Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Menjawab Tuduhan (Meluruskan Kesalahfahaman Tentang “Wahabi”)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Menjawab Tuduhan (Meluruskan Kesalahfahaman Tentang “Wahabi”)
Karya: Syaikh DR. Shalih bin Abdul Aziz As-Sindy
Diterjemahkan oleh : Nur Kholis Kurdian, Lc. (Dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafii, Jember, Jawa Timur)
Dikoreksi ulang oleh: Abdullah Zaen, Lc. & Muhammad Yasir, Lc.
Segala puji bagi Allah -ta’ala- semata. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para
sahhabatnya. Dari dulu hingga sekarang, perdebatan serta perbincangan
seputar Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- dan jalan dakwahnya, terus berkecamuk antara mereka yang pro dan yang kontra.
Dan yang mengherankan dari dakwaan mereka yang kontra -yang
melontarkan tuduhan-tuduhan kepada Syaikh- adalah: omongan mereka yang
kosong dari dalil berupa bukti dari perkataan Syaikh atau tulisan beliau
di dalam kitab-kitabnya, yang ada hanyalah tuduhan-tuduhan yang
dilontarkan oleh orang-orang yang terdahulu, lalu ‘difotokopi’ oleh para
pewaris mereka.
Kami kira setiap orang yang obyektif sepakat bahwa jalan yang
paling tepat untuk mengenal hakikat pemikiran seseorang adalah dengan
cara kembali langsung kepada orang tersebut, atau kepada
referensi-referensi yang otentik. Alhamdulillah tulisan-tulisan serta
ucapan-ucapan Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab-red) sampai saat ini
masih ada dan mudah untuk didapatkan. Dengan menelaah tulisan-tulisan
tersebut, benar tidaknya isu-isu yang sementara ini tersebar di
masyarakat akan terlihat. Adapun tuduhan-tuduhan yang tanpa bukti, maka
ini bagaikan fatamorgana yang tidak ada hakikatnya.
Di tulisan ini, kami akan memaparkan ucapan-ucapan Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab yang kami nukil dengan penuh amanah dari
referensi-referensi otentik yang menghimpun perkataan-perkataan beliau.
Peran kami dalam buku ini hanyalah sebagai penyusun.
Buku ini memuat jawaban-jawaban Syaikh sendiri, atas
tuduhan-tuduhan utama yang dilontarkan ‘para lawan’ dakwah beliau. Kami
amat yakin insyaAllah dengan taufik dari Allah, tulisan ini akan cukup
untuk menjelaskan al-Haq bagi mereka yang memang menginginkannya.
Adapun mereka yang memusuhi dan menentang perjuangannya, yang tidak
henti-hentinya menebarkan tuduhan-tuduhan dusta, maka kami katakan
kepada mereka: ‘Sadarlah, karena sesungguhnya kebenaran telah jelas,
agama Allah -ta’ala- akan menang dan cahaya matahari yang bersinar
terang tidak bisa dihalangi dengan kedua telapak tangan.’
Perkataan-perkataan beliau dalam buku ini meluluh-lantakkan
tuduhan-tuduhan mereka. Jika mereka memiliki bukti dari perkataan beliau
yang menguatkan tuduhan tersebut maka keluarkanlah dan jangan
disembunyikan. Jika mereka tidak bisa mendatangkannya, maka kami
menasihatkan, “Telusurilah jalan Allah ta’ala dengan hati yang bersih
dari hawa nafsu dan kefanatikan terhadap suatu golongan. Mohonlah
kepada-Nya agar Dia menunjukkan kebenaran lalu ikutilah kebenaran itu.
perhatikanlah perkataan-perkataan beliau, kemudian renungkanlah; apakah
beliau datang membawa ajaran baru yang tidak ada dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah?”.
Kemudian renungkan kembali: Adakah jalan keselamatan selain dengan
mengucapkan kebenaran serta membenarkannya? Jika telah datang kebenaran
kepadamu maka terimalah dan ikutilah kebenaran tersebut; karena yang
demikian lebih baik dari pada bersikeras dalam kebatilan. Hanya kepada
Allah-lah semuanya akan kembali.
Hakikat Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Alangkah baiknya kami paparkan terlebih dahulu penjelasan singkat
tentang hakikat dakwah yang beliau serukan. Karena hingga saat ini ‘para
musuh’ dakwah beliau masih terus membangun dinding tebal di hadapan
orang-orang awam, sehingga mereka terhalang untuk melihat hakikat dakwah
sebenarnya yang diusung oleh beliau.
Syaikh berkata : “Segala puji dan karunia dari Allah, serta
kekuatan hanyalah bersumber dari-Nya. Sesungguhnya Allah ta’ala telah
memberikan hidayah kepadaku untuk menempuh jalan lurus, yaitu agama yang
benar; agama Nabi Ibrahim yang lurus, dan Nabi Ibrahim itu bukanlah
termasuk orang-orang yang musyrik. Alhamdulillah aku bukanlah orang yang
mengajak kepada ajaran sufi, ajaran imam tertentu yang aku agungkan
atau ajaran orang filsafat.
Akan tetapi aku mengajak kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya,
dan mengajak kepada sunnah Rasul-Nya -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
yang telah diwasiatkan kepada seluruh umatnya. Aku berharap untuk tidak
menolak kebenaran jika datang kepadaku. Bahkan aku jadikan Allah, para
malaikat-Nya serta seluruh makhluk-Nya sebagai saksi bahwa jika datang
kepada kami kebenaran darimu maka aku akan menerimanya dengan lapang
dada. Lalu akan kubuang jauh-jauh semua yang menyelisihinya walaupun itu
perkataan imamku, kecuali perkataan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- karena beliau tidak pernah menyampaikan selain kebenaran.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/37-38).
“Alhamdulillah, aku termasuk orang yang senantiasa berusaha
mengikuti dalil, bukan orang yang mengada-adakan hal yang baru dalam
agama.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab: V/36).
“Dan yang aku dakwahkan sebenarnya adalah: Kita tidak boleh
menyembah kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Sebagaimana firman-Nya : فَلا تَدْعُو مَعَ اللَّھِ أَحَداً “Maka kamu janganlah menyembah seorang pun di samping menyembah Allah.” (QS. Al-Jin : 18).
Allah ta’ala juga memerintahkan Nabi-Nya -shallallahu ‘alaihi wa sallam- :
“Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku tidak kuasa
mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak (pula) kuasa
memberikan suatu kemanfaatan.” (QS. Al-Jin: 21)
Inilah firman Allah -ta’ala- yang telah disampaikan dan diwasiatkan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
kepada kita. Inilah yang akan menjadi hakim antara kalian dan diriku.
Jika kalian mendengar tentang dakwahku selain yang kukatakan tadi, maka
ketahuilah bahwa hal itu adalah dusta.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/90-91).
Poin Pertama : Keyakinan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tentang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Di antara tuduhan besar yang dilontarkan ‘musuh-musuh’ dakwah Syaikh kepada beliau dalam masalah ini adalah :
1. Beliau dituduh tidak meyakini bahwa Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah penutup Para Nabi dan Rasul.
Demikianlah tuduhan yang tersebar, padahal semua kitab karangan
beliau telah membuktikan dustanya tuduhan ini. Di antara perkataan
beliau yang membantah tuduhan tersebut : “Aku beriman bahwa Nabi
Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah penutup para
Nabi dan Rasul. Keimanan seseorang tidak dianggap sah hingga dia beriman
dengan kenabian dan kerasulannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32).
“Orang yang paling bahagia, paling besar kenikmatannya dan paling
tinggi derajatnya adalah orang yang paling setia mengikuti tuntunan
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan mengamalkan ajaran beliau.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/21).
2. Beliau dituduh tidak memenuhi hak Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- serta tidak memposisikan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
sebagaimana mestinya. Untuk menjelaskan hakikat tuduhan ini, kami akan
kutip perkataan Syaikh yang menjelaskan keyakinan beliau tentang
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Beliau berkata : “Ketika Allah -ta’ala- berkehendak untuk
menampakkan Tauhid dan menyempurnakan agama-Nya di atas muka bumi, serta
meninggikan kalimat Allah dan merendahkan kalimat orang-orang kafir;
maka Allah -ta’ala- mengutus Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagai
penutup para rasul dan kekasih Rabb alam semesta. Beliau senantiasa
dikenal setiap masa, bahkan disebutkan pula dalam kitab Taurat Nabi
Musa -‘alaihis salam- dan kitab Injil Nabi Isa -‘alaihis salam-. Hingga Allah -ta’ala-
memunculkan mutiara tersebut di antara kabilah Bani Kinanah dan Bani
Zahrah. Allah mengutus beliau di masa-masa terputusnya (pengiriman)
rasul-rasul, lalu menunjukinya jalan yang lurus.
Sebelum beliau diutus menjadi Rasul, telah tampak pada dirinya
tanda-tanda kenabian yang tidak bisa ditiru oleh siapapun yang hidup di
zamannya. Allah -ta’ala- menumbuhkan beliau dengan
sebaik-baiknya hingga menjadi orang yang paling mulia akhlaknya, paling
tinggi budi pekertinya, paling tangguh kesabarannya, paling baik dengan
para tetangganya, serta paling jujur tutur katanya, sehingga kaumnya
menjulukinya sebagai al-amin (yang dipercaya); karena di dalam pribadinya terdapat perilaku yang baik dan sifat-sifat yang terpuji.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/90-91).
“Beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah pemimpin para pemberi syafa’at, dan pemberi syafa’at agung (di Padang Mahsyar), Nabi Adam -‘alaihis salam- dan keturunannya kelak berada di bawah benderanya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/86).
“Rasul pertama adalah Nabi Nuh -‘alaihis salam-, dan rasul yang terakhir dan yang paling utama adalah nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/143).
“Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah
menyampaikan risalah kepada umatnya dengan sempurna dan menjelaskannya
dengan sebaik-baiknya. Beliau adalah penasihat terbaik bagi para hamba
Allah, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, berjihad dengan
sebenar-benarnya di jalan Allah ta’ala, serta beribadah kepada Allah -ta’ala- hingga ajalnya tiba.” (Kitab ad-Durar as Saniyyah: II/21).
Syaikh menjelaskan bahwa sabda Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
“Salah seorang dari kalian tidak dianggap beriman hingga aku lebih dia
cintai daripada orang tua dan anak-anaknya serta seluruh manusia”,
menunjukkan akan wajibnya mengedepankan kecintaan kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- atas kecintaan kepada diri sendiri, keluarga dan harta bendanya. (Kitab at-Tauhid: hal. 108).
3. Beliau dituduh mengingkari syafa’at Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Syaikh menjawab tuduhan ini dengan berkata : “Mereka menuduh kami mengingkari syafaat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Subhanallah! ini adalah kedustaan yang besar. Bahkan kami menjadikan Allah -ta’ala- sebagai saksi, bahwasanya Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah orang yang diberi izin Allah -ta’ala-
untuk memberikan syafa’at dan pemilik syafa’at agung (di padang
mahsyar). Kami memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah agar mengizinkan
beliau untuk memberikan syafa’atnya kepada kita, dan semoga Allah ta’ala
mengumpulkan kita bersamanya kelak.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/63-64).
“Yang mengingkari adanya syafa’at adalah ahlul bid’ah dan orang
yang sesat. Akan tetapi syafa’at tersebut tidak akan bisa diraih kecuali
setelah kita mendapatkan izin serta ridha dari Allah -ta’ala-. Sebagaimana firman-Nya :
“Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. Al- Anbiya’: 28).
Allah -ta’ala- juga berfirman :
“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin dari-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 255). (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/31).
Kemudian beliau menjelaskan sebab timbulnya tuduhan dusta tersebut :
“Tatkala kusebutkan kepada mereka apa yang difirmankan Allah ta’ala,
apa yang disabdakan Rasul-Nya -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
serta apa yang dijelaskan para ulama dari berbagai madzhab, tentang
perintah untuk memurnikan ibadah untuk Allah ta’ala semata serta
larangan untuk menyerupai kaum Yahudi dan Nasrani yang menjadikan
pendeta-pendeta dan rahib-rahib sebagai tuhan selain Allah -ta’ala-, mereka pun berkata, “Kamu telah melecehkan para nabi, orang-orang shalih dan para wali.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/50).
Poin Kedua : Tentang Ahlul Bait (Keluarga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Di antara tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Syaikh: mereka
mengatakan bahwa beliau membenci ahlul bait serta tidak memenuhi hak-hak
mereka sebagaimana mestinya.
Jawabannya : tuduhan tersebut tidak sesuai dengan fakta, karena
kenyataannya beliau mengakui kedudukan mereka dan mencintai serta
menghormati mereka, bahkan beliau mengingkari orang yang benci terhadap
mereka, beliau berkata : “Allah -ta’ala- telah mewajibkan kepada umat ini untuk memenuhi hak-hak keluarga Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mengabaikan hak-hak
mereka, dengan prasangka bahwa hal itu adalah bagian dari tauhid.
Keyakinan seperti itu termasuk dalam sikap ghuluw (berlebih-lebihan).
Yang kami ingkari adalah model pemuliaan ahlul bait dengan cara meyakini
bahwa dalam diri mereka terdapat sifat-sifat ketuhanan, juga aku
mengingkari orang-orang yang menghormati oknum-oknum yang mendakwakan
hal tersebut.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab: V/284).
Siapapun yang membaca biografi beliau, niscaya dia akan mengetahui
kebenaran apa yang diucapkannya. Cukuplah sebagai bukti akan kebenaran
ucapan beliau; tatkala beliau menamai enam dari tujuh orang
putra-putranya dengan nama-nama ahlul bait. Mereka adalah: Ali,
Abdullah, Husain, Hasan, Ibrahim dan Fatimah. Ini merupakan salah satu
bukti yang jelas tentang besarnya kecintaan beliau terhadap ahlul bait.
Poin Ketiga : Tentang Karamah Para Wali
Sebagian orang menyebarkan isu bahwa beliau mengingkari adanya
karamah para wali. Perkataan beliau di berbagai pembahasan dalam
kitab-kitabnya membuktikan dustanya tuduhan ini. Di antara ucapan beliau
: “Aku meyakini keberadaan karamah para wali.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/32).
Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin beliau dituduh demikian,
padahal beliau adalah orang yang menyifati golongan yang mengingkari
karamah para wali dengan sebutan ahlul bid’ah dan golongan sesat?!
Beliau berkata : “Dan tiada yang mengingkari karamah para wali melainkan
ahlul bid’ah dan golongan yang sesat.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab: I/169).
Poin Keempat : Tentang Pengkafiran
Di antara tuduhan terbesar yang tersebar adalah: bahwa Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab beserta pengikutnya mengkafirkan kaum
muslimin, dan meyakini bahwa nikah dengan mereka hukumnya tidak sah,
kecuali jika menikah dengan orang yang sepaham dengannya atau orang yang
hijrah kepadanya.
Beliau telah membantah tuduhan ini di berbagai bukunya, antara lain
ucapannya : “Tuduhan bahwa aku telah mengkafirkan kaum muslimin adalah
dusta besar yang diada-adakan orang yang memusuhiku; untuk
menghalang-halangi orang dari agama ini. Maka aku katakan, “Maha suci
Engkau (wahai Rabbku), ini adalah kedustaan yang besar.” (Kitab ad-Durar as- Saniyyah, I/100).
“Bermacam-macam tuduhan telah dilontarkan kepada kami, fitnah pun
makin menjadi-jadi, mereka mengerahkan pasukan berkuda dan pasukan
berjalan kaki dari kalangan iblis untuk menyerang kami. Dan di antara
kebohongan yang mereka sebarkan, adalah tuduhan bahwa aku mengkafirkan
seluruh kaum muslimin kecuali pengikutku, dan nikah dengan mereka
hukumnya tidak sah. Untuk menukil tuduhan tersebut saja orang yang
berakal merasa malu, apalagi untuk mempercayainya. Bagaimana mungkin
orang yang berakal memiliki keyakinan seperti itu? Apakah mungkin
seorang muslim meyakini keyakinan demikian?. Aku berlepas diri dari
tuduhan itu. Tuduhan itu tidaklah dilontarkan melainkan dari orang yang
tidak waras dan linglung. Semoga Allah ta’ala memerangi orang-orang yang
bermaksud jelek.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/80).
“Yang aku kafirkan adalah orang yang telah mengerti ajaran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu dia menghinanya,
menghalangi manusia darinya, serta memusuhi penganutnya. Inilah yang aku
kafirkan, dan alhamdulillah kebanyakan umat ini tidaklah demikian
keadaannya.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/73).
Poin Kelima: Tentang Pemikiran Khawarij
Sebagian orang menuduh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berpemikiran Khawarij, yaitu mengkafirkan orang yang berbuat maksiat.
Beliau menjawab : “Aku tidak akan mengatakan tentang seorang pun
dari kaum muslimin bahwa dia pasti masuk surga atau neraka, kecuali
orang yang telah dipersaksikan demikian oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Aku berharap semoga orang yang baik masuk surga, dan
aku mengkhawatirkan orang yang berbuat jelek akan masuk neraka. Aku
tidak mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin, serta mengeluarkannya
dari agama ini, hanya karena dia terjerumus ke suatu perbuatan dosa.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/32).
Poin Keenam: Tentang Menyifati Allah -ta’ala- Dengan Sifat Tubuh, Seperti Tubuhnya Makhluk
Di antara isu-isu yang tersebar di publik, bahwasanya Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab mensifati Allah ta’ala dengan sifat tubuh,
yakni menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
Beliau telah menjelaskan keyakinannya dalam masalah ini, dan
kenyataannya beliau amat jauh dari keyakinan batil di atas. Beliau
berkata : “Termasuk bagian dari keimanan kepada Allah ta’ala adalah:
mengimani sifat-sifat-Nya yang telah disebutkan dalam Kitab dan Sunnah,
tanpa mengotori keimanan tersebut dengan tahrif (merubah lafaz maupun
makna) dan ta’thil (pengingkaran secara total maupun parsial). Aku
meyakini bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah subhanahu
wa ta’ala, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Aku tidak
mengingkari sifat-sifat Allah yang disebutkan di dalam al-Qur’an maupun
Sunnah. Aku juga tidak menyelewengkan makna sifat-sifat tersebut, atau
berupaya untuk mereka-reka keadaan serta bentuk yang hakiki dari
sifat-sifat itu. Aku tidak menyerupakan sifat-sifat Allah ta’ala dengan
sifat-sifat makhluk-Nya; karena tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak
ada sekutu bagi-Nya dan Dia tidak dianalogikan dengan para makhluk-Nya.
Sesungguhnya Allah ta’ala Maha Mengetahui Dzat-Nya serta
makhluk-Nya juga Maha benar firman-Nya. Allah telah berlepas diri dari
keyakinan-keyakinan golongan takyif (yang berupaya untuk mereka-reka
keadaan serta bentuk yang hakiki dari sifat-sifat Allah), maupun
golongan tamtsil (yang menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat
makhluk-Nya). Juga Allah telah berlepas diri dari keyakinan-keyakinan
golongan tahrif (yang merubah lafazh maupun makna sifat-sifat-Nya)
maupun golongan ta’thil (yang mengingkari sifat-sifat-Nya secara total
maupun parsial). Allah -ta’ala- berfirman :
“Maha suci Rabb-mu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang
mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan
segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam”. (QS. Ash-Shafat : 180-182).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, I/29).
“Sebagaimana telah maklum bahwa ta’thil (pengingkaran sifat-sifat
Allah secara total maupun parsial) adalah lawan dari tajsim (menyifati
Allah ta’ala dengan sifat jasmani seperti jasmani makhluk). Dua
keyakinan ini saling bermusuhan. Dan keyakinan yang benar adalah sikap
yang tengah di antara keduanya (yaitu: meyakini sifat-sifat Allah tanpa
menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah, III/11).
Poin Ketujuh : Tentang Menyelisihi Pendapat Para Ulama
Sebagian orang mengatakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam
dakwahnya telah menyelisihi para ulama, tidak menghiraukan perkataan
mereka, tidak pula merujuk kepada kitab-kitab mereka. Bahkan beliau
dituduh telah menciptakan ajaran baru dan membawa pemahaman madzhab yang
kelima.
Sebaik-baik bantahan atas tuduhan ini adalah pengakuan beliau
sendiri : “Aku adalah orang yang bertaqlid kepada Kitab dan Sunnah,
serta para salafus salih. Aku juga bergantung dengan perkataan para imam
madzhab yang empat; Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit, Imam Malik
bin Anas, Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Semoga Allah merahmati mereka semua.” (Kitab Muallafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab: V/97).
“Seandainya kalian mendapatkan fatwaku menyelisihi ijma’ para ulama, maka tunjukkan padaku.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/53)
“Jika kalian mengira bahwa para ulama telah menyelisihi apa yang
aku ajarkan, sesungguhnya di hadapan kalian ada kitab-kitab mereka,
(bacalah dengan seksama dan bandingkan dengan apa yang kuajarkan).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/58).
“Aku selalu membandingkan perkataan orang yang bermadzhab Hanafi,
Maliki, Syafi’I maupun Hambali dengan perkataan ulama yang mu’tamad
(terpercaya) dalam madzhab tersebut.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/82).
“Walhasil yang aku ingkari adalah pengkultusan terhadap selain Allah -ta’ala-.
Maka jika ajaranku bersumber dari pendapatku sendiri, atau dari buku
yang tidak tepercaya, atau semata-mata dari hasil taqlidku kepada para
ulama mazhabku (mazhab Hambali); maka buanglah jauh-jauh ajaranku. Namun
jika ajaranku bersumber dari Kitab dan Sunnah serta ijma’ para ulama
dari berbagai mazhab; maka tidak layak bagi orang yang beriman terhadap
Allah -ta’ala- dan hari akhir, untuk menolaknya; hanya
gara-gara kebanyakan orang di zamannya, atau di negerinya menyelisihi
ajaran tersebut.” (Kitab ad-Durar as-Saniyah: I/76).
Penutup
Di penghujung tulisan ini, kami akan mempersembahkan nasihat yang
disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Nasehat pertama
adalah untuk orang-orang yang memusuhi dakwah ini dan para pengikutnya,
yang senantiasa berusaha untuk menghalanginya, serta melontarkan
berbagai macam tuduhan batil kepadanya.
Beliau berkata : “Aku ingatkan orang-orang yang menyelisihiku:
Seluruh manusia berkewajiban untuk mengikuti apa yang telah diwasiatkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Bukankah
kitab-kitab agama ada pada kalian? Bacalah!
Janganlah kalian mengambil sedikitpun dari perkataanku! Namun jika
kalian mendapatkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di dalam kitab-kitab tersebut, maka amalkanlah! Meskipun
kebanyakan manusia tidak mengamalkannya.
Jangan kalian menaatiku! Namun taatilah perintah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, yang telah disebutkan di dalam kitab-kitab kalian.
Ketahuilah bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian melainkan hanya berpegang teguh kepada tuntunan Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Hidup di dunia ini hanyalah sementara. Tidak pantas bagi orang yang berakal untuk melupakan surga dan neraka.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/89-90).
“Aku mengajak orang-orang yang menyelisihiku untuk berpegang dengan empat perkara: Kitabullah, Sunnah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
dan ijma’ para ulama. Jika kalian tetap keras kepala, maka aku mengajak
kalian untuk mubahalah (masing-masing pihak di antara orang-orang yang
berbeda pendapat berdo’a kepada Allah ta’ala dengan sungguhsungguh, agar
Allah ta’ala menjatuhkan laknat kepada pihak yang salah).” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/55).
Nasehat kedua adalah bagi orang yang sedang merasa bingung, tidak
mengerti mana yang benar dan mana yang salah dalam perkara ini.
Syaikh berkata : “Mohonlah (petunjuk) dengan sungguh-sungguh kepada Allah -ta’ala-,
dengan merendahkan diri kepada-Nya, terutama pada waktu-waktu yang
mustajab; di antaranya pada waktu sepertiga malam yang terakhir, di
akhir shalat, dan antara azan dengan iqamat.
Bacalah do’a yang diajarkan oleh Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, terutama yang tertera dalam hadits shahih. Seperti doa yang senantiasa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam baca :
اللھم رب جبرائیل ومیكائیل وإسرافیل, فاطر السماوات والأرض,
عالم الغیب والشھادة, أنت تحكم بین عبادك فیما كانوا.فیھ یختلفون, اھدني
لما اختلف فیھ من الحق بإذنك, إنك تھدي من تشاء إلى صراط مستقیم
Wahai Rabb Jibril, Mikail dan Israfil, Pencipta langit dan
bumi, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Engkaulah yang
memutuskan perselisihan di antara hamba-hamba-Mu. Dengan izin-Mu,
tunjukkanlah kepadaku kebenaran yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya
Engkaulah yang menunjuki orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang
lurus.
Hendaknya engkau sering memanjatkan doa tersebut, kehadirat Dzat
yang mengabulkan doa orang yang sedang tertimpa kesusahan. Dialah Yang
menunjukkan Nabi Ibrahim -‘alaihis salam- kepada kebenaran, meskipun menyelisihi seluruh manusia pada zamannya. Ucapkan pula, “Wahai Dzat yang mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku.”
Dan jika kamu merasa berat (ketika akan mengamalkan kebenaran)
gara-gara menyelisihi masyarakatmu, maka renungkanlah firman Allah -ta’ala- :
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.
Sesungguhnya mereka sama sekali tidak akan dapat melindungimu dari
(siksaan) Allah. Dan sesungguhnya orang-orang dzalim itu sebagian mereka
menjadi penolong bagi yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang
yang bertakwa.” (QS. Al- Jatsiyah: 18-19).
Juga firman Allah ta’ala :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS. Al-An’am: 116)
Renungkanlah sabda Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- : “Islam pertama kali datang dianggap asing, dan (di akhir zaman) akan kembali dianggap asing.”
Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya
Allah ta’ala tidak mencabut ilmu dari muka bumi ini dengan begitu saja,
akan tetapi mencabutnya dengan meninggalnya para ulama. Jika tiada lagi
ulama di muka bumi, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh
sebagai pemuka agama; sehingga mereka sendiri sesat dan menyesatkan.”
Begitu pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ikutilah
sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasidin sesudahku (Abu Bakar ash-Shiddiq,
Umar bin Khathab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib).”
Dan sabda beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- : “Dan jauhilah hal-hal baru dalam agama (bid’ah), karena semua bid’ah dalam agama adalah sesat.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: I/42-43).
“Dan jika telah jelas bagimu bahwa inilah kebenaran, yang tidak ada
keraguan lagi di dalamnya, maka wajib bagimu untuk menyampaikan
kebenaran itu kepada umat manusia dan mengajarkannya kepada kaum
muslimin dan muslimat.
Semoga Allah -ta’ala- merahmati orang yang menunaikan
kewajibannya, bertaubat kepada- Nya, dan mengakui kesalahannya.
Ketahuilah bahwa orang yang bertaubat dari suatu kesalahan, bagaikan
orang yang tidak memiliki dosa. Semoga Allah -ta’ala- menunjukkan kepada kami, kalian dan seluruh saudara-saudara kita jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Wassalam.” (Kitab ad-Durar as-Saniyyah: II/43).
Shalawat, salam serta barakah Allah semoga tetap tercurahkan kepada hamba dan Rasul- Nya, Nabi kita dan kekasih kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
beserta seluruh isteri-isterinya, para shahabat beliau yang mulia, dan
orang-orang yang berjalan di atas manhaj beliau sampai hari Kiamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar