Antara Cinta, Harap dan Takut (Faedah dari Surat Al Fatihah)
Cinta (mahabbah), harap (raja') dan takut (khauf)
merupakan tiga landasan seorang mukmin dalam beribadah kepada Rabb-nya.
Tidak akan sempurna ibadah seorang mukmin jika tanpa menggabungkan
ketiga hal tersebut. Meninggalkan salah satu dari ketiganya dapat
menjerumuskan seseorang dalam penyimpangan (sebagaimana yang akan kita
lihat nanti). Surat Al-Fatihah yang dinamakan sebagai Ummul-Qur'an (induk Al-Qur'an) pun telah mengisyaratkan tentang ketiga hal di atas.
1. Mahabbah (Cinta)
Tentang cinta, hal ini tercakup dalam ayat kedua dari surat Al-Fatihah.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam"
Kita memuji Allah karena segala nikmat yang Ia berikan. Allah lah yang memiliki sifat Al-Mun'im (Maha Memberi Nikmat). Dia yang memberikan nikmat kepada semua hamba-Nya. Merupakan hal yang wajar bila ada seseorang yang berbuat baik atau memberikan sesuatu kepada kita, maka kita memujinya sesuai dengan kadar kebaikan yang diberikannya. Hal tersebut akan mengantarkan pada 'cinta'. Sebab, hati memiliki kecenderungan untuk mencintai setiap orang yang berbuat baik kepadanya, serta membenci orang yang menyakitinya.
Adapun Allah 'Azza wa Jalla, Dia adalah Al-Muhsin (Maha Memberi Kebaikan) dan Al-Mun'im (Maha Memberi Nikmat). Dia-lah yang memberikan segala kebaikan dan nikmat kepada semua makhluk. Sehingga, tidak ada yang lebih pantas untuk dicintai melainkan Allah. Kecintaan kepada Allah tidak boleh ditandingi oleh kecintaan kepada selain-Nya. Seseorang yang mengaku cinta kepada Allah 'Azza wa Jalla, maka tidak boleh baginya untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dalam hal ibadah. Dengan sebab itu pulalah mahabbah (cinta) disebut sebagai bentuk ibadah yang agung. Ia akan melahirkan bentuk ibadah yang tulus, tanpa menyekutukan Allah dengan sesembahan lainnya.
2. Raja' (Harap)Poin kedua yang juga menjadi landasan dalam beribadah adalah raja' (harap), yaitu mengharap rahmat dan surga-Nya serta mengharap agar segala amal diterima dan diberi balasan pahala. Hal ini terkandung dalam ayat ketiga dari surat Al-Fatihah.
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
"(Rabb) yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"
Karena Allah Maha Penyayang tentulah Ia akan merahmati hamba-Nya. Dengan sebab itu pulalah kita mengharapkan curahan rahmat-Nya. Kita tidak boleh putus asa dari mengharap ampunan dan surga-Nya, meskipun dosa yang kita lakukan sudah tak terhitung banyaknya.
3. Khauf (Takut atau Cemas)
Maksud khauf (takut) di sini adalah takut kepada Allah, takut kepada adzab-Nya, cemas atau khawatir jika amal tidak diterima oleh Allah. Hal ini terkandung dalam ayat keempat dari surat Al-Fatihah.
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
"Yang menguasai hari pembalasan"
Di dalam ayat tersebut di atas, terdapat unsur "menakuti-nakuti" akan datangnya sebuah hari pembalasan. Hari di mana semua amal akan diperhitungkan dan dibalas. Semua pelaku keburukan akan dihinakan pada hari tersebut. Tidak ada yang dapat lolos dari perhitungan dan pembalasan Allah. Dengan demikian, unsur khauf tercakup dalam ayat ini.
Kenapa Harus Memiliki Ketiganya?
Ketiga hal yang disebutkan di atas merupakan pokok / landasan dalam beribadah. Barangsiapa yang hanya mengambil salah satu atau sebagian saja dari ketiga unsur di atas maka ia telah terjatuh dalam kesalahan. Ada sebagian orang yang berkata, "Kami beribadah bukan karena takut api neraka, bukan pula karena mengharap surga-Nya, namun kami beribadah semata karena cinta kepada-Nya."
Pernyataan di atas tidaklah tepat. Karena, para Rasul dan Malaikat yang merupakan makhluk mulia saja tetap memiliki rasa takut dan harap kepada Allah, tidak semata karena cinta. Termasuk 'Uzair, Nabi Isa dan ibunya (Maryam) yang mereka disembah oleh kaum musyrikin, mereka pun beribadah kepada Allah karena mengharap rahmat dan takut akan adzab-Nya.
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
"..Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." [QS Al-Anbiya': 90]
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka (yaitu Nabi Isa, para malaikat dan 'Uzair) yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti." [QS Al-Isra': 57]
Demikian pula, jika seseorang hanya beribadah semata berlandaskan raja' (harap), maka dikhawatirkan ia terjatuh dalam paham murji'ah. Mereka tidak takut terjatuh dalam dosa dan maksiat. Mereka berkata, "Iman itu hanya sebatas membenarkan dengan hati, atau sebatas membenarkan dengan hati dan diucapkan dengan lisan". Mereka mengeluarkan amal perbuatan dari definisi iman. Mereka berkeyakinan bahwa iman mereka tidak akan berkurang dikarenakan perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan. Padahal, iman itu seharusnya mencakup keyakinan di dalam hati, diucapkan dengan lisan, serta diimplementasikan dalam bentuk amal perbuatan. Tidak cukup hanya salah satunya saja. Seharusnya pulalah bagi kita untuk tidak merasa aman dengan keadaan kita sekarang, dan terus memperbarui iman. Sebab, demikianlah keadaan iman anak manusia, kadang naik dan kadang pula turun (sungguh amat berbeda dengan anggapan golongan murji'ah).
Sebagian golongan yang lain, mereka beribadah semata berlandaskan khauf (takut) saja. Mereka hanya mengambil dalil-dalil nash tentang ancaman saja, mereka mengabaikan dalil-dalil tentang janji, ampunan dan rahmat dari Allah. Hal ini dijumpai pada golongan khawarij. Mereka dengan mudahnya mengkafirkan seorang muslim yang melakukan dosa besar, tanpa memperhatikan dalil lainnya yang memalingkan dari hukum kafir tersebut.
Dalam keseharian, mungkin sering juga kita jumpai orang yang terjatuh dalam kesalahan yang mirip namun dengan kadar yang lebih ringan. Misalnya, orang yang sudah terjatuh pada kubangan dosa dan merasa "putus asa" Allah tidak akan mengampuninya. Maka orang ini telah mengabaikan komponen raja', yaitu senantiasa berharap dan meyakini bahwa Allah Maha Pengampun.
Contoh lain, ada orang yang dengan mudahnya melakukan dosa lantas berkata, "Allah kan Maha Pengampun, pasti Dia akan mengampuni dosaku kelak, jadi tidak mengapalah sekarang melakukan dosa". Orang seperti ini juga telah melakukan kesalahan dengan meremehkan adzab Allah, tidak ada rasa takut dan cemas di hati terhadap segala dosa yang ia lakukan.
Dengan demikian, jalan yang benar tentulah dengan menggabungkan ketiga unsur di atas. Itulah jalannya kaum mukmin, dan itulah tauhid.
WaLlahu a'lam..
---
Disadur dari salinan kitab Syarh Ba'dhu Fawa'idi Surah Al-Fatihah oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin AbduLlah Al-Fauzan (Penerbit: Dar Al-Imam Ahmad, 1427H / 2006M)
1. Mahabbah (Cinta)
Tentang cinta, hal ini tercakup dalam ayat kedua dari surat Al-Fatihah.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
"Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam"
Kita memuji Allah karena segala nikmat yang Ia berikan. Allah lah yang memiliki sifat Al-Mun'im (Maha Memberi Nikmat). Dia yang memberikan nikmat kepada semua hamba-Nya. Merupakan hal yang wajar bila ada seseorang yang berbuat baik atau memberikan sesuatu kepada kita, maka kita memujinya sesuai dengan kadar kebaikan yang diberikannya. Hal tersebut akan mengantarkan pada 'cinta'. Sebab, hati memiliki kecenderungan untuk mencintai setiap orang yang berbuat baik kepadanya, serta membenci orang yang menyakitinya.
Adapun Allah 'Azza wa Jalla, Dia adalah Al-Muhsin (Maha Memberi Kebaikan) dan Al-Mun'im (Maha Memberi Nikmat). Dia-lah yang memberikan segala kebaikan dan nikmat kepada semua makhluk. Sehingga, tidak ada yang lebih pantas untuk dicintai melainkan Allah. Kecintaan kepada Allah tidak boleh ditandingi oleh kecintaan kepada selain-Nya. Seseorang yang mengaku cinta kepada Allah 'Azza wa Jalla, maka tidak boleh baginya untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dalam hal ibadah. Dengan sebab itu pulalah mahabbah (cinta) disebut sebagai bentuk ibadah yang agung. Ia akan melahirkan bentuk ibadah yang tulus, tanpa menyekutukan Allah dengan sesembahan lainnya.
2. Raja' (Harap)Poin kedua yang juga menjadi landasan dalam beribadah adalah raja' (harap), yaitu mengharap rahmat dan surga-Nya serta mengharap agar segala amal diterima dan diberi balasan pahala. Hal ini terkandung dalam ayat ketiga dari surat Al-Fatihah.
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
"(Rabb) yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang"
Karena Allah Maha Penyayang tentulah Ia akan merahmati hamba-Nya. Dengan sebab itu pulalah kita mengharapkan curahan rahmat-Nya. Kita tidak boleh putus asa dari mengharap ampunan dan surga-Nya, meskipun dosa yang kita lakukan sudah tak terhitung banyaknya.
3. Khauf (Takut atau Cemas)
Maksud khauf (takut) di sini adalah takut kepada Allah, takut kepada adzab-Nya, cemas atau khawatir jika amal tidak diterima oleh Allah. Hal ini terkandung dalam ayat keempat dari surat Al-Fatihah.
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
"Yang menguasai hari pembalasan"
Di dalam ayat tersebut di atas, terdapat unsur "menakuti-nakuti" akan datangnya sebuah hari pembalasan. Hari di mana semua amal akan diperhitungkan dan dibalas. Semua pelaku keburukan akan dihinakan pada hari tersebut. Tidak ada yang dapat lolos dari perhitungan dan pembalasan Allah. Dengan demikian, unsur khauf tercakup dalam ayat ini.
Kenapa Harus Memiliki Ketiganya?
Ketiga hal yang disebutkan di atas merupakan pokok / landasan dalam beribadah. Barangsiapa yang hanya mengambil salah satu atau sebagian saja dari ketiga unsur di atas maka ia telah terjatuh dalam kesalahan. Ada sebagian orang yang berkata, "Kami beribadah bukan karena takut api neraka, bukan pula karena mengharap surga-Nya, namun kami beribadah semata karena cinta kepada-Nya."
Pernyataan di atas tidaklah tepat. Karena, para Rasul dan Malaikat yang merupakan makhluk mulia saja tetap memiliki rasa takut dan harap kepada Allah, tidak semata karena cinta. Termasuk 'Uzair, Nabi Isa dan ibunya (Maryam) yang mereka disembah oleh kaum musyrikin, mereka pun beribadah kepada Allah karena mengharap rahmat dan takut akan adzab-Nya.
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
"..Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." [QS Al-Anbiya': 90]
أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka (yaitu Nabi Isa, para malaikat dan 'Uzair) yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya; sesungguhnya adzab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti." [QS Al-Isra': 57]
Demikian pula, jika seseorang hanya beribadah semata berlandaskan raja' (harap), maka dikhawatirkan ia terjatuh dalam paham murji'ah. Mereka tidak takut terjatuh dalam dosa dan maksiat. Mereka berkata, "Iman itu hanya sebatas membenarkan dengan hati, atau sebatas membenarkan dengan hati dan diucapkan dengan lisan". Mereka mengeluarkan amal perbuatan dari definisi iman. Mereka berkeyakinan bahwa iman mereka tidak akan berkurang dikarenakan perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan. Padahal, iman itu seharusnya mencakup keyakinan di dalam hati, diucapkan dengan lisan, serta diimplementasikan dalam bentuk amal perbuatan. Tidak cukup hanya salah satunya saja. Seharusnya pulalah bagi kita untuk tidak merasa aman dengan keadaan kita sekarang, dan terus memperbarui iman. Sebab, demikianlah keadaan iman anak manusia, kadang naik dan kadang pula turun (sungguh amat berbeda dengan anggapan golongan murji'ah).
Sebagian golongan yang lain, mereka beribadah semata berlandaskan khauf (takut) saja. Mereka hanya mengambil dalil-dalil nash tentang ancaman saja, mereka mengabaikan dalil-dalil tentang janji, ampunan dan rahmat dari Allah. Hal ini dijumpai pada golongan khawarij. Mereka dengan mudahnya mengkafirkan seorang muslim yang melakukan dosa besar, tanpa memperhatikan dalil lainnya yang memalingkan dari hukum kafir tersebut.
Dalam keseharian, mungkin sering juga kita jumpai orang yang terjatuh dalam kesalahan yang mirip namun dengan kadar yang lebih ringan. Misalnya, orang yang sudah terjatuh pada kubangan dosa dan merasa "putus asa" Allah tidak akan mengampuninya. Maka orang ini telah mengabaikan komponen raja', yaitu senantiasa berharap dan meyakini bahwa Allah Maha Pengampun.
Contoh lain, ada orang yang dengan mudahnya melakukan dosa lantas berkata, "Allah kan Maha Pengampun, pasti Dia akan mengampuni dosaku kelak, jadi tidak mengapalah sekarang melakukan dosa". Orang seperti ini juga telah melakukan kesalahan dengan meremehkan adzab Allah, tidak ada rasa takut dan cemas di hati terhadap segala dosa yang ia lakukan.
Dengan demikian, jalan yang benar tentulah dengan menggabungkan ketiga unsur di atas. Itulah jalannya kaum mukmin, dan itulah tauhid.
WaLlahu a'lam..
---
Disadur dari salinan kitab Syarh Ba'dhu Fawa'idi Surah Al-Fatihah oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin AbduLlah Al-Fauzan (Penerbit: Dar Al-Imam Ahmad, 1427H / 2006M)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar