ilmu pengetahuan. Namun seorang guru juga harus mengajarkan pendidikan mnyeluruh yang memasukan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya, seorang pendidik yang sukses harus mampu menjadikan perkataan dan tingkah laku siswanya di kelas sesuai nilai moral yang berlaku.
Mengapa Harus Mendidik
Mendiidk adalah kata imbuhan yang berkarakter dari kata “didik” dari kata itu pula terbentuk kata lain yakni pendidik dan terdidik. Kata mendidik merupakan kata kerja dari suatu perbuatan didik, yakni membuat orang jadi terdidik, mentransfer pengetahuan kepada orang lain dengan cara yang sistemik.
Jadi mendidik adalah suatu perbuatan pentransferan pengetahuan kepada seseorang dari tidak tahu menjadi tahu secara sistemik, sehingga bermanfaat dalam kehidupannya, di masa kini dan mendatang serta tidak tergantung kepada orang lain.
Hal ini berarti adanya pendidikan manusia mampu hidup mandiri, dapat membedakan antara yang baik dengan yang tidak baik dan tentunya dapat menjadik halifah di bumi.
Adapun kata pendidik lebih ditujukan kepada orang yang menerima didikan yakni guru, sedangkan terdidik adalah orang yang menerima didikan yakni murid atau siswa. Selain tiga kata tersebut di atas kita juga mengenal istilah pendidikan yang merupakan bentukan lain dari kata didik.
Jadi tugas pendidik yang paling inti adalah emmbimbing si terdidik agar bisa mengenal dirinya soal kehidupan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya. Tentunya para terdidik ini juga memiliki pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi juga keimanan dan ketakwaan.
Sehingga yang didapat dalam proses pendidikan itu tidak hanya sekedar diketahui melainkan juga diamalkan dan diyakini sendiri terutama dalam hal ilmu keagamaan.
Mendidik lebih Luas dari Mengajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengajar berarti proses memberi petunjuk yang diberikan kepada orang lain supaya diketahui (diturut). Sementara mendidik. Artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenal akhlak dan kecerdasan. Berdasarkan pengertian harfiah tersebut, dapat dikatakan bahwa “mendidik sudah pasti mengajar, tetapi mengajar belum tentu mendidik”. Sehingga pengertian medidik adalah lebih luas dibandingkan mengajar.
Perbedaan filosofis antara mendidik dan mengajar memang sering tidak disadari para guru. Seorang guru yang mengajar dengan tujuan mendidik, perlu menjadi profesinya itu sebagai sebuah seni menyebarkan akhlak positif bagi generasi muda, menjadikan tingkah lakunya agar bisa menjadi faktor penentu dalam keberhasilan proses pendidikan.
Tingkah laku pendidik akan menjadi teladan bagi anak didiknya. Tak salah dengan pepatah “guru kencing berdiri murid kencing berlari” sosok guru menjadi panutan anak didiknya dalam berprilaku. Guru menjadi pedoman ‘digugu dan ditiru’ atau didengar dan dicontoh.
Guru pun mengemban tanggung jawab semakin luas. Saat ini banyak pula guru baru sebatas menjadi ‘pengajar’ bukan ‘pendidik’. Guru mengajar hanya dengan mulut, tapi mendidik memerlukan ketetapan dan kelembutan hati.
Karena itu, perlu diperjelas bahwa tugas pokok guru adalah mengajar, sekaligus mendidik. Guru diharapkan dapat membekali anak didiknya dengan ilmu yang bermanfaat dan berakhlak mulia. Berbudi pekerti luhur. Itulah inti mendidik dengan cinta kasih.
Mendidik adalah Roh Pendidikan
Sebenarnya, pada awalnya istilah pedagogi lebih dulu dikenal dari pada istilah edukasi. Namun pada perkembangannya, ketika sekitar dekade 1960-an, di Amerika terjadi kekalutan besar. Mereka merasa tertinggal dengan bangsa lain, khususnya Uni Soviet yang baru saja meluncurkan satelitnya Sputnik.
Kegiatan peenlitian di Amerika pun lebih digiatkan, ilmu pengetahuan menjadi sorotan utama di sana. Dan untuk menjamin keunggulan ilmu pengetahuan itu, Amerika Serikat merombak pendidikannya.
Kurikulum dimodernisasi terutama dalam area ilmu pengetahuan matematika dan bahasa asing. Proyek telah dikembangkan oleh Universitas akademis, seperti Physical Science Studi Commitee Eksakta (PSSC) dan University of Illinois Committee on School Mathematics (ULCSM), hal itu dimaksudkan untuk memperbaharui dan meningkatkan mutu isinya, merangsang teknik mengajar yang diorientasikan pada penemuan (discovery oriented).
Dari sinilah kemudian mengubah segala bentuk pedagogik menjadi “education” yang dalam padanan Bahasa Indonesia dikenal dengan pendidikan. Sehingga, pandangan klasik tentang pendidikan tempo dulu yang kita kenal mulai luntur.
Arah pendidikan pun berubah dari mengajarkan tentang kebajikan, menjadi ruang untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk menguasai manusia lainnya. Para murid tidak lagi diajarkan tentang nilai-nailai kesantunan, kasih sayang dan menghormati hak sesama.
Padahal mendidi atau pedagogy sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan eksatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan perdaban.
Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengertian bahwa mendidik bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Mendidik menjadi inti dari pendidikan itu sendiri. Disinilah roh pendidikan dititupkan melalui mendidik. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi penolong bagi umat manusia. Sementara mengajar hanya pada tataran transfer of knowledge.
Gunakan Hati dan Kasih
Mengajar di sekolah memang berbeda dengan bentuk didikan orang tua terhadap anaknya. Mengajar dapat dikatakan sebagai kegiatan yang gampang-gampang susah.
Satu hal yang sangat penting, sebagai inti dalam mendidik adalah mendidik dengan cinta kasih pun tidak dapat terlepas dari proses mendidik dengan hati, penuh kasih sayang dan memberikan teladan yang baik.
Para pendidik tidak hanya mentransfer ilmu semata, unsur kasih sayang yang tidak diberikan oleh guru dalam mengajar memberikan keyakinan kepada para muridnya bahwa mereka mampu berprestasi, mereka bisa berkreasi dan mereka dapat melakukan yang terbaik.
Anak-anak diberikan suatu kebebasan berekspresi dan berkiprah dalam berbagai bidang yang mereka kuasai, sehingga mereka mampu berbuat sesuatu secara positif dan bermanfaat. Guru hendaknya tidak sebatas menjalankan peran antar guru dan anak didik. Perlakuan anak didik ibarat anak kandung sendiri. Curahan kasih sayangnya tulus, tidak berdasar batas guru dan murid.
Selain cinta kasih persoalan penting yang perlu diperhatikan dalam menjalankan proses mendidik adalah kepercayaan dan kewibawaan. Ketiga hal itu bisa saling bertautan dan saling melengkapi. Cinta melahirkan kepercayaan. Kepercayaan terhadap guru pun dapat menumbuhkan kewibawaan guru dihadapan anak didiknya.
Ki Hajar Dewantara pernah memberikan petuah berharga bagi para pendidik negeri ini. Tiga kalimat singkat yang padat makna. Yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Ketiga kalimat itu mengandung arti bahwa pendidikan harus mampu melmberikan contoh, memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Jiwa pendidik pada diri guru, sebagaimana diariskan Ki Hajar Dewantara adalah jiwa ngemong, momong dan among yang berarti guru harus memiliki jiwa kasih sayang dan welas asih.
Namun pada prakteknya, memang sulit untuk bisa mewujudkan sebuah komunikasi yang baik antar guru dan murid. Di kelas hanya terjadi sebuah komunikasi satu arah, apa yang dikatakan guru harus ditelan mentah-mentah oleh murid-muridnya.
Padahal jika seorang guru mampu menanamkan ketauladan dalam dirinya sebagaimana tiga kalimat singkat warisan Ki Hajar Dewantara tersebut, niscaya guru akan mampu membuat murid-muridnya termotivasi, selalu bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar. Di sini memang diperlukan guru yang tidak hanya bisa mendidik, tapi juga bisa mengajar.
Mendidik memang bukan sekedar memberikan penjelasan dengan menyampaikan materi dan memberi tugas pada peserta didik. Karenanya pula, seorang pendidik punya kewajiban untuk selalu meng-up grade kemampuan dalam penguasaan pengetahuan dan metode pengajaran serta memanfaatkan sumber-sumber belajar dari luar sekolah.
Tujuannya agar pendidik tidak mengalami stagnasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan selalu dinamis mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Menurut Rektor Universitas Negara Jakarta Prof. Sutjipto saat ini 50 persen dari guru di Indonesia belum memiliki kualitas sesuai standarisasi pendidikan nasional (SPN). Apalagi jika diukur berdasarkan standarisasi internasional, sudah pasti kualitas guru kita akan semakin tertinggal.
Mengapa hal ini terjadi?. Menurut Christoper Bjor, penulis buku Indonesia Education: Teachers Schools, and Central Bureaucracy, salah satu faktornya adalah tidak adanya profesionalisme dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, sehingga proses belajar mengajar tak lebih sebagai acara ritual kurikuler yang menjemukan karena tidak adanya kreativitas dan inovasi para pendidiknya.
Baik inovasi dan kreativitas dalam metode pengajaran maupun materi ajar yang disampaikan. Akibatnya proses transfer of knowledge-nya tidak berjalan secara efektif karena peserta didik merasa tidak bergairah dan suasana kegiatan belajar mengajar (KBM) menjadi beku.
Padahal tugas seorang pendidik tidak terbatas pada pemenuhan otak siswa saja dengan berbagai ilmu pengetahuan. Namun seorang guru juga harus mengajarkan pendidikan mnyeluruh yang memasukan beberapa aspek akidah dan tata moral. Oleh karenanya, seorang pendidik yang sukses harus mampu menjadikan perkataan dan tingkah laku siswanya di kelas sesuai nilai moral yang berlaku.
Mengapa Harus Mendidik
Mendiidk adalah kata imbuhan yang berkarakter dari kata “didik” dari kata itu pula terbentuk kata lain yakni pendidik dan terdidik. Kata mendidik merupakan kata kerja dari suatu perbuatan didik, yakni membuat orang jadi terdidik, mentransfer pengetahuan kepada orang lain dengan cara yang sistemik.
Jadi mendidik adalah suatu perbuatan pentransferan pengetahuan kepada seseorang dari tidak tahu menjadi tahu secara sistemik, sehingga bermanfaat dalam kehidupannya, di masa kini dan mendatang serta tidak tergantung kepada orang lain.
Hal ini berarti adanya pendidikan manusia mampu hidup mandiri, dapat membedakan antara yang baik dengan yang tidak baik dan tentunya dapat menjadik halifah di bumi.
Adapun kata pendidik lebih ditujukan kepada orang yang menerima didikan yakni guru, sedangkan terdidik adalah orang yang menerima didikan yakni murid atau siswa. Selain tiga kata tersebut di atas kita juga mengenal istilah pendidikan yang merupakan bentukan lain dari kata didik.
Jadi tugas pendidik yang paling inti adalah emmbimbing si terdidik agar bisa mengenal dirinya soal kehidupan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya. Tentunya para terdidik ini juga memiliki pengetahuan-pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi juga keimanan dan ketakwaan.
Sehingga yang didapat dalam proses pendidikan itu tidak hanya sekedar diketahui melainkan juga diamalkan dan diyakini sendiri terutama dalam hal ilmu keagamaan.
Mendidik lebih Luas dari Mengajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengajar berarti proses memberi petunjuk yang diberikan kepada orang lain supaya diketahui (diturut). Sementara mendidik. Artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenal akhlak dan kecerdasan. Berdasarkan pengertian harfiah tersebut, dapat dikatakan bahwa “mendidik sudah pasti mengajar, tetapi mengajar belum tentu mendidik”. Sehingga pengertian medidik adalah lebih luas dibandingkan mengajar.
Perbedaan filosofis antara mendidik dan mengajar memang sering tidak disadari para guru. Seorang guru yang mengajar dengan tujuan mendidik, perlu menjadi profesinya itu sebagai sebuah seni menyebarkan akhlak positif bagi generasi muda, menjadikan tingkah lakunya agar bisa menjadi faktor penentu dalam keberhasilan proses pendidikan.
Tingkah laku pendidik akan menjadi teladan bagi anak didiknya. Tak salah dengan pepatah “guru kencing berdiri murid kencing berlari” sosok guru menjadi panutan anak didiknya dalam berprilaku. Guru menjadi pedoman ‘digugu dan ditiru’ atau didengar dan dicontoh.
Guru pun mengemban tanggung jawab semakin luas. Saat ini banyak pula guru baru sebatas menjadi ‘pengajar’ bukan ‘pendidik’. Guru mengajar hanya dengan mulut, tapi mendidik memerlukan ketetapan dan kelembutan hati.
Karena itu, perlu diperjelas bahwa tugas pokok guru adalah mengajar, sekaligus mendidik. Guru diharapkan dapat membekali anak didiknya dengan ilmu yang bermanfaat dan berakhlak mulia. Berbudi pekerti luhur. Itulah inti mendidik dengan cinta kasih.
Mendidik adalah Roh Pendidikan
Sebenarnya, pada awalnya istilah pedagogi lebih dulu dikenal dari pada istilah edukasi. Namun pada perkembangannya, ketika sekitar dekade 1960-an, di Amerika terjadi kekalutan besar. Mereka merasa tertinggal dengan bangsa lain, khususnya Uni Soviet yang baru saja meluncurkan satelitnya Sputnik.
Kegiatan peenlitian di Amerika pun lebih digiatkan, ilmu pengetahuan menjadi sorotan utama di sana. Dan untuk menjamin keunggulan ilmu pengetahuan itu, Amerika Serikat merombak pendidikannya.
Kurikulum dimodernisasi terutama dalam area ilmu pengetahuan matematika dan bahasa asing. Proyek telah dikembangkan oleh Universitas akademis, seperti Physical Science Studi Commitee Eksakta (PSSC) dan University of Illinois Committee on School Mathematics (ULCSM), hal itu dimaksudkan untuk memperbaharui dan meningkatkan mutu isinya, merangsang teknik mengajar yang diorientasikan pada penemuan (discovery oriented).
Dari sinilah kemudian mengubah segala bentuk pedagogik menjadi “education” yang dalam padanan Bahasa Indonesia dikenal dengan pendidikan. Sehingga, pandangan klasik tentang pendidikan tempo dulu yang kita kenal mulai luntur.
Arah pendidikan pun berubah dari mengajarkan tentang kebajikan, menjadi ruang untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk menguasai manusia lainnya. Para murid tidak lagi diajarkan tentang nilai-nailai kesantunan, kasih sayang dan menghormati hak sesama.
Padahal mendidi atau pedagogy sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan eksatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan perdaban.
Butir kedua dan ketiga di atas memberikan pengertian bahwa mendidik bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Mendidik menjadi inti dari pendidikan itu sendiri. Disinilah roh pendidikan dititupkan melalui mendidik. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi penolong bagi umat manusia. Sementara mengajar hanya pada tataran transfer of knowledge.
Gunakan Hati dan Kasih
Mengajar di sekolah memang berbeda dengan bentuk didikan orang tua terhadap anaknya. Mengajar dapat dikatakan sebagai kegiatan yang gampang-gampang susah.
Satu hal yang sangat penting, sebagai inti dalam mendidik adalah mendidik dengan cinta kasih pun tidak dapat terlepas dari proses mendidik dengan hati, penuh kasih sayang dan memberikan teladan yang baik.
Para pendidik tidak hanya mentransfer ilmu semata, unsur kasih sayang yang tidak diberikan oleh guru dalam mengajar memberikan keyakinan kepada para muridnya bahwa mereka mampu berprestasi, mereka bisa berkreasi dan mereka dapat melakukan yang terbaik.
Anak-anak diberikan suatu kebebasan berekspresi dan berkiprah dalam berbagai bidang yang mereka kuasai, sehingga mereka mampu berbuat sesuatu secara positif dan bermanfaat. Guru hendaknya tidak sebatas menjalankan peran antar guru dan anak didik. Perlakuan anak didik ibarat anak kandung sendiri. Curahan kasih sayangnya tulus, tidak berdasar batas guru dan murid.
Selain cinta kasih persoalan penting yang perlu diperhatikan dalam menjalankan proses mendidik adalah kepercayaan dan kewibawaan. Ketiga hal itu bisa saling bertautan dan saling melengkapi. Cinta melahirkan kepercayaan. Kepercayaan terhadap guru pun dapat menumbuhkan kewibawaan guru dihadapan anak didiknya.
70 dosa besar
1. SYIRIK / MENYEKUTUKAN ALLAH;
2. MEMBUNUH;
3. SIHIR;
4. MENINGGALKAN SHALAT BERJAMAAH;
5. MENCEGAH SHALAT;
6. BERBUKA PUASA TANPA ALASAN SYAR’I;
7. TIDAK MENUNAIKAN HAJI SEDANG DIA MAMPU;
8. DURHAKA KEPADA ORANG TUA;
9. BERMUSUHAN DENGAN KERABAT;
10. BERZINAH;
11. SODOMI;
12. MELAKSANAKAN SISTEM RIBA;
13. MAKAN HARTA ANAK YATIM DAN MENZALIMI ANAK YATIM;
14. BERDUSTA ATAS NAMA ALLAH DAN RASULNYA;
15. LARI DARI MEDAN PERANG KARENA TAKUT MATI;
16. PEMIMPIN YANG BERKHIANAT DAN ZALIM;
17. SOMBONG;
18. BERSAKSI PALSU;
19. MEMINUM MINUMAN KERAS;
20. BERJUDI;
21. MENUDUH ORANG BAIK2 BERZINAH;
22. RAKUS DENGAN HARTA GHANIMAH;
23. MENCURI;
24. MEMBLOKIR JALAN UMUM;
25. MELAKSANAKAN SUMPAH PALSU;
26. BERLAKU ZALIM DAN ANIAYA;
27. MELAKSANAKAN PUNGUTAN LIAR;
28. MELAKSANAKAN USAHA YANG HARAM DAN MEMAKAN HASIL HATA HARAM;
29. BUNUH DIRI;
30. SENANG BERDUSTA;
31. HAKIM YANG TIDAK ADIL;
32. MENYOGOK ATAU MENYUAP;
33. PEREMPUAN MENYERUPAI LAKI2 DAN SEBALIKNYA;
34. MEMBIARKAN KELUARGANYA DALAM KEMAKSIATAN;
35. ORANG YANG MENIKAHI PEREMPUAN YANG DITALAK TIGA AGAR YANG MENALAKNYA DAPAT MENIKAHI KEMBALI;
36. TIDAK BERSUCI SETELAH BUANG AIR KECIL;
37. RIYA;
38. MENUNTUT ILMU UNTUK DUNIA DAN MENYEMBUNYIKANNYA;
39. KHIANAT;
40. SENANG MENUNGKIT-UNGKIT KEBAIKAN DAN PEMBERIAN KEPADA ORANG LAIN;
41. MENDUSTAKAN QADAR DAN KETENTUAN ALLAH;
42. SUKA MENGADU DOMBA;
43. SENANG MENCELA DAN MENCACI MAKI;
44. SENANG MENGUTUK;
45. MEMBATALKAN PERJANJIAN YANG SUDAH DISEPAKATI;
46. MEMBENARKAN PERKATAAN DUKUN;
47. ISTERI YANG BERKHIANAT KEPADA SUAMINYA;
48. MELUKIS ATAU MENGGAMBAR;
49. MENAMPAR WAJAH ATAU MENANGIS KARENA KAMATIAN;
50. MELANGGAR HAK ASASI MANUSIA;
51. MENINDAS ORANG LEMAH;
52. MENYAKITI TETANGGA;
53. MENYAKITI DAN MENCACI SESAMA MUSLIM;
54. MENYAKITI DAN MENINDAS HAMBA ALLAH;
55. MEMANJANGKAN SARUNG DAN PAKAIAN DENGAN TUJUAN RIYA DAN SOMBONG;
56. MENGENAKAN SUTRA DAN EMAS BAGI LAKI2;
57. MENGHARAPKAN BELAS KASIHAN ORANG LAIN;
58. MENYEMBELIH ATAU BERKURBAN YANG DIPERUNTUKAN SELAIN ALLAH;
59. MENGINGKARI AYAHNYA DENGAN MENGANGKAT AYAH YANG LAIN;
60. BRUTAL DAN SENANG DIPUJI2;
61. MENCEGAH MEMBERI AIR;
62. MENGURANGI TIMBANGAN;
63. TIDAK MERASA BERDOSA DALAM MELAKUKAN MAKAR KEPADA ALLAH;
64. RAGU2 DAN KURANG YAKIN KEPADA ALLAH;
65. KELUAR DAN MEMISAHKAN DIRI DARI JAMAAH;
66. MENGANGGAP ENTENG SHALAT DAN SHALAT BERJAMAAH;
67. MEMBERIKAN NASEHAT YANG MENYESATKAN;
68. MAKAR DAN KHIANAT;
69. MENCARI2 KESALAHAN DAN MEMPUBLIKASIKAN KESALAHAN SESAMA MUSLIM;
70. MENCACI MAKI SALAH SEORANG SAHABAT.
ADAKAH SIKAP KITA SEPERTI TERSEBUT
DI ATAS????
KALAU ADA RUBAHLAH SEKARANG JUGA!!!!!!!
52. MENYAKITI TETANGGA;
53. MENYAKITI DAN MENCACI SESAMA MUSLIM;
54. MENYAKITI DAN MENINDAS HAMBA ALLAH;
55. MEMANJANGKAN SARUNG DAN PAKAIAN DENGAN TUJUAN RIYA DAN SOMBONG;
56. MENGENAKAN SUTRA DAN EMAS BAGI LAKI2;
57. MENGHARAPKAN BELAS KASIHAN ORANG LAIN;
58. MENYEMBELIH ATAU BERKURBAN YANG DIPERUNTUKAN SELAIN ALLAH;
59. MENGINGKARI AYAHNYA DENGAN MENGANGKAT AYAH YANG LAIN;
60. BRUTAL DAN SENANG DIPUJI2;
61. MENCEGAH MEMBERI AIR;
62. MENGURANGI TIMBANGAN;
63. TIDAK MERASA BERDOSA DALAM MELAKUKAN MAKAR KEPADA ALLAH;
64. RAGU2 DAN KURANG YAKIN KEPADA ALLAH;
65. KELUAR DAN MEMISAHKAN DIRI DARI JAMAAH;
66. MENGANGGAP ENTENG SHALAT DAN SHALAT BERJAMAAH;
67. MEMBERIKAN NASEHAT YANG MENYESATKAN;
68. MAKAR DAN KHIANAT;
69. MENCARI2 KESALAHAN DAN MEMPUBLIKASIKAN KESALAHAN SESAMA MUSLIM;
70. MENCACI MAKI SALAH SEORANG SAHABAT.
ADAKAH SIKAP KITA SEPERTI TERSEBUT
DI ATAS????
KALAU ADA RUBAHLAH SEKARANG JUGA!!!!!!!
Kamis, 13 Oktober 2011
Sekilas tentang ALBA blog
Bismillahirrahmanirrahim
Saya membuat ALBA blog ini dengan tujuan "Berbagi Ilmu" khususnya tentang Matematika, Sains, Edukasi, ALBA privat, Religi, Kesehatan dan Lain-lain. Semoga ada interaksi timbal balik dari rekan pembaca.
Mungkin tata letak dan cara penulisan saya masih belum sempurna..........Maklum, masih proses belajar! hehehe....... ( mohon bimbingan dari pembaca yg lbh tahu ). Wassalam: Alwi Bakri
Langganan:
Postingan (Atom)